Bagai Batu Jatuh Ke Lubuk

7.7K 398 48
                                    

Sesampainya di Tokyo, Ken berjalan tergesa-gesa, matanya mengawasi sekitar, mencari taksi kosong yang bisa mengantarkannya dengan segera. Ketika matanya menangkap sebuah taksi yang kosong, segera saja dia menyambar pintu taksi itu. Ken menyebutkan tujuannya pada supir taksi. Rumah orangtua Kei, itulah satu-satunya tempat yang diharapkan Ken menjadi tempat persembunyian Kei selama ini.

Di perjalanan, Ken tidak henti-hentinya menarik napas dan menghembuskannya dengan berat. Jantungnya berdegup dengan kencang. Jari jemarinya saling meremas. Berkali-kali ia merapalkan doa agar Kei memang berada di Tokyo.

Dia tidak bisa tenang saja ketika mengetahui Kei mengandung anaknya. Memang mamanya tidak mau memberitahu kejelasan mengenai hal ini. Tapi dia yakin kalau Kei memang mengandung anaknya. Darah dagingnya. Buah hatinya.

Dia tidak akan melepaskan anaknya. Terserah Kei mau menerima kedatangannya atau tidak. Ken berjanji akan berusaha membuat Kei luluh kembali sehingga mereka bisa bersatu kembali dengan anak mereka nanti. Tidak peduli seperti apa penolakan Kei nanti, dia akan terus berjuang. Sekarang ini yang terpenting adalah menemukan keberadaan Kei, jadi dia bisa segera membujuk Kei agar kembali padanya. Walaupun dia tau, ini tidak akan mudah. Dia sadar kalau yang ia perbuat selama ini sudah keterlaluan. Dia menikahi perempuan lain sementara Kei masih berstatus istrinya.

Taksi berhenti di depan pekarangan rumah. Setelah membayar ongkos, Ken segera saja berlari kedalam rumah. Disana dia bertemu salah seorang penjaga rumah. 

"Dimana Kei?" tanya Ken tidak sabaran pada bibi penjaga rumah.

"Nona Kei? Maaf tuan, nona Kei tidak ada disini. Terakhir kali nona disini ketika Ayahnya meninggal." 

Ken menggeleng tidak percaya. Dia masuk lebih dalam, mengitari keseluruhan rumah. Mendobrak seluruh pintu ruangan. Berharap bibi penjaga rumah tersebut berbohong. 

Seluruh ruangan sudah diperiksanya. Tapi tidak ada satupun tanda-tanda keberadaan Kei. Ken menuju taman belakang. Harapan terakhirnya akan keberadaan Kei dirumah ini. Namun lagi-lagi tidak ada tanda-tanda Kei disana.

Ken mengacak rambutnya. Dia sungguh sangat frustasi. Bagaimana bisa tidak ada sedikitpun tanda-tanda keberadaan Kei. Kemana lagi dia harus mencari kalau Kei seperti hilang ditelan bumi begini.

Ken duduk di salah satu bangku taman. Memandang lelah keadaan sekitar. Kalau Kei tidak berada di rumah ini. Lalu dimana lagi dia harus mencari Kei?. Bagaimana dia bisa memulai usahanya untuk membujuk Kei kalau keberadaan Kei saja tidak jelas ada dimana.

****

Lama Ken berdiam diri di bangku taman rumah Kei. Setelahnya dia bangkit dan berjalan dengan lesu. Tadi Ken sempat menelpon asistennya di Jakarta. Memintanya untuk memesan tiket pulang untuk Ken. Dia akan pulang hari ini juga. Tidak ada gunanya dia lama-lama disini karena apa yang dicarinya tidak ada disini.

Setelah berpamitan pada bibi penjaga rumah, Ken masuk ke dalam taksi, menyebutkan tujuannya pada supir taksi. Sempat terlintas di pikirannya untuk mengunjungi Sobo di Kyoto untuk menenangkan dirinya sejenak. Tapi kemudian ia berpikir, bagaimana kalau Sobo menanyakan tentang Kei yang tidak ikut bersamanya. Ia tidak tau harus menjawab apa nanti. Makanya ia lebih memilih untuk kembali ke Indonesia.

Sepanjang perjalanan dari rumah ke bandara, mata Ken mengawasi pemandangan diluar dari jendela taksi. Masih tersisa sedikit harapnya dapat melihat Kei diantara para pejalan kaki diluar sana. Namun tetap sia-sia,  bahkan ketika akhirnya taksi berhenti di bandara, tidak ada Kei diluar sana.

****

Di tempat lainnya, Kei sedang menikmati jalan-jalannya dengan Rein dan Stef. Kei meminta mereka untuk menemaninya membeli perlengkapan bayi. Kandungannya sudah memasuki bulan kedelapan. Tinggal satu bulan lagi anaknya akan lahir tapi dia belum sempat membeli perlengkapan bayi. Sebenarnya ini juga cara Kei untuk mendekatkan Rein pada Stef. Stef yang malang masih saja tidak berani mengambil langkah untuk mendapatkan hati Rein sehingga akhirnya Kei merasa kalau dia harus turun tangan untuk membantu Stef.

"Aduuuuh" seru Kei. 

Stef dan Rein yang sedari tadi asyik mengobrol pun tersentak. Mereka segera menghampiri Kei.

"Ada apa Kei?" tanya Rein cemas.

"Kaki aku sakit banget, Rein. Pegal." Kei memasang wajah sedihnya.

Stef menggeleng. Dari awal dia tidak menyetujui ide Kei untuk berjalan-jalan di Mall. Lihatlah dengan perut yang sudah membesar seperti itu, mana bisa Kei berjalan-jalan keliling Mall. Tapi Kei tetap memaksa, dan sekarang dia malah mengeluh kalau kakinya pegal.

"Makanya kalau aku bilangin nurut deh, Kei. Yaudah kita istirahat aja dulu." ajak Stef akhirnya.

Kei menggeleng. "Tapi aku pengen box bayi yang disana, Stef" telunjuknya mengarah pada sebuah toko yang berada di lantai atas.

"Mana bisa kamu kesana kalau lagi pegal gitu" Stef mendelik. Dia kesal dengan kelakuan sahabatnya ini yang keras kepala.

"Makanyaaaa kamu sama Rein tolongin ya kesana beliin box bayi nya. Yang tadi di rumah aku tunjukin fotonya itu lho, Stef. Janji deh abis ini kita pulang. Ya ya ya?" Kei memasang wajah memelasnya. Berharap Stef mau mengabulkan keinginannya.

"Ya sudah, kamu duduk disini aja. Jangan kemana-mana lagi oke?" Stef akhirnya mau menuruti permintaan Kei.

Kei mengangguk dengan semangat. "Sekalian beliin aku ice cream greentea ya, Rein" Kei mengedipkan matanya berkali-kali.

Rein tertawa. Lihatlah Kei ini, sungguh dia lucu sekali kalau sedang ngidam seperti ini. Rein pun mengangguk, mengiyakan permintaan Kei. 

Kei terkikik ketika Stef dan Rein sudah berjalan menjauh. Akhirnya berhasil juga rencananya untuk mendekatkan Stef dan Rein. Biarlah mereka jalan-jalan dulu di Mall. Kei memilih pulang duluan naik taksi. Lagian dia berbohong tentang kakinya yang pegal.

Sebelum mencari taksi, Kei mengetik pesan untuk Stef.

Stef, aku pulang naik taksi ya. Enjoy ur time. Jangan pikirin aku, kaki ku gak sakit kok :p Pokoknya bayiku harus segera punya om dan tante. Awas lho jangan kelamaan dilamar, nanti diambil kucing!

Kei terkikik membaca pesan yang ia kirimkan pada Stef. Di tempat lain, Stef sedang kesal karena membaca pesan yang dikirimkan Kei.

****

Akhirnya bisa update cerita ini. Lagi banyak urusan yang harus aku selesaikan akhir-akhir ini. Ditambah lagi tugas, presentasi dan uts. Jadi yah cerita ini terbengkalai.

Jumat-sabtu (kadang-kadang hari Minggu juga) aku pake buat kuliah. Selain itu aku pake buat bikin tugas, tugas kelompok dan ngurusin hal lain nya. Semenjak jadi mahasiswi lagi, waktu aku berkurang buat nulis. Semoga kalian masih tetap sabar ya nungguin cerita ini :D

Maaf kalau update nya lama, kalau ada waktu, aku sempatin buat update kok :)

Daaaan jangan lupa buat votment ya :D

Im not the only oneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang