Chapter 8

6K 343 1
                                    

Hari ini aku tidak diperbolehkan ke sekolah. Serius deh, aku kan cuma keseleo kenapa sampai segitunya? Kemarin aku dimarahi habis-habisan oleh mbak Kirei karena kakiku yang keseleo ini. Mbak Kirei bilang kalau aku itu benar-benar ceroboh. Serius deh, kejadian aslinya kan bukan aku yang ceroboh. Mbak Kirei memaksaku untuk pergi ke dokter bersamanya, ayolah, aku cuma keseleo!

"Mbak, gak usah deh ya," ucapku yang tengah duduk diruang tamu menunggu mbak Kirei selesai memakai makeupnya. "Haniefa Luna Darmawan, kamu tuh gak bisa dibilangin ya? Mbak tuh khawatir sama kamu, kalo ternyata nggak cuma keseleo gimana?" ceramah mbak Kirei. "Mbak Kirei mendoakan aku kenapa-kenapa nih?" tanyaku iseng. "Bukan begitu dasar bodoh! Kita harus selalu siap untuk kemungkinan yang terburuk," ucap mbak Kirei setelah selesai memakai lipstick. "Ayo sini mbak papah," ucap mbak Kirei mengulurkan tangannya. Aku dengan berat hati menerima uluran tangannya. Aku sangat malas untuk pergi ke tempat yang seluruh temboknya berwarna putih, perlu diketahui aku phobia terhadap rumah sakit, dan sekarang aku malah mau pergi kesana.

Syukurlah aku memang hanya keseleo, aku tak tahu apa yang akan terjadi jika aku mengalami hal yang lebih parah. Setelah mengantarku kembali ke rumah, mbak Kirei langsung pergi lagi untuk bekerja. Tadinya kupikir mbak Kirei mengambil cuti kerja ternyata dia hanya izin setengah hari. Di rumah sendirian itu sangat membosankan, bahkan mendengarkan lagupun tak bisa membunuh rasa bosanku.

Haruna_HaniefaLuna
An~

Anastasya.R
Kemana aja lo? Gue sendirian :(

Haruna_HaniefaLuna
Di rumah :( sumpah bosen banget

Anastasya R.
Fix hidup lo enak banget Lun

Haruna_HaniefaLuna
Enak darimana, sakit banget nih kakiku

Anastasya R.
Nanti pulang ekskul gue sama Axel mau jenguk lo, minta alamat dong

Haruna_HaniefaLuna
Rumah aku jauh, gak usah. Bikin repot sumpah

Anastasya R.
Eh kenapa sih lo selalu menghindar kalo ditanya soal rumah? Lo pengedar narkoba ya? Haha

Haruna_HaniefaLuna
Haha sialan lo. Nggak lah, ya udah kalo maksa, Jl. Kenanga no. 21 rumah dua lantai cat biru pagar hitam :b

Anastasya R.
Dih lengkap amat sama ciri-ciri rumah segala haha. Okay tunggu kedatangan kita-kita yaa

Anastasya R.
Send a sticker

Haruna_HaniefaLuna
Send a sticker

Oh benar. Aku harus beritahu Rifqi.

Haruna_HaniefaLuna
Qi, nanti temen-temen aku mau pada kerumah

Dwirifqi Arief
Ya terus kenapa?

Ya ampun. Ini orang, bego ya?

Haruna_HaniefaLuna
Kamu bego apa gimana sih? -_-

Dwirifqi Arief
Gue balik dulu nanti, terus langsung pergi lagi

Serius deh, ini orang nyantai banget. Minta ditampol. Jam 1 siang aku masih berkutat dengan handphoneku dan bersantai diatas sofa ruang keluarga. Tak berapa lama kemudian, Rifqu tiba dirumah dan membuka pintu dengan kasar. "Dih apaan sih, kamu kok buka pintunya gitu amat?" tanyaku. "Diem lo. Sumpah gue lagi gak mood buat ngomong," ucapnya sambil berjalan melewatiku kearah tangga. "Salam dulu kek, apa kek, cih dasar," ucapku kembali terfokus pada handphone. Setelah beberapa lama ia kembali turun dan lekas pergi entah kemana. "Sumpah deh, gak bisa dipercaya kalau orang itu ketos, gak ada sopan-sopannya, dateng main masuk pergi main pergi," omelku kesal. "Ah sial, aku lupa minta Rifqi ambilin nasi buat makan siang, duh mana sakit banget kalau dipake jalan, gimana ya?" umpatku. Argh, menyebalkan.

Haniefa Luna
An, kalau jadi kesini nitip makanan dong :((

Anastasya R
Jadi kok, mau nitip apa?

Haniefa Luna
Apapun deh, yang penting bisa dimakan dan enak :p

Anastasya R
Siap! Ready for an hour

Haniefa Luna
Sip. Thanks nanti dutinya aku ganti


Benar saja, sejam kemudian mereka sampai kerumahku. "Lun, rumah lo besar banget, gue jadi penasaran kenapa lo gak pernah mau ngajak kita ke sini," ucap An sembari melihat sekeliling. "Biasa aja, rumahku gak besar-besar amat," ucapku. Axel langsung duduk diatas sofa dan bersandar. "Gila, lumayan jauh juga ya, lo kenapa gak bawa motor aja fa?" tanya Axel. "Males, hehe," jawabku. "Oh iya, kalian kalau mau minum ambil sendiri ya, taulah aku gak bisa jalan hehe, dapurnya di belakang tuh, keliatan kan kulkasnya?" ucapku sembari menengok kearah dapur. "Orang tua lo kemana Lun? Kerja?" tanya An. Aku sedikit terkejut sedikit ragu untuk menjawab namun akhirnya mulutku terbuka, "Orang tua aku udah gak ada. Mereka udah meninggal waktu aku kelas 6 SD."

An dan Axel terkejut mendengarku, dan menunjukan raut muka bersalah. "Udah deh, gak apa-apa kok, haha, cepet ambil minum, aku yakin kalian haus berat haha," tawaku. An berjalan menuju dapur dan membawa nampan berisi satu botol besar air mineral semangkuk es dan lima gelas kosong. "Kok lima? Banyak amat?" tanyaku. "Dika sama Sania lagi otw," ucap An santai. Mukaku terasa panas, Dika? Seriusan Dika dateng kesini?

"Udah deh gak usah salting gitu haha," tawa An dan Axel menggelegar. Aku melempari mereka berdua dengan bantal sofa. Serius deh mereka hobi banget godain aku. Bikin kesal. Tak berapa lama kemudian Dika dan Sania pun tiba sambil membawa pesananku.

"Eh Lun, lo berapa bersaudara sih?" tanya Sania. "Tiga, kakak cewek aku udah nikah, yang satu lagi kakak cowok," ucapku. "Kakak cowok?! Boleh dong kenalin ke gue," ucap An. "Gak, gak mau, kamu kan udah punya Axel ngapain sama kakak aku?"

Tawa kami menggelegar. Rumah ini kembali terasa hangat, mungkin memang seharusnya aku lebih sering mengundang teman-temanku kesini. Rasanya menyenangkan sekali.

"Eh gue pengen makanan, Xel anterin gue," pinta An. "Modus aja itu, An pengen jalan bareng Axel," ucap Sania sambil tertawa. Aku dan Dika tertawa kencang, An hanya menjulurkan lidahnya sementara Axel terlihat sedikit ragu. Akhirnya mereka pun berangkat untuk membeli makanan untuk kami semua. "Lun, toilet sebelah mana sih?" tanya Sania. Aku menengok kearah belakang dan menunjukan pintu ke-3. "Disana tuh, saklar lampunya ada disebelah pintu ya," ucapku. Sania segera beranjak dan berjalan menuju toilet. Tinggalah aku dan Dika diruang tamu, dia fokus dengan handphonenya sampai, "Yang kemarin kakak lo?"

"Eh? Bukan, itu kakak ipar, suaminya mbak Kirei," ucapku. Duh jantungku gak mau berdetak dengan lambat. "Oh," sahutnya. "Oh aja gitu?" tanyaku sedikit terkejut dengan responnya. "Ya terus mau respon apalagi?" tanya Dika. Spontan aku melempar bantal sofa padanya. "Eh apaan sih lo?" ucap Dika sambil melempar balik bantal itu. "Lo nyebelin," ucapku. "Ya terus gue harus respon apa? Gue mana tau lah lo maunya apa," ucap Dika. "Ya ampun kalian, ditinggal bentar langsung mesra-mesraan," ucap Sania. "Kita gak mesra-mesraan!"

Aku terkejut karena Dika mengucapkan kalimat yang sama persis denganku dan sepertinya Dika juga begitu. Sania tertawa. "Tuh kan kalian kompak banget, kapan jadian?" tanya Sania. "Kita gak bakal jadian!"

Dika kembali terfokus pada handphonenya ketika Axel dan an kembali. "Kita ketinggalan apaan nih?" tanya Axel. "Diem lo San," ucap Dika. "Tadi mereka mesra-mesraan pas gue tinggal ke toilet, haha," ucap Sania sambil menahan tawa. "Kampret lo San," ucapku dan Dika berbarengan. "Ya ampun, jadi kalian, kapan diresmikan? Haha," tawa An menggelegar mendengar kami berdua. Ah sial. Menyebalkan.

-----

Brother & Me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang