TUJUH BELAS

1.2K 130 18
                                    

David dengan terburu-buru berjalan menelusuri koridor sekolah. Pikirannya kacau, hatinya tak tenang. Sialan memang, kemarin setelah ke toko kue, hujan benar-benar turun dan David tidak sempat mendatangi Camila atau sekedar melihat dari luar.

Ia benar-benar menyesal kenapa hujan harus turun saat itu, dan saat malam hari nomor telepon Camila tidak bisa dihubungi. Namun yang semakin membuat David terkejut adalah perkataan Rangga di grup.

Rangga Kanigara : Tadi gue abis anterin Camzi ke rumah sakit.

Hanya seperti itu, tanpa penjelasan jelas siapa yang sakit dan lain-lain. Kemudian saat David bertanya, tak ada jawaban lagi dari Rangga sampai saat ini juga.

David benar-benar kacau, dia panik mendengar Camila tak ada kabar seperti ini.

Langkahnya dipercepat saat sedikit lagi ia sampai di kelasnya. Saat percis di depan pintu, dengan tak sengaja ia menggebrak pintu cokelat kelasnya.

Merasa tak menemukan Camila, David segera melangkah mendekati Rangga. "Mana Camila?"

Rangga mengkerutkan keningnya melihat sikap David. Apa Camila tak ada bercerita mengenai dirinya pergi ke rumah sakit pada David? Apa yang terjadi antara Camila dan David?

"Lo kalau cuma mau makan sama Camila aja nggak bisa jagain, nggak usah pergi sama dia lagi. Cuma kesitu aja kok bikin dia sampai ke rumah sakit."

Jika sudah begini, Rangga paling paham, ada yang tidak beres antara Camila dan David. David terlihat tak tahu apa-apa soal Camila. Kemarin saat di rumah sakit, Camila sama sekali tak memegang ponselnya, seolah tak ingin memberikan kabar pada David.

"Lo ada masalah sama Camila?" David semakin geram. Dilemparnya tas ransel hitamnya ke atas meja kemudian segera menatap Rangga lagi.

"Gue nanya, malah balik nanya. Jawab buruan sih," perintah David geram. Ia melirik Nadine yang duduk bersama Shania dengan kedua alis terangkat.

"Lo tahu ada apa sama Camila?"

"Kemarin Rangga nggak berdua Camila, gue sama Sam juga ikut." David semakin geram mendengar perkataan Nadine.

"Kalau gitu kenapa lo nggak jawab aja sih! Buruan jawab!"

"Asam lambungnya kumat, jadi dia harus ke rumah sakit. Kita kesana sama Tantenya juga." Tubuh David melemas. Ia segera duduk kemudian menatap lurus ke depan.

"Kenapa dia nggak ngabarin gue?"

"Bahkan dari siang dia nelepon lo nggak ada jawaban, makanya dia nelepon gue!" David menoleh pada Samudra yang ikut menimpali perkataannya.

"Lho, jadi dia kumatnya siang? Kenapa lo baru ngabarin sebelum maghrib, Ga?"

"Yaelah, udah ada 2 kejadian kali. Siang beda cerita, Camila kambuh tuh setengah limaan." Samudra mendengus mendengar jawaban David yang menurutnya sangat-sangat menyebalkan. "Lo tuh minta informasi jangan nyebelin kenapa sih, Vid, syukur-syukur kita mau ceritain."

"Yaelah sama temen pelit amat," ujar David sambil menolehkan kepalanya malas.

"Temen-temen juga ada batasannya kali, masa pacar mau berbagi. Mikir," jawab Samudra cepat.

"Kenapa jadi ribut, sih, Camilanya aja lagi tidur santai di rumah sakit." David mengangguk mendengar perkataan Nadine dan segera duduk di bangkunya.

Tangannya merogoh ponselnya, membuka aplikasi yang sekiranya bisa memberikan informasi tentang Camila. Media sosial milik Camila yang paling aktif adalah instagram. Ya, instagram.

Tak lama, muncul sebuah snapgram dari Camila, menampilkan sebuah video, di mana sang Mama tengah mengupasinya apel sambil terus berbicara. Beberapa kali terdengar tawa Camila yang begitu David rindukan.

THREE WORDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang