TIGA

1.9K 182 24
                                    

Sambil memasuki kelasnya, David sudah menerima tatapan tajam dari teman-temannya. Karena benar saja, setelah perdebatannya dengan Camila kemarin, David masih yakin dengan keputusannya untuk tidak menjelaskannya pada teman-temannya siang itu. Ia akan menjelaskan hari ini, sekarang, dihadapan semua teman-temannya.

"Bagus, handphone mati total. Orang rumah ngeboong. Kemana aja lo kemarin?" David tidak takut dengan pandangan Rangga. Sungguh, wajah arabnya itu tak pernah cocok untuk marah.

David malah cengengesan pada Rangga, "jangan ketawa!"

Dipandangannya Rangga ini tetaplah seperti Zayn Malik, tampan khas arab namun gokil khas Samudra. Tak ada manusia yang sempurna, 'kan?

"Gue nggak maksud ngeboong. Pulang sekolah gue cabut ke taman kota. Jam 5an baru balik. Abis itu nyokap ngajak gue ke rumah Nenek."

"Alah!" Samudra teriak tak setuju. "Alasan banget!"

"David janji bakal jelasin hari ini kok," ujar Camila membuat Nadine menatap Camila dengan kedua alis terangkat.

"Lo sempat ketemu David?" Camila jadi diam seribu bahasa. Karena setelah perdebatannya, Camila kembali ke rumah David, menyuruh teman-temannya pulang karena percuma menunggu David disini. Dan dimana Camila bertemu David?

"Nahloh, keceplosan," ujar David santai sambil berjalan menuju mejanya, meletakan tasnya di sana dan menatap teman-temannya yang kini menatap Camila penuh tanda tanya.

"Iya, kemarin gue ketemu David di taman, gue udah bujuk dia buat pulang, tapi dia nggak mau. Makanya gue nyuruh kalian aja yang pulang. Karena percuma nungguin si kepala batu ini." David kembali terkekeh mendengar penuturan Camila. Namun bukannya marah, teman-temannya ikut terkekeh seolah menyetujui perkataan Camila.

"Jadi apa yang terjadi disana?" pancing Cinta cepat. David mengangguk dan langsung berjalan menuju depan kelas, berdiri di depan papan tulis dan menatap teman-temannya yang mungkin tak akan ia temui lagi.

"Kita kalah suara, perbandingan itu dua banding 4."

"Tetap seperti kelas 11 ini nggak ada dipilihan yang diajuin pihak sekolah. Pilihannya cuma pisah kelas atau kembali ke kelas 10."

"Tetapi gue nggak bisa ambil keputusan dari dua pilihan itu, jadi gue putusin untuk tetap pakai suara yang sama dengan kalian titipkan." Pandangan David beralih ke pojok kirinya, mendapati Samudra yang bertepuk tangan.

"Gils, ketua kelas kita amanah banget. Pertahanin nih!"

"Kalau bisa, Sam."

"Mungkin nanti akan ada rapat ulang sesuai dua pilihan tadi, jadi apa yang harus kita pilih."

"Yang setuju balik ke kelas 10?" David memperhatikan temannya, satu persatu mulai mengangkat tangannya pertanda setuju.

"Btw, kita voting aja, ya. Keputusan ada di pihak kita sendiri."

"Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tu- yang bener dong, Sam. Tujuh, delapan Sembilan se- iya-iya, enggak-enggak, jangan labil. Sepuluh, sebelas, dua belas."

"Sisanya berarti pisah aja?" tanya David dan diiringi beberapa anggukan.

"Kalau gue pribadi, dibanding balik ke kelas 10, mending pisah ajalah. Gue nggak suka kelas 10 dulu." Silva bersuara, membuat beberapa mengangguk setuju.

"Lagian, kalau kalian balik ke kelas sepuluh, gue harus balik kemana?" Camila manyun menatap David dengan tatapan memelas, membuat David tersenyum gemas melihatnya.

"Ya balik ke sekolah lo yang dulu lah, Cam," teriak Nindy cepat membuat Camila menoleh dan menyoraki Nindy sebal. Rupanya perempuan itu tak kunjung bersahabat dengannya.

"Vid," sebuah suara pelan mengintrupsi David. David menoleh pada pintu kelasnya, mendapati Fina, ketua kelas XI MIA 2 yang kini berdiri di depan pintu kelasnya.

"Sini!" Bibirnya bergerak dan tangannya melambai, memperintahkan David untuk menghampirinya.

Tanpa berpamitan dengan teman-temannya, David keluar dari kelasnya dan menghampiri Fina. "Kenapa Fin?"

"Kayaknya perwakilan kemarin belum puas sama hasil keputusan, padahal itu sesuai yang mereka mau. Sekarang mereka lagi ngedarin kertas cari tanda tangan, dengar-dengar nanti siang kita ada rapat sama Pak Topik."

"Jadi keputusan kemarin belum benar-benar fix?" Fina menggelengkan kepalanya, menatap Yola yang baru saja memasuki koridor belakang, yang hanya dihuni oleh MIA 1 dan MIA 2.

"Nih, tolong edarin ke kelas. Ntar pulang sekolah kasih ke gue." Yola menyodorkan dua buah lembar kertas berukuran HVS pada David dan Fina.

"Ini apa?"

"Mintain tanda tangan anak-anak yang setuju dipecah. Nanti jam setengah 10, gue kasih kertas lagi buat yang setuju nggak pisah. Biar nggak kecampur." David pun menganggukan kepalanya dan membiarkan Yola pergi meninggalkan koridor sekolah belakang ini.

"Ekspresi anak kelasan lo gimana?" David sambil sedikit terkekeh bertanya pada Fina. Pasalnya, hanya Finalah yang akan mengerti perasaannya kemarin sore.

"Langsung pada ke rumah gue, percis setelah gue ngechat di grup." Kini David tertawa mendengar perkataan David. Ternyata bukan hanya dirinya yang mengalami ini.

"Sama banget!" jawab David cepat membuat Fina ikut terkekeh.

"Jadi kertas ini untuk yang setuju dipecah, ya. Yaelah, kelas kita mah bakal kosong kertasnya." David masih terkikik bersama Fina.

"Buktiin aja dulu, siapa tahu ada musuh dalam selimut." Dan setelah itu, Fina meninggalkan kelas David dan kembali ke kelasnya untuk menjalankan tugas yang diberikan oleh Yola.

Setelah tubuh Fina benar-benar berbelok masuk ke dalam kelasnya, David ikut kembali masuk ke dalam kelasnya, memperhatikan teman-temannya yang masih sibuk dengan urusannya masing-masing.

"Ini ada kertas, bagi yang setuju untuk dipisah, silahkan tanda tangan disini." David meletakan HVS polos itu di atas meja guru, menunggu temannya menghampiri. Namun tetap nihil, tak ada juga yang menghampirinya. Memang begitu, 'kan? Tidak ada yang setuju untuk dipisah.

"David, Pak Topik minta rapat." David menoleh mendengar Fina berteriak di depan kelasnya. David pun mengangguk mengiyakan.

"Semoga, ada kejelasan, ya."

"Amin!" jawab mereka semua secara kompak.

"Makasih udah percaya sama gue. Gue pasti berusaha yang terbaik kok."

"Semangat, Dav!" teriak Nindy diiringi teriakan lainnya. David langsung pamit dan berlari meninggalkan kelas mengikuti langkah Fina yang berjalan menuju ruang serba guna di ujung sekolah.

***

Maaf lama postnya. Yang baca komennya yaaa!

September, 14th 2016.

THREE WORDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang