Chapter 43

3.3K 213 27
                                    

hehe.

------

Rifqi total kalap bahkan Bintang pun gak bisa buat bikin Rifqi sadar kalau dia lagi mukulin "sahabat"nya itu.

"Brengsek lo qi! Apaan kenapa gue ditonjokin gini?!" jerit Raka tidak terima.

"Qi! Sadar qi! Lo masih disekolah!" jerit Bintang sambil mencoba menarik Rifqi, yang sayangnya langsung ditepis dan sukses membuat Bintang terpental cukup jauh.

Beruntung karena sudah lewat jam pulang sekolah sehingga murid-murid sudah tidak terlalu banyak.

"Lo brengsek! Bajingan!" ucap Rifqi dengan dingin. "Lo ada dendam apa sih sama gue?! Apa-apa gue mulu yang salah, gue temen lo Qi!" bentak Raka marah, kerah bajunya ditarik oleh Rifqi.

Rifqi tertawa sarkas. "Temen?"

Raka menatap Rifqi dengan bingung. Total tidak mengenali temannya itu.

"Maksud lo apa mainin perasaannya Luna hah?" tanya Rifqi, masih dengan nada dinginnya.

"Luna? Oh jadi lo marah sama gue karena gue narik ucapan gue soal suka sama dia? Lah salah gue dimana? Kan kalo gue batalin ungkapan rasa suka gue, lo bisa jadian sama Luna kan? Tembak tuh cewek lo, sebelum-"

Raka terdiam karena Rifqi kembali meninju pipinya. "Bangsat! Brengsek!"

"Lo kenapa sih, bangsat?!" maki Raka. "Lo brengsek! Tega-teganya lo-

TEGA TEGANYA LO NYAKITIN PERASAAN ADEK GUE!"

Semua orang yang tengah menonton Rifqi dan Raka total bungkam. "M-maksud lo apaan?! Kena-"

"LUNA ADEK GUE BANGSAT! GUE PERCAYA SAMA LO, GUE PERCAYA KALAU LO BISA BANTUIN GUE JAGAIN ADEK GUE! Kenapa lo gini sih ka," ucap Rifqi.

Raka terdiam. "Jadi selama ini, lo-"

Rifqi sudah akan kembali meninju Raka untuk menyalurkan amarahnya namun tinjunya tertahan dan saat melihat kebelakang, Luna lah yang menarik pergelangan tangannya. Masih dengan menangis, Luna menggelengkan kepalanya.

"Dwirifqi Arief, Raka Pratama, ikut ibu ke ruang BK," ucap bu Rani sambil bersidekap. Rifqi dan Raka bangkit kemudian berjalan menuju ruang BK sementara Luna ditarik oleh Bintang.

"Lun, ayo gue anter lo pulang."

-----

"Jadi bisa ceritakan kenapa kalian bertengkar seperti itu?" tanya bu Rani ketika keduanya sudah duduk didepannya.

Rifqi dengan sedikit lebam di pipi kanannya dan Raka dengan luka sobek kecil di pelipisnya dan lebam di pipi kanannya, hanya diam tak mau menjawab.

"Ibu sudah menelpon wali kalian, tinggal tunggu mereka datang saja, jadi kalian mau berbicara sekarang atau setelah wali kalian tib-"

"Permisi."

"Ah, nona Kirei selamat datang, maaf kita harus bertemu diruang BK, saya sejujurnya berharap kita bisa bertemu ditempat yang lebih layak."

"Baiklah Rifqi, kenapa kamu mukulin temen kamu?" tanya Kirei sambil bersidekap. Rifqi masih total diam.

"Qi, kita perlu tau kamu kenapa, gak mungkin kan kamu tiba-tiba aja kalap mukulin temen kamu," ucap Kirei.

"Kenapa aku?" tanya Rifqi.

"Ketimbang tanya aku, tanya dia yang menurut dia dirinya adalah korban disini." ucap Rifqi dengan begitu dingin.

"Baiklah nak Raka, tolong beritahu kami apa yang terjadi agar kita semua bisa pulang, dan ibu bisa merawat lukamu."

-----

Samapi dirumah Rifqi total diam, tidak mau menjawab pertanyaan Kirei sedikitpun. Rifqi langsung masuk ke kamar dengan membanting pintu kamarnya.

Kirei menghela napas, dan kemudian mengambil ponsel untuk menanyai kabar Luna.

Kirei
Dek, kamu dimana? Mbak udah dirumah ya

Adek
Adek udah dikamar

Kirei
udah makan?

Adek
gak selera. mbak aja yang makan

Kirei kembali menghela napas, ada apa dengan adik-adiknya ini.

Malam tiba, Deva pun sudah kembali dari kantornya dan total bingung dengan keadaan rumah yang begitu sepi.

"Sayang, kenapa?" tanya Deva sambil memeluk Kirei.

Kirei menangis ketika menceritakan hal yang terjadi, menurut sepengetahuannya, pada Deva. Deva hanya bisa menghela napas dan mengelus punggung istrinya itu.

Kirei sudah tertidur karena kelelahan menangis, kini Deva tengah mencoba membujuk Luna untuk keluar dari kamarnya, Kirei bilang Luna belum juga keluar dari kamarnya sejak tadi siang.

"Adek?"

Deva mengetuk pintu namun tak ada balsan dari sana. "Adek udah makan? Makan yuk, temenin mas makan malam," ucap Deva lagi.

Masih hening.

Deva menghela napas.

"Jangan paksa, biarin aja dia dikamar," ucap Rifqi dingin dan berjalan menuju tangga.

Deva berjalan mengikuti Rifqi.

"Mau ikut mas? Mas mau beli cola," ucap Deva. Rifqi tak bicara apapun namun mendekat pada Deva, dan ia anggap bahwa Rifqi mengiyakan ajakannya.

Sampai di supermarket mereka mengambil beberapa botol cola dan makanan ringan. Deva mengajak Rifqi untuk singgah sebentar ke taman dan diiyakan oleh Rifqi.

"Kamu tau, ada banyak hal didunia ini yang gak bakal seiring dengan keinginan kamu," ucap Deva memulai.

"Mas tuh dulunya ingin sekali menjadi astronot, konyol memang, mas sudah belajar dengan rajin tapi ternyata mas malah harus bersekolah dikelas IPS dan berakhir jadi manajer perusahaan, melenceng sekali bukan."

"Mas tau kamu marah dan melampiaskan amarahmu pada temanmu, terlebih karna temenmu yang membuatmu kecewa, dan segala sesuatunya menjadi tidak seperti yang kamu inginkan, tapi tetap saja bermain fisik itu bukan sesuatu yang bisa dibenarkan qi."

"Mas kan gak tau apa yang sebenernya terjadi."

Deva tersenyum. "Iya mas memang gatau, mas cuma tau garis besarnya aja."

"Si brengsek itu nyakitin Luna mas."

Deva total diam. Dan menjadi total paham kenapa Rifqi dengan beraninya memukuli sahabatnya itu.

"Aku merasa gagal menjadi kakak, aku gak bisa jagain adekku sendiri, dan terlebih sahabatku sendiri yang nyakitin adekku, aku ngerasa bodoh, ngerasa gak berguna, aku ngerasa aku udah ingkar janji sama ayah, aku-"

Rifqi bungkam karena Deva memeluknya, mengelus kepalanya, dan perlahan air matanya turun.

"Gak apa-apa, nangis aja, mas gak akan cerita siapapun kamu nangis, kecewa wajar," ucap Deva masih mengelus kepala Rifqi.

"Kamu udah berusaha buat jagain Luna, kamu udah berhasil jagain adekmu itu, tapi memang ada kalanya dia harus belajar dari rasa sakit, supaya dia berkembang, dan emnjadi orang yang lebih kuat lagi"

"Kamu itu kakak yang baik Qi, ayah pasti bangga banget sama kamu."

Brother & Me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang