Chapter 35

3.5K 205 11
                                    

Semua berjalan seperi biasa, kakak yang masih berdebat tidak penting denganku. Mbak Kirei yang kandungannya sedang lemah jadi tinggal dirumah untuk istirahat, mas Deva kerja seperti biasa, Ana, Sania dan Axel masih berisik seperti biasanya, Dika masih misterius seperti biasanya, dan kak Raka yang masih berungkali mengajakku bermain.

Haruskah kutolak ajakannya? Tapi entah mengapa rasanya aku selalu ingin menerima ajakannya, apakah aku suka padanya? entahlah.

"Ngelamun bae," ucap Rifqi mengagetkanku. "Astaga! Ih kakak!" keluhku. Rifqi tertawa. "Mikirin Raka pasti," ucapnya. "Dih sotau," ucapku. "Emang tau kok," ucap Rifqi. Aku menjulurkan lidahku padanya.

"Kenapa lagi?"

"Gatau deh"

"Pengen hilang aja rasanya"

"Anak ilang pengen ilang lagi?"

"Ih!"

Rifqi tertawa terbahak-bahak. "bukan itu maksudnya!"

"iya, terus kenapa"

"aku salah gak sih kak ngasih kak Raka kesempatan buat tetep ngobrol sama aku?"

"salah gak salah sih"

"maksudnya apaan sih, yang jelas dong ngomong tuh"

"agdyrnsha"

aku tertawa sembari memukuli Rifqi. "Apaan sih gaje banget dah!"

"Ya kan itu baru gak jelas"

"Astaga"

"Maksud gue tuh, tergantung lo nempatinnya gimana"

Aku terdiam mencerna omongannya. Rifqi menghela napas. "Maksudnya, kalau dilihat dari sisi orang lain mungkin kebanyakan orang akan berkata itu salah, karna mungkin ada yang berpikir Raka gak pantes buat dapet kesempatan kedua, tapi balik lagi sama lo nya, kalau emang hati lo berkata gapapa ya gapapa berarti"

Aku melotot. "K-kakak tau?"

"Ya taulah bege, gue kan udah bilang gue punya intel"

"Terus?"

"yah jujur gue kecewa, terlebih adek gue yang dia gituin, tapi balik lagi, gue rasa belum waktunya gue ikut campur dalam masalah lo ini"

Akupun mengangguk. "Dah ah temenin gue gitaran aja dah"

"Asik, gitaran apa nih"

"dangdut"

"hah? sejak kapan kaka suka dangdut astaga"

"percaya aja"

"ih pembohong"

"bodo lun"

Ya akhirnya malam itu kita gitaran sampai ditegur mas Deva.

"Kak, kita tidur depan TV aja yuk," ajakku. "Angin apa dah?" tanya Rifqi. "Biar sambil nonton, ayo ih," ajakku. Rifqo memutar bola matanya malas. "Ayo deh," ucapnya.

Aku melompat-lompat kecil dan berlari ke kamar. Mengambil selimut dan bantal, Rifqi juga melakukan hal yang sama.

"Kak"

"hm"

"masih galau"

"kapan kamu gak galau dek"

"ih jangan gitu dong"

"lah emang iya kan"

"huh sebel"

Rifqi tertawa jahat. dasar.

Brother & Me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang