"Mila, susu atau jus jeruk?" tanya David saat mereka baru saja duduk di meja kantin.
Camila menoleh kemudian terlihat menatap David lama. Tiba-tiba bibirnya mengkerucut serbal, "ini nggak tahu ya gue lagi pilek, batuk-batuk macam nenek-nenek. Susu aja, nggak mau jus jeruk."
David terkekeh pelan, tangannya mengusap kepala Camila. "Tinggal jawab aja, susu, nggak usah pake penjelasan."
Camila tak mengubris lagi, melihat David yang pergi bersama Samudra untuk memesankan Camila dan Nadine makan siang.
"Resmi pacarannya tuh kapan sih, Cam, tau-tau David jadi keliatan sering skinship gitu." Camila mulai tersenyum malu-malu. Jujur ia sangat keberatan jika harus menjelaskan bagaimana proses jadiannya dengan David.
Karena bagaimana pun, prosesi menembak David kemarin itu sama sekali bukan hal yang bisa ia banggakan, karena sesungguhnya itu sangat memalukan menurut Camila.
"Camila, ih, jelasin."
Camila menggeleng malu-malu dan tangan kanannya mulai memainkan sendok dan garpu yang tersedia di atas meja kantin. "Kasih tahu aja kapannya, biar prosesinya gue tanya langsung ke David."
"Jangan!" Bisa tambah malu Camila, kalau penjelasan itu datang dari sudut pandang David. Bagaimana Camila malu-malu dan terlihat sangat menjijikan,
"Pas gue di rumah sakit itu lho, pulangnya tuh David nyuruh cek notes terus pas gue buka ada tulisan panjang."
"isinya?"
"Ya pokoknya soal nembak gitu deh," Camila jadi malu sendiri jika harus terus mengingat perihal tersebut. "Udah, ah," lanjut Camila.
"Udah apaan?" Suara David memasuki telinganya. Rupanya laki-laki itu sudah kembali dan sudah duduk di samping Camila dan Samudra yang duduk di hadapannya atau percis di samping Nadine.
"Kepo," jawab Nadine membuat Camila menghela napas lega. Dipikirannya, Nadine akan mengoceh perihal tembak-menembak, nyatanya tidak.
"Nadine, Rayn!" pekik Camila tiba-tiba membuat Nadine segera menoleh mengikuti arah pandang Camila.
"Yah, sama ceweknya." Camila cemberut menatap Nadine dengan kedua bibir terangkat membentuk senyum paksa.
"Yaudah, sih, nggak papa."
"Siapa sih, Mil?" Camila menoleh pada David yang sudah menatapnya dengan tatapan tajam.
"Rayn, gebetan–"
"Gebetan lo, Cam? Wah, parah, Vid."Camila langsung melotot pada Samudra yang tiba-tiba berbicara seperti itu,
"Samudra kompor banget sih, enggak, itu punya Nadine." David menghela napas lega, tetapi tubuh Samudra menegang.
"Cowok tadi yang sama cewek ponian?" Camila mengangguk dan menatap David yang kembali menikmati siomaynya.
"Mau," ujar Camila membuat David terkekeh dan segera menyuapi Camila sepotong siomay.
"Kalau yang tadi punya Nadine, punya kamu yang mana?"
Pipi Camila memerah mendengar pertanyaan David. Tubuhnya segera menjauh dari David dan meletakannya kepalanya pada lipatan tangannya.
"Yaelah, pake nanya. Ya elo lah," jawab Camila pelan.
Dan setelah itu hanya dekapan David yang menyelimuti Camila, membawa kehangatan pada perempuan manis ini.
Nyatanya, tiga kata yang pernah David ucapkan dulu benar-benar memiliki makna, laki-laki itu bisa bertahan dan menjaga perasaannya untuk Camila, membuat Camila sadar bahwa laki-laki seperti ini tidak boleh ia lepaskan.
***
So, say goodbye to David and Camila! They'll happy i swear:)))
And welcome to Samudra and Nadineee!! Yuk, mampir ke lapak sebelah!
-29 December 2016-
KAMU SEDANG MEMBACA
THREE WORDS
Teen FictionPengakuan tidak langsung David di akhir kelas 11, bukan menjadi alasan untuk David dan Camila bermusuhan. Kini keduanya jauh lebih dekat sebagai sahabat. Disaat keduanya sudah nyaman sebagai sahabat, apa lagi yang diharapkan? Namun semua tak semuda...