Setelah aksi marah-marah Mama Camila pada seorang laki-laki yang memeluk 'anak perawan mama' selesai, kini mereka semua duduk di sofa yang tersedia. Tidak begitu ramai, hanya David, Samudra, Nadine, Silva, dan Reina.
Mama Camila hanya merasa terkejut ada seorang laki-laki yang belum ia lihat wajahnya tengah memeluk anak gadisnya. Ia hanya merasa was-was saja. Namun setelah mengetahui bahwa itu David, perasaannya sedikit lega, setidaknya ia tahu bahwa laki-laki itu sangat menyukai Camila. Namun, Mama Camila tetap memberikan peringatan pada David agar tidak memeluk Camila sembarangan apalagi di tempat umum.
"Rangga kemana, Nad?"
"Kok lo jadi nanyain Rangga sih, Mil?" Camila menoleh menatap David dengan kedua alis terangkat.
"Emang kenapa?"
"Ya, jangan." Camila merasa tak puas dengan jawaban yang diberikan oleh David, ia pun memilih untuk tak menghiraukannya dan kembali menatap Nadine.
"Ada urusan sih, katanya. Tetapi dia titip salam kok," jawab Nadine dan dijawab dengan anggukan Camila.
Camila melirik Samudra yang duduk percis disamping keranjang buah, beberapa kali Camila menangkap bahwa laki-laki itu memperhatikannya. "Ambil, deh, Sam. Udah gue sisain buat lo."
"Oh, Nak Sam suka buah? Mau tante potongin?" Samudra tersenyum ramah pada Mama Camila kemudian segera menoleh pada Camila.
"Serius nih?"
"Pilih aja," Samudra segera meraih pisang yang sudah terkelupas sedikit, membuat Samudra benar-benar merasa tergoda. "Natapnya biasa aja kali," lanjut Samudra membuat David terkekeh dengan perkataan Camila.
"Camila, HP lo mana?" Camila menaikan kedua alisnya kemudian seolah bertanya apa tujuan David mencari ponselnya.
"Pinjem," ujar David santai membuat Camila segera mengangguk dan menyodorkan ponselnya.
David segera meraihnya dan mengutak-atik apapun yang ia inginkan. Camila tak mempedulikannya, ia begitu sibuk dengan obrolan antara Mamanya, Nadine, dan juga Reina.
Bahkan tak terasa kini sudah menunjukan pukul 14.30. "Pamit, yuk." Samudra mengangguk mendengar perkataan David. David menyodorkan ponsel Camila dan segera bangkit dari duduknya.
Semua langsung pamit kepada Mama Camila, berjalan menuju pintu keluar dan segera meninggalkan Camila bersama Mama.
"Pacaran sama David?"
Camila menggeleng, menikmati susu cokelat kotaknya sambil matanya menatap televisi. "Kok peluk-peluk?"
"Aku tuh sama David abis berantem diem-dieman. Jadi mungkin pas dia tahu aku sakit, dia jadi panik gitu, deh." Camila terkekeh di akhir, bahkan ia belum menanyakan apa penyebab mereka saling diam beberapa hari ini.
"Kenapa?"
"Salah paham, tetapi belum ngobrol, sih."
Teng!
Ponselnya kembali berdenting, membuat Camila segera meraihnya. Takut-takut ada sesuatu yang ditinggalkan teman-temannya. Seperti kemarin malam, Rangga meninggalkan ponselnya di atas nakas.
David?
David Saputra: Cek notes paling atas, ya. Maaf receh.
Camila benar-benar merasa bingung. Namun tak ingin ambil pusing, ia segera membuka notes sesuai perintah David.
Kepikiran nggak gue bakal ngomong apa?
Camila terdiam. Dirinya ikut berpikir apa yang sekiranya akan David bicarakan di notes ini. Camila penasaran, tetapi ia ingin menebak lebih dulu. Ah, paling hanya ucapan maaf soal kejadian kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
THREE WORDS
Teen FictionPengakuan tidak langsung David di akhir kelas 11, bukan menjadi alasan untuk David dan Camila bermusuhan. Kini keduanya jauh lebih dekat sebagai sahabat. Disaat keduanya sudah nyaman sebagai sahabat, apa lagi yang diharapkan? Namun semua tak semuda...