"Gue pulang duluan, ya." Camila segera menoleh pada David yang baru saja melewatinya.
Secara spontan, dirinya bangkit dari duduknya, menatap David yang berdiri dihadapannya dengan tas hitam yang sudah tersampir dibahunya. "Mau kemana?"
David tersenyum kecil, "Ke rumah sakit. Nyokap minta dijemput."
"Tante Anna sakit?" tanya Camila dengan kedua mata menatap David dalam. Sepertinya David tak pernah menceritakan soal Mamanya. Maksud Camila, Camila tidak tahu bahwa Mama David masuk rumah sakit.
"Bukan, bukan Mama. Mama lagi jenguk temannya, terus minta dijemput." Camila pun mengangguk-angguk paham. Akhirnya ia memutuskan untuk menghela napas panjang dihadapan David.
David terkikik kemudian mengusap kepala Camila, "lo mau gue anter pulang dulu?"
Camila buru-buru menggelengkan kepalanya, "Nggak usah. Lo langsung aja jemput Tante Anna."
"Terus lo pulang sama siapa?" tanya David dengan kedua alis terangkat. Kepalanya ikut mengelilingi kelas, mencari orang yang rumhanya searah dengan Camila.
"Samudra," panggil David. Samudra yang sedang menghabiskan batagornya segera menoleh.
"Ya?"
"Balik bareng Nadine nggak?" Samudra menggeleng mendengar pertanyaan David. "Gue nggak bisa nganter Camila pulang."
"Bareng Nadine aja, gue ada kumpul alumni kelas 10 IPA 5 gitu."
David pun mengangguk dan segera berbalik hendak menatap Nadine, tetapi Camila buru-buru menahannya. "Gue bakalan ngomong sendiri sama Nadine. Lo balik aja, Nadine juga masih asik jajan."
David pun menganggukan kepalanya. Menatap beberapa temannya yang sebagian memutuskan pulang, dan sebagian lagi tetap dikelas. Ya, hari ini adalah hari Jum'at, mungkin mulai senin kegiatan KBM mereka akan berjalan seperti biasa.
"Hati-hati, ya, salam sama Tante Anna." David mengangguk mendengar perkataan Camila dan segera berjalan meninggalkan kelas dan berjalan menuju parkiran.
Camila kembali duduk ke tempatnya, tubuhnya berputar sehingga bisa bergabung dengan obrolan Nadine, Shania, dan Reina yang masih asik dengan seblaknya.
"Nadine, balik bareng, ya, David ada urusan." Nadine langsung mengangguk sambil terus mengipasi dirinya yang kepedasan.
Nadine memperhatikan teman-temannya yang kembali sibuk dengan seblaknya masing-masing. Mereka menatap satu per satu temannya. Camila benar-benar tidak bisa membayangkan, jika mereka akhirnya dipisahkan.
Camila merasa tidak yakin, jika ia akan bertemu teman seperti mereka. Maksduku, Camila sendiri sudah merasa cocok dengan ketiga teman dekatnya ini. Melihat bagaimana mereka sangat bahagia saat David menceritakan tentang perjuangannya. Otomatis, Camila ikut bangga pada David yang merupakan salah satu teman dekatnya juga.
Camila kembali tersadar kemudian menatap teman-temannya yang sedang menyeruput es teh manis yang dibawa ke kelas dengan saling berbalapan. "Makanya, jangan pedas-pedas. Lihat nih, yang kalian bully santai aja makan seblaknya." Camila terkekeh mendengarnya.
Camila selalu terkena ledekan saat membeli seblak tanpa cabai atau sambal. Itu semua hanya karena Camila tak suka pedas.
"Ah, gembel banget sambel dikit aja."
"Lo gue beliin 5 piring deh, tapi pedas. Berani nggak?"
"Kalau lo mau makan 1 piring seblak pedas aja, gue beliin paket yang cepe deh."
Camila selalu ingat perkataan teman-temannya. Namun, Camila tak peduli. Karena nyatanya, seblak tak pedas jauh lebih nikmat dan begitu mengenyangkan. Jika seblak pedas, maka mereka pasti kenyang dengan minum saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
THREE WORDS
Teen FictionPengakuan tidak langsung David di akhir kelas 11, bukan menjadi alasan untuk David dan Camila bermusuhan. Kini keduanya jauh lebih dekat sebagai sahabat. Disaat keduanya sudah nyaman sebagai sahabat, apa lagi yang diharapkan? Namun semua tak semuda...