Serumah

8.6K 384 20
                                    


Hari sudah malam ketika akhirnya Stef balik ke rumah. Selama menunggu Stef kembali, Kei dan Rein menghabiskan waktu dengan bercerita banyal hal. Tetapi tidak ada sedikitpun mereka menyinggung mengenai Ken kembali. Bagi mereka, semuanya sudah selesai. Ya, mungkin tidak begitu bagi Kei karena suatu saat nanti dia harus memberitahu Ken mengenai anaknya ini.

"Mau langsung pulang, Rein?" Tanya Stef pada Rein karena sudah larut malam.

"Kamu nginap dimana emangnya, Rein?" kali ini Kei yang bertanya.

"Aku nginap di hotel, Kei. Belum berani pulang ke Brunei. Aku takut menceritakan ini sama orangtua ku. Takut mereka kecewa. Aku masih butuh waktu buat menenangkan diri sepertinya."

"Stef, boleh gak Rein nginap disini aja? Jadi aku gak kesepian kalau kamu ke kantor. Rein juga gak sendirian di hotel. Kan bahaya cewek di hotel sendirian, apalagi Rein gak mengenal daerah ini." Tanya Kei pada Stef. Kei meminta izin Stef karena rumah yang ia tinggali ini adalah rumahnya Stef.

Stef mengangguk. "Ide yang bagus. Jadi kalian gak perlu kesepian. Urusan perutku juga aman karena ada dua wanita yang bakalin masak untukku" Stef terkekeh.

Kei dan Rein mencibir Stef yang sedang tertawa.

"Yuk aku anterin jemput barang kamu di hotel, Rein. Kamu dirumah aja ya, Kei. Angin malam gak bagus buat ibu hamil" titah Stef pada Kei. Kei hanya mendengus dan menuruti perkataan Stef. Lagipula dengan kehamilannya yang sudah mulai membesar ini, dia cepat merasa lelah. Jadi Kei lebih memilih bergelung di kasur yang nyaman.

"Stef, titip rendang ya" teriak Kei ketika Stef sudah mencapai pintu depan.

****

"Jadi Kei hamil anaknya Ken ya, Stef?" Tanya Rein pada Stef. Mereka saat ini sedang berada di mobil menuju hotel tempat Rein menginap.

"Iya, Rein"

"Umm.. gimana mereka bisa cerai, Stef? Kei kan sedang mengandung anaknya Ken?" Tanya Rein penasaran.

"Ceritanya panjang, Rein" Stef menghela napas. Rein hanya diam mendengarkan.

"Jadi, Kei itu gak tau dia hamil. Makanya mereka bisa bercerai. Waktu itu ketika daddy nya meninggal Kei histeris dan tiba-tiba pingsan. Asisten daddy nya Kei langsung memanggil perawat. Kei diharuskan beristirahat karena janinnya lemah saat itu. Kei yang sedang banyak pikiran dan menolak makan sudah berhari-hari, sangat tidak baik untuk janinnya. Saat Kei tahu dia hamil, Kei menangis. Aku mengira dia bakalan depresi karena hamil tanpa suami. Tapi ternyata dia bahagia karena akhirnya bakal memiliki keluarga lagi. Anak kandungnya. Tetapi begitu Kei sadar kalau daddynya meninggal. Dia kembali bersedih. Walaupun dia berusaha ceria, tapi aku tau dia bersedih karena kehilangan daddy nya. Dia tetap makan, dia tetap bicara tapi aku tau pikirannya berada di dunia yang berbeda. Setelah pemakaman, Kei memintaku untuk membawanya ke Jepang. Dia ingin pergi dari Indonesia. Namun Kei tiba-tiba pingsan dan dilarikan ke Rumah Sakit. Janinnya kembali melemah karena dia yang terlalu stress. Makanya kami batal pergi ke Jepang. Aku pun mengajak Kei untuk ke Sumatra. Disini, di kampung papaku, udaranya masih segar. Aku pikir ini baik untuk Kei. Kei akhirnya menurut, dia melakukan ini semua demi anaknya. Makanya ketika kamu datang dan ingin membahas mengenai Ken, aku menolaknya. Karena aku tau Kei sudah berjuang begitu berat sampai akhirnya dia bisa menjadi seperti sekarang. Aku tidak ingin kenangan masa lalu malah membuat dia kembali terpuruk. Tapi ternyata Kei wanita yang kuat. Dia mampu melalui ini semua. Dan begitu juga kamu, Rein. Kamu harus mampu bangkit dari semua kesedihan ini. Yakinlah, suatu saat nanti akan ada seseorang yang bersungguh-sungguh ingin menjadikan kamu satu-satunya wanita di hatinya." Stef tersenyum pada Rein.

Rein terdiam. Ia menyesapi semua perkataan Stef. Dia harus banyak belajar dari Kei. Belajar tentang ketangguhan Kei menghadapi semua ini. Bahkan Kei saja mampu menerimanya dengan tangan terbuka setelah apa yang terjadi selama ini.

"Makasih banget ya Stef" Rein tersenyum.

"Gak perlu makasih segala, Rein. Kamu ini kayak sama siapa aja deh" Stef tertawa lalu mengacak rambut Rein. Hal yang dulu sering dilakukannya ketika mereka kuliah.

"Stef, sepertinya aku bakalan lama deh tinggal di rumah kamu. Aku pengen bantuin jagain Kei, nemenin Kei juga. Jangan sampai dia merasa kesepian. Karena apa yang dilaluinya selama ini pasti sangat berat."

"Boleh, Rein. Tapi sewanya dibayar di muka ya" canda Stef.

"Sini aku bayar di muka kamu" Rein mengepalkan tangannya, berpura-pura ingin meninju Stef.

****

Mereka tiba dirumah pukul duabelas malam. Tadi mereka harus berkeliling mencari rumah makan yang masih buka untuk mencari rendang pesanan Kei. Disini, jam tujuh malam saja orang-orang enggan untuk keluar rumah karena cuaca sangat dingin. Makanya tidak banyak rumah makan yang buka sampai larut malam.

Namun perjuangan mereka mencari rendang sia-sia saja karena ibu hamil yang satu itu sudah terlelap di kamarnya. Kei sudah nyaman bergelung dibawah selimut yang tebal. Sementara gigi Stef dan Rein sudah bergemeletuk karena menahan udara dingin.

"Kamu langsung tidur aja, Rein. Itu kamar kamu disebelah kamarnya Kei. Udah ada selimut tebal disana. Kalau kurang tebal nanti minta sama Mak Jum aja ya. Mak Jum kamarnya ada di belakang." Stef menunjukkan letak kamar Mak Jum, asisten rumah tangga disini.

Rein mengangguk lalu pamit ke kamarnya. Dia ingin segera mengganti bajunya dengan baju hangat dan segera bergelung dibawah selimut tebal. Udara disini benar-benar dingin, dia sudah tidak tahan lagi. Bisa-bisa kalau terus berada diluar, dia akan terkena flu.

****

Kalau udah soal ngasih judul part, aku paling bingung deh :)) Jadi ya, begitu deh jadinya judul part ini :))

Beberapa part lagi kayanya bakalan ending. Insyaallah kalau sempat, aku usahain tamat sebelum lebaran. Kalau gak bisa, ya sabar aja ya kalian hehe :D

Votmentnya jangan lupa ya :D

Im not the only oneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang