Chapter 23

4.8K 273 11
                                    

"Lun, gue gak salah lihat kan?"

Ana menggoyang-goyangkan tubuhku. "Salah liat apa sih An?" tanyaku yang terganggu karena guncangan dari Ana. "Raka? Sama lo jalan kemaren?"

"Jalan apa? Gue cuma ditebengin pulang An," ucapku lalu menyeruput jus jerukku. "Tapi Lun, Dika-"

"An, bisa berhenti bahas gue-kak Raka-Dika? Gue cape An, karena gue sama mereka gak ada apa-apa, gue cuma temenan sama mereka," ucapku yang kesal. "Lun, gue saranin sama lo jauhin Raka, feeling gue gak enak sama dia," ucap Ana. "Kenapa semua orang nyaranin gue buat ngejauh dari kak Raka? Dia salah apa? Atau salahnya di gue?" tanyaku kesal.

Oh ayolah, semua orang berkata jauhi kak Raka tapi tidak memberikan alasan yang jelas.

"Gue gak percaya sama orang itu Lun, gue cuma takut sahabat gue kenapa-napa," ucap Ana melepaskan pegangannya dari bahuku. Aku menghela napas dan balas memegangi bahunya, "Gue gak bakal kenapa-napa kok An, kak Raka cuma temen kok."

Namun ada perasaan sedikit ngilu ketika aku bilang seperti itu. Kenapa ya?

"Lun janji sama gue, jangan sampe lo kenapa-napa gara-gara Raka," ucap Ana menjulurkan kelingkingnya. Ya ampun Ana kenapa manis sekali.

Aku mengangguk dan menautkan kelingkingku. "Janji."

"Apa nih kalian gak ajak-ajak gue ya," ucap Axel yang baru saja tiba di kantin. "Nothing special," ucap Ana. "Kenapa dah, rahasia-rahasia sekarang mainnya," ucap Axel sembari mencubit pipi Ana. "Kalian kalau mau pacaran jangan disini napa," ucapku kesal. "Oh cemburu dia Cel, Acel Luna cemburu kamu cubit cubit aku," ucap Ana bergelayut manja pada Axel. "Uuh sedih ya pangerannya gak ada disini?" ucap Axel sambil mengelus kepala Ana. "Hei! Pangeran kepalamu!" ucapku makin kesal.

"Dasar pacaran gatau tempat"

Aku, Axel dan Ana menoleh pada sumber suara. "Uu, sang pangeran telah datang," ucap Axel. "Oh, bagus sekali, good timing, enyahlah kau," ucapku pada Dika. "Eh, gak boleh kasar gitu," ucap Ana. Dika tak ambil pusing malah langsung duduk disampingku. "Ngapain?"

"Ngamen"

"Ih!"

"Kantin bukan punya lo, gak usah protes gue duduk disini"

"Tapi kan-"

"Hah berisik bocah"

Aku tersenyum kesal. "Great. Aku pergi!"

Aku bangkit dan menghentakkan kakiku. Persetan dengan Dika, aku kesal.

...

"Kak, sampai sini aja, aku mau ke minimarket dulu," ucapku. "Oh? Gak apa-apa sampai sini aja?" tanya kak Raka. "Kak serius deh, aku udah bersyukur banget kakak mau nganterin aku," ucapku. Kak Raka tersenyum dan mengacak pelan rambutku. Aku terdiam, astaga senyumnya. "Oke, gue balik dulu ya," ucap kak Raka lalu berpamitan pergi.

Akupun membeli 10 bungkus ice cream dan 2 botol cola. Setelah membayar akupun berjalan menuju rumah. Oh, kalau kalian penasaran apakah Kak Raka tau kakakku adalah Rifqi, tenang saja, kak Raka tak pernah datang kerumahku sebagai tamu Rifqi, kak Raka selalu mengunjungi Rifqi dirumah bibi Mar, ya rumah bibi Mar lah yang diketahui sebagai rumah Rifqi. Dan saat dia berkunjung aku tidak pernah ada dirumah itu haha.

"Kak aku pulang," ucapku sambil membuka pintu. "Yes, sini ice creamnya," ucap Rifqi berusaha metebut keresek ditanganku. "Enak aja, bayar dulu!"

"Bayar apanya? Kan udah gue kasih duitnya tadi"

"Ongkos kirim"

Brother & Me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang