Pengecut, akan tetap menjadi pengecut

7.1K 395 31
                                    


Sepulang dari honeymoon, aku dikejutkan dengan datangnya surat gugatan perceraian dari Kei. Lama aku berpikir apakah akan menandatanganinya atau menjelaskan ini semua pada Kei. Tetapi pengecut tetaplah pengecut. Aku menandatangani surat itu sebelum menjelaskan semuanya pada Kei. Kei berhak bahagia dengan lelaki lain yang mencintainya. Mungkin memang sampai disinilah pernikahan kami. Dan beberapa hari setelah itu, kami resmi bercerai.

Kehidupan pernikahanku dengan Rein lancar-lancar saja. Hanya saja seperti ada sesuatu yang kurang. Ada sesuatu yang terasa tidak pada tempatnya. Namun lagi-lagi aku mengabaikannya. Aku terlalu terobsesi untuk memilik Rein dan melupakan segalanya.

Semenjak aku menikah dengan Rein, aku tidak pernah lagi mengunjungi mama. Aku takut mama mengetahui semua ini. Bahkan mama tidak mengetahui kalau aku sudah menikah dengan Rein. Biarlah nanti kalau saatnya sudah tepat, aku akan menceritakan ini pada mama. Aku yakin mama akan menerima Rein karena memang mereka sudah kenal dari dulu.

"Lagi mikirin apa, Ken?" Rein mengelus pundakku.

Aku tersenyum. Mencoba menyembunyikannya. "Gak ada, Rein. Hanya saja aku bahagia akhirnya kita bersama"

Dia tersenyum lalu memelukku.

****

Pagi-pagi aku terbangun. Segera saja aku mandi dan bersiap-siap. Ketika aku selesai mandi, Rein sudah terbangun. Pakaianku sudah disiapkan olehnya.

Walaupun selalu menyiapkan pakaianku, Rein tidak pernah memasak untukku. Ketika aku bersiap-siap, dia juga akan bersiap-siap ke kantornya. Asisten rumah tangga lah yang selalu menyiapkan makanan untuk kami. Inilah yang membuatku terkadang merindukan Kei. Bahkan dengan lancangnya aku membandingkan antara Rein dengan Kei.

Dengan Kei, aku dilayani dan dihormati dengan baik. Ketika aku pulang, dia sudah menungguku dengan senyuman. Berbeda ketika menikah dengan Rein. Ketika aku pulang, dia terkadang masih berada di kantornya atau sedang meeting dengan klien.

Walaupun begitu, tetap aku mencintai Rein. Ya, aku yakin hatiku masih untuk Rein walaupun dia tidak seperti Kei. Rein begitu keras kepala, tidak sepeti Kei yang manis dan penurut. Aku pun terkadang heran kenapa tidak bisa mencintai Kei yang begitu manis.

****

Sudah lama aku tidak mendengar kabar tentang Kei. Sudah dua bulan berlalu sejak perceraian kami. Dan itu berarti sudah dua bulan juga pernikahanku dengan Rein. Aku sudah tidak bisa menyembunyikan keberadaan Rein dari mama. Rein memaksa ingin menjenguk mama. Oleh karena itu hari ini aku meminta mama untuk bertemu di café. Aku ingin menjelaskan tentang pernikahanku. Sengaja aku tidak memilih di rumah, karena aku tidak yakin apakah akan selamat setelah keluar dari sana.

Mama sudah datang terlebih dahulu. Segera saja aku melangkah menuju mama. Jantungku berdetak tidak karuan. Hari ini, aku akan mengakui dosa-dosaku pada mama. Semoga saja mama tidak kenapa-kenapa.

"Dari mana aja sih kamu, Ken? Udah lama gak ketemu mama. Segitu sibuknya?" mama langsung mencecarku dengan pertanyaan.

"Ada banyak yang Ken urus, ma. Makanya Ken mau ketemu sama mama. Ada yang ingin Ken ceritakan." Akue menatap kedalam mata mama. Mencoba menyalurkan apa yang ku rasa. Perasaan takut, bingung, deg-degan, semuanya bercampur menjadi satu.

"Cerita apa, Ken? Tadinya mama mau marah-marah dulu sama kamu. Tapi nanti aja deh, ini sepertinya masalah serius"

"Ma, mama masih ingat sama Rein?" tanyaku

"Rein? Rein yang teman kamu itu kan? Yang pindah ke Brunei?"

Aku mengangguk.

"Kenapa dengan Rein itu, Ken?" mama kembali bertanya padaku.

Aku terdiam. Bingung harus bagaimana menceritakannya. Lidahku kelu. Sampai akhirnya suara mama memcah lamunanku.

"Jadi... begini ma, Rein itu iya sahabat Ken dari dulu. Kami sudah lama terpisah karena Rein pergi ke Brunei. Tetapi tidak pernah seharipun rasa cinta Ken pudar untuknya. Beberapa bulan yang lalu dia kembali, rasa cinta itu masih ada, ma. Apalagi ketika Ken tau kalau dia juga mencintai Ken. Ken tidak berani jujur tentang status Ken yang sudah menjadi suami Kei. Ken terlalu takut kehilangan kesempatan untuk bersama Rein. Sampai pada akhirnya Ken melamar Rein. Pernikahan kami sudah berlangsung dua bulan yang lalu, ma. Maafkan Ken karena sudah membohongi mama. Ken dan Kei remi bercerai. Ken tidak tau darimana Kei mengenal Rein. Tetapi pada saat pernikahan kami, ada Kei yang datang bersama temannya. Dia melihatnya, ma. Berhari-hari setelah itu, Ken mendapatkan surat gugatan perceraian. Kami.... Sudah resmi bercerai, ma." Aku menghela nafas. Merasa lega akhirnya selama ini yang menjadi beban pikiranku akhirnya bisa aku ceritakan pada mama.

"Kamu..." suara mama bergetar, amarah terlihat jelas di matanya. Aku hanya bisa tertunduk.

"Sungguh mama malu punya anak seperti kamu, Ken. Entah siapa yang kamu tiru. Bahkan mama dan papa mu tidak pernah mengajarkan kamu untuk menjadi pengecut seperti ini. Kamu dengan mudahnya berkata seperti itu. Apa kamu tau apa yang sudah dialami Kei? Pantas saja kamu tidak datang di pemakaman daddy nya. Entah kamu tidak tau atau kamu tidak ingin datang"

Aku terkejut mendengarnya. Daddy nya Kei meninggal? Lalu bagaimana Kei sekarang? Karena aku tau hanya daddy nya lah keluarga Kei satu-satunya.

"Mama tidak akan memaafkan kamu, Ken. Pergilah kamu dengan istri baru mu itu. Suatu saat, ketika kamu mengetahui semuanya. Kamu akan sangat menyesal, Ken. Dan semoga saja kamu tidak terlambat untuk memperbaikinya." Mama berlalu meninggalkan ku.

Lama aku duduk terdiam. Pasti berat apa yang sudah dilalui Kei. Dia kehilangan daddy nya dan suaminya. Walaupun aku tau Kei tidak mencintaiku, tapi pasti ini menyakitkan untuknya.

Aku berjalan meninggalkan cafe ini. Aku mengendarai mobilku tak tentu arah. Seperti orang linglung. Rasa bersalah yang dulu aku kubur kini kembali muncul. Brengseknya aku. Pengecut!

Sudah tengah malam ketika akhirnya aku pulang ke rumah. Tidak ada Rein di kamar kami. Dia pasti sedang sibuk dengan urusan pekerjaannya. Masa bodoh. Aku sedang tidak ingin peduli. Baguslah malam ini aku sendiri, jadi rasa bersalah itu semakin menghantuiku. Biar. Biarkan begini. Setidaknya walaupun sedikit, aku dapat merasakan sakit yang dirasakan Kei.

****

Aku terbangun ketika jarum jam menunjukkan pukul duabelas siang. Rein sudah tidak ada disampingku. Mungkin dia sudah pergi ke kantor tadi pagi. Aku memutuskan untuk mencuci wajahku.

Ketika aku ingin mengambil baju ganti di lemari, aku dibuat terkejut karena tidak ada satupun pakaian Rein yang tersisa. Apa-apaan ini. Kemana perginya dia. Beraninya dia pergi tanpa izinku.

Aku menyambar telepon genggamku, mencoba menghubungi Rein. Sialnya teleponku tidak terhubung. Rein mematikan ponselnya. Apa-apaan ini. Kemana perginya dia.

Aku mencoba mencari Rein ke kantornya. Tetapi kata sekretarisnya, Rein tidak kembali ke kantor setelah meeting dengan klien. Aku takut terjadi sesuatu padanya. Tetapi kata sekretarinya, Rein semalam menelponnya. Rein meminta ia untuk menangani masalah perusahaan sementara Rein pergi. Namun Rein tidak mengatakan akan pergi kemana. Sial!

****

Udah enggak flashback lagi kan ini? hehehe, sabar yaa karena udah ada alurnya kok ;)

Votment nya jangan lupa ya :D

Im not the only oneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang