Chapter 1

26.6K 669 10
                                    

"Ya terus aku harus gimana? Mbak Kirei kan harus tinggal sama mertuanya, ga mungkin juga aku harus ikut sama mbak Kirei lah," ucap Luna. "Lo kan bisa tinggal sama bibi Mar, kenapa harus ikut tinggal sama gue?" umpat Rifqi. "Aku udah gak sanggup kalo harus tinggal sama bibi Mar, ayolah peduli sedikit sama aku, kakak macam apasih kamu tuh," omel Luna.

...

Pada akhirnya aku berhasil keluar dari neraka yang bernama "Rumah Bibi Mar" serius deh, aku bisa gila kalo tinggal lebih lama disana. Cowok yang lagi ngedumel sambil menyetel gitar didepanku ini namanya Rifqi, kakak keduaku. Makhluk paling nyebelin sejagat itu tega meninggalkan aku di "neraka" selama liburan kemarin.

"Gue masih gak habis pikir kenapa lo harus tinggal bareng gue disini."
"Kamu pengen enaknya doang, aku ditinggalin di 'neraka', dasar."
"Ya gue kan cowok, wajar dong gue lebih milih tinggal sendirian."
"Berisik deh, ngomong nih sama upil aku."
"Rese."
"Lah, kamu yang rese."

Aku beranjak dari sofa dan berjalan ke lantai dua dimana kamarku berada. Aku tak habis pikir, kenapa sih aku bisa punya kakak yang anehnya gak ketolongan kayak dia. Ah jadi teringat kejadian kemarin sore.

"Udah balik sana kerumah bibi Mar," ucap Rifqi. "Pelit amat sih jadi orang, rumah ini kan rumah aku juga!" amuk Luna. "Kalau lo tinggal disini nanti gue bisa repot, udah balik sana!" balas Rifqi sambil menutup pintu sekencang mungkin. "Rifqi!! Ih nyebelin banget sih! Tolong dong aku gak mau balik lagi ke rumah bibi Mar," pinta Luna sambil menghujani pintu dengan ketukan tak sabar. Pintu terbuka dengan kasar, "Ah, lo rese ya, yaudah lo boleh tinggal disini."

Luna mengepalkan tangan sambil berteriak kegirangan, namun saat dia berusaha masuk kedalam, Rifqi berkata, "tapi jangan pernah bilang ke siapapun disekolah kalo lo adik gue."

Syarat paling aneh sejagat, serius deh, aku jadi penasaran bunda dulu ngidam apa pas hamil Rifqi. Lagipula siapa juga yang mau punya kakak kayak dia, kalian mau? Aku rasa nggak deh.

"BakaLuna! Cepetan turun!"
"Apasih?! Aku baru aja naik! Nanti saja aku mau beres-beres dulu!"

...

Rifqi menyodorkan selembar kertas yang berisi daftar pekerjaan rumah yang harus diselesaikan mereka berdua selama tinggal dirumah.

"Apa-apaan ini?! Gak mau ah!"
"Heh yakali gue yang harus ngerjain semuanya!"
"Bego, aku yang harusnya ngomong gitu! Masa kamu cuma cuci baju doang? Mana cuma baju kamu aja lagi."
"Gue kan cowok, lagian gue juga kerja part-time. Berhubung lo cuma sekolah, semua gue serahin ke lo. Oke?"
"Peduli amat kamu cowok atau cewek, tetap saja pembagian tugasnya nggak adil! Setidaknya tambah tugas cuci piring kek!"
"Sip gue cuci baju plus cuci piring, adil kan? Udah, gue ada perlu diluar."
"Ih gak mau! Rifqi! Ini masih belum adil! Rifqi! Rifqi aho!"

Mengumpat, sumpah serapah keluar dari mulut Luna. Ia tak habis pikir kenapa ia harus lahir sebagai seorang adik dari laki-laki bernama Dwirifqi Darmawan. "Daripada lo sumpah serapah kayak gitu lebih baik mulai 'PR' lo, gue mau keluar dulu sebentar," ucap Rifqi sambil berjalan menuju pintu utama.

"Lihat saja, aku akan membalas semuanya."

...

"Menyebalkan, kakak macam apa dia itu," ucap Luna sambil menyapu lantai. Lagipula siapa sih, yang mau kepo soal status kekeluargaan kami berdua? Memangnya dia itu siapa sampai dia harus menjaga image-nya, dasar menyebalkan.

Seketika pemikiran itu hancur ketika aku tiba disekolah. Rifqi, Ketua OSIS, disekolah baruku? Kau pasti bercanda.

...

"Selamat siang murid-murid, hari ini saya membawa murid baru, Haniefa silahkan perkenalkan diri," ucap bu Kirana. Akupun mengangguk, "Selamat siang, nama saya Haniefa Luna, biasanya saya dipanggil Luna."
"Ibu kemari mau memberitahu, hari ini para guru akan mengadakan rapat. Jadi kalian diminta untuk..." belum sempat perkataan bu Kirana terselesaikan, seorang anak laki-laku dengan pakaian yang berantakan berteriak, "pulang, yeah!"

Seketika itu juga kelas menjadi riuh dengan sorak-sorakan. "Ajo! Kembali ketempat, sekarang!" bentak bu Kirana. "Karena kalian ribut, ibu tambahkan tugas untuk kalian, merangkum 2 bab, dikumpulkan jam istirahat pertama, kerjakan!" ucapnya lagi. Aku merinding, bu Kirana luar bisa, mengerikan maksudnya. "Haniefa, silahkan duduk ditempat yang kosong. Semoga kamu kerasan disini ya," ucapnya sambil berlalu. "T-Terima kasih bu."

"Haniefa, kenalin namaku Ana, semoga kamu betah ya disini," ucap teman sebangkuku, gadis berambut panjang yang dikuncir kuda, Ana. Aku tersenyum, "panggil Luna aja, biar lebih akrab." Diapun tertawa. Teman pertamaku, orang yang ramah, syukurlah.

....

"Kamu kok gak bilang-bilang kalau kamu ketos?" ucapku sambil menaruh makan malam diatas meja. "Buat apa?" jawabnya, sebenarnya dia balik bertanya. Aku mendengus kesal. Maksudku, halo, ketua OSIS kan jabatan paling tinggi diantara murid-murid, dan kamu biasa aja? "Daripada bahas masalah gue, lo gak ngomong 'kalian harus tau, ketua OSIS sekolah ini kakak gue loh' kan?"

Serius deh, ada apa dengan orang ini. "Ngapain juga bilang-bilang, aku kan bukan orang penting," ucapku sembari membuang muka kesal. "Bagus deh kalau sadar diri." Kesal, akupun melempari wajahnya dengan selada yang tersaji diatas meja. Dia hanya menghindar sambil tertawa kencang.

Sialan. Rifqi kampret. Kalo saja kuku-kuku milikku ini panjang, akan kucabik-cabik mukanya. Bunda, kenapa aku harus jadi adiknya Rifqi? Hiks hiks.

Telepon rumah berdering. Buru-buru aku menatap Rifqi yang ternyata malah sudah menatapku daritadi. Sial, aku kalah cepat. Dengan langkah gontai aku menuju ruang tengah.

"Halo?"
"Luna! Dasar bodoh! Kenapa kalian malah balik kerumah?!"

Astaga. Mimpi buruk.

"Maaf, maaf, tapi..."
"Gak ada tapi tapi, mana Rifqi?! Dasar brengsek anak itu selalu saja cari masalah."

Aku menatap Rifqi, iapun dengan malasnya beranjak dari ruang makan dan berjalan kearahku. Ia menatapku tajam. Halo, aku kan gak bilang apa-apa sama mbak Kirei, kenapa marah sama aku?

Perempuan yang baru saja berteriak-teriak di telepon itu adalah mbak Kirei, kakak pertamaku. Orang itu jadi sensitif semenjak, ah aku tidak mau membahasnya, terlalu menyakitkan.

Dari ekspresi Rifqi, sudah dapat dipastikan mbak Kirei menceramahinya habis-habisan. Dan, Rifqi pun berkata, "berisik ah," lalu menutup sambungan telepon lalu menatapku lagi.

"Lo nyebelin banget sih?! Kenapa harus bilang-bilang sama mbak Kirei kalo gue disini?!"
"Kenapa nyalahin aku?! Aku gak ngomong apa-apa juga, dasar Rifqi nyebelin! Aku benci sama kamu!"

Rifqi berdecak kesal. "Oke! Kalau lo benci sama gue, fine! Gue pergi dari rumah ini!" Aku hanya terperangah mendengar kata-katanya. Pergi? Dari rumah ini?

"Apaan sih gak dewasa banget! Payah! Rifqi payah!!"
"Berisik!"

Ia melangkah kasar, lalu mengambil jaket dan kunci motor. Menyalakan motornya lalu bergegas keluar dari garasi.

Aku berteriak sekencang-kencangnya ketika motor Rifqi perlahan meninggalkan rumah.

"Rifqi! Jangan pergi! Jangan tinggalin aku!"

"Jangan tinggalin aku, brengsek!"

"Rifqi!"

"Kakak!!"

-----
Jaaan! saya bawa cerita baru ihihi
Semoga kalian suka. Mencoba yang ringan-ringan sajalah wkwk

Brother & Me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang