Chapter 12

5.6K 327 2
                                    

Disinilah aku berdiri, memandangi dua anak manusia yang tengah bersepeda malam-malam di taman Avor. Aku benar-benar tidak tahu apa yang ada dikepala dua anak manusia itu. Mereka sudah gila atau apasih?

"Ih, kak Raka jangan ngebut."

Ya. Benar. Dua anak manusia yang tengah bermain sepeda malam-malam di tengah taman Avor adalah, Raka dan Luna. Aku tak habis pikir kenapa Luna mau-mau saja diajak bersepeda malam-malam begini. Untung saja mbak Kirei dan mas Deva sedang tidak ada di rumah jadi aku bisa dengan mudah mengikuti mereka.

Tawa canda mereka benar-benar menggangguku. Bagaimana bisa sih Raka mengajak adikku keluar malam-malam begini, pakai acara berbohong padaku kalau dia tidak bisa latihan pula. Lihat saja besok akan kuhukum kau.

"Fa, kalau lo lama gue tinggal," tawa Raka. Apa-apaan anak itu, bisa-bisanya mengajak anak perempuan main malam-malam. "Ih jangan dong," ucap Luna. Tapi akhirnya ia menyerah dan memarkirkan sepedanya disamping kursi taman lalu duduk diatas kursi tersebut. Raka tertawa lalu ikut memarkirkan sepedanya disamping sepeda Luna. Perlu kalian ketahui bahwa aku juga membuntuti mereka menggunakan sepeda dan sepedaku tergeletak menyedihkan disampingku dibalik semak-semak.

Jika aku bisa mendatangi mereka sekarang aku pasti sudah menampar pipi Raka, berani-beraninya anak itu merangkul Luna. Ini tak bisa dibiarkan, perlu dipisahkan sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Dwirifqi Arief
dimana lu bocah? Cepet balik udah malem

Haniefa Luna
aku di taman Avor, bentar lagi deh

Dwirifqi Arief
balik sekarang atau pintu tumah gak bakal gue bukain

Seketika Luna beranjak dari kursi taman. Ia terlihat seperti berpamitan pada Raka, dan Raka ikut beranjak lalu menuntun sepedanya. Aku dengan secepat kilat bangkit dan membawa sepedaku pergi dari taman Avor. Taman yang cukup jauh dari rumah, kurasa akan menyenangkan kalau aku mengerjai Luna terlebih dahulu. Senyuman jahat berkembang diwajahku, "Lihat saja, aku akan membuatmu tak ingin keluar malam lagi, bocah."

Sampai didepan komplek ku belokkan sepedaku ke minimarket dan mulai memilih beberapa snack untuk persediaan dirumah. Ketika kulihat Raka dan Luna melewati minimarket tersebut aku tertawa, lihat saja.

Haniefa Luna
Kak, aku dikunciin beneran? :((

Dwirifqi Arief
tidur diluar aja lo. gausah gedor-gedor pintu rumah, ngeganggu tetangga aja lo

Haniefa Luna
astaga kakak, dingin ih :( jangan kejam napa sama adik

Dwirifqi Arief
suruh siapa lo telat pulang

Setelah berdiam diri sekitar 10 menit di minimarket akupun keluar dan menjalankan sepedaku, berbelok dibelokan kedua dan memasuki halaman rumah. Kulihat Luna tengah memeluk lutut didepan pintu rumah. "Nunggu siapa dek?" ucapku dengan nada meledek. Luna menoleh dan berdiri. "Ih kakak! Darimana? Parah aku diisengin kaya gini," ucap Luna bergetar hampir menangis. "Suruh siapa lo pulang telat, yaudah jadi bahan kan," ucapku membuka kunci pintu rumah dan masuk kedalam rumah lalu mencoba menutup pintunya. "Kakak! Aku beneran mau dikunciin diluar?" ucap Luna memelas. "Menurut lo?" ucapku. "Jangan dong," ucap Luna memelas. Perlu kalian ketahui, Luna benar-benar memelas dengan wajah yang menyedihkan, tak kuasa aku menahan tawa.

"Lo percaya aja mau gue kunciin, udah cepet masuk," ucapku membuka lebar pintu. Dengan secepat kilat Luna berlari kedalam rumah. "Lah, si ege, main masuk aja lo, salam dulu kek," ucapku berpangku tangan. "Peduli amat!" ucap Luna menjulurkan lidahnya. Aku menggelengkan kepala, semacam menyesal membukakan pintu rumah untuknya, mungkin harusnya kukunci saja ia diluar rumah.

Saat aku memasukkan sepedaku dan sepeda Luna kedalam rumah, Luna duduk diatas sofa ruang tamu. "Lo tadi pake sepeda bukannya langsung dibawa kedalem ya, dasar bocah," omelku. "Biarin, males," ucap Luna memainkan ponselnya. "Heh, gak ada tanggung jawabnya ya lo," omelku berkacak pinggang. "Kan ada kakak," ucapnya lagi. "Dasar kampret, minta ditampol ya," ucapku. Luna hanya tersenyum manis melihatku. "Lo main sepeda malem-malem gini sama siapa?" tanyaku. Luna terdiam, "Sama Axel."

Buat apa dia bohong? Kenapa dia berbohong? Biarlah kubiarkan saja dulu.

"Mbak Kirei kapan pulang sih," tanya Luna masih memainkan ponselnya. "Itu hp yang lagi dipegang fungsinya apa ya?" ucapku. "Ih aku kan cuma nanya doang, galak amat," omel Luna. "Lu bego sih," ucapku. "Bodo!"

Luna langsung beranjak pergi menuju kamarnya. Dih marah? Harusnya juga aku yang marah. Bodo amat ah.

Dan pintu rumah pun diketuk, kaget sih. Namun aku langsung beranjak dan membukakan pintu. "Luna mana Qi?" tanya mbak Kirei sambil masuk kedalam rumah.

"Tau ah."
"Lah kenapa lagi lo sama dia?"
"Bodo ah, sensian males."
"Mas Deva mana?"
"Lembur, jadi mbak naik grab tadi."
"Kenapa gak minta jemput aja?"

"So iya mau jemput aja kamu," ucap mbak Kirei sambil mengacak rambutku. "Aku tuh nawarin berarti mau, dan jangan ngacak-ngacak rambut aku, aku udah besar," omelku.

"Tapi telat nawarinnya."
"Kata siapa? Ya harusnya mbak inisiatif minta ke aku."
"Lah jadi salah mbak gitu?"
"Bukan aku yang bilang loh, itu sih mbaknya aja yang ngira-ngira siapa yang salah."

Mbak Kirei tertawa dan meninggalkanku diruang tamu. "Kunci pintunya Qi, mas Deva bawa kunci kok."

Aku mengangguk dan mengunci pintu lalu pergi ke lantai 2.

Pintu kamarnya tertutup rapat. Dih, dasar bocah ngambekan. Bodo ah.

...

"Lo kemana kemaren pake acara gak ikut latihan?" tanyaku langsung tepat sasaran. "Ngedate dong," jawabnya sambil tersenyum. "Dih, ngedate ngedate, wakil kapten begini kelakuannya, udah mau lomba malah mangkir latihan," ucapku. "Gak usah ngiri gitulah Qi, nanti juga kalau lo udah sama Rena pasti lupa sama latihan kok," ucapnya sambil berlari.

"Sialan lo Raka!"

-----

akhirnya apdet juga daku TvT maafkan author tak guna ini hahaha

Brother & Me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang