Teater - 4

72 9 4
                                    

"Jadi, cewek kaya lo mau jadi anak teater?? Lo yakin bisa?" seorang perempuan cantik, berpostur tinggi dan menawan itu menatap gadis didepan nya. Gadis yang terlihat cukup bodoh, dengan bando merah yang menempel di rambut sepinggangnya.

"Iya.. Saya suka drama.. Saya suka dongeng, saya suka mengpresika-"

"Suka Drama? Jangan jangan hidup lo penuh drama lebay lagi" ucap perempuan itu, dan wajahnya terlihat sangat mengejek. Spontan orang yang berada distudio pementasan itu tertawa. Tertawa merendahkan.

"Please deh, tampang lo lugu gitu, mana bisa sih? Dituntut untuk Berekspresi sesuai yang diharapkan dari agit senior dieskul teater ini?? Gue meragukan lo.. Lo suka dongeng? Apa suka berkhayal???" ucap perempuan itu, melipat kedua tangannya didada, menarik dagu nya angkuh. Dan mencetak senyum miring, yang begitu merendahkan. Lengkap sudah sifat antagonis didapat perempuan menawan itu.

Sekali lagi, semua orang yang duduk menonton penyeleksian anggota baru eskull teater tertawa. Kali ini lebih parah, mereka terpingkal atas penuturan perempuan menawan tadi, sekaligus ikut menelitik wajah yang memang dicetak begitu polos dan lugu yang dimiliki gadis yang sedang diintrogasi itu.

Mentertawakan gadis yang berdiri sendiri dipanggung pementasan, dan gadis itu menerima tawa itu dalam diam. Diam bukan berarti lemah bukan? Dia hanya ingin melihat dengan jelas lagi wajah wajah orang yang mentertawakan nya. Dan dia harus yakin, bahwa orang yang tertawa itu suatu saat nanti akan mengangkat kedua tangannya dan bertepuk tangan kagum pada nya. Pada bakatnya.

"Mending lo cari eskull sesuai bakat lo deh.. Eskull nari gitu, misalnya.. Kayaknya lebih cocok sama lo.." perempuan itu, kembali menuturkan kalimat menghinanya. Menghina tanpa tahu bakat apa yang telah tertanam pada gadis yang masih diam ini.

"Lo tau jalan keluar kan?" tanya perempuan itu.

Gadis itu hanya diam, tidak merespon.

"Ah susah. Peserta selanjutnya!!! Masuk!!!" teriak perempuan itu lantang.

"Hidup itu memang drama. Kita aktor, kita pemeran disini. Dan Kau.." Gadis itu menunjuk perempuan yang tadi mengajukan pertanyaan padanya. "Kau juga termasuk pemeran disini.. Didunia ini. Tuhan pencipta semesta lah sutradaranya.. Dan kalian harus tahu, bahwa pemeran utama didunia ini belum ada.. Masih dicari.. Dan akan ditemukan untuk orang yang sungguh sungguh menjalankan peran nya dengan baik.. Dan Kau" gadis itu menunjuk salah satu penonton yang tadi mentertawakannya. "Kau hanya peran pendamping yang tak punya prinsip. Kerjaan mu hanya tertawa, tidak tahu bagaimana menjadi posisi Ku. Kau tak tahu, bagaimana rasanya di tertawakan bukan? Maka jika kamu jadi Aku, Aku yakinkan Kau akan marah dan tidak terima bakat mu ditertawakan.. Marah dan mengucap sumpah tidak akan menginjak panggung dipementasan ini lagi. Tapi, itu tidak terjadi pada Ku.. Aku tidak akan lari dan meninggalkan panggung ini.. Disini jiwa Ku. Aku suka theater.. Aku suka drama.. Aku ingin jadi seorang putri dipementasan.. Maka, jika Aku pergi dan marah.. Aku tidak bisa lagi mewujudkan impian Ku."

Hening.

"Aku menganggungkan pementasan teater.. Karena, walau sinetron ditv sudah melejit, dan membuat orang enggan untuk menonton teater.. Tetapi, sebuah teater tetap tidak punah. Dan Aku kagum akan itu, Aku tahu dibalik pementasan hebat, selalu ada aktor aktor berbakat yang mewujudkan itu. Dan Aku tahu bahwa orang orang hebat tersebut selalu punya cara sendiri untuk tahu bagaimana mencari pengganti mereka. Tetapi, yang tidak Aku tahu disini. Mereka yang bilang Aku lugu dan punya tampang bodoh ini, selalu seenak jidat bilang Aku tidak punya bakat dibidang ini. Bisa Aku simpulkan, kalian... terutama Kau nona menawan.." gadis itu kembali menunjuk perempuan yang tadi menghina nya habis habisan. "Seharusnya Kau tahu, bahwa wajah mu hanya menampilkan satu ekspresi. Yaitu, Antagonis.. Kau pelit ekspresi, Aku hanya melihat wajah angkuh disana.. Wajah jahat layaknya penyihir didongeng putri salju.. Yang selalu ingin menang, tak ingin dikalahkan siapapun kecantikan nya.. Kau nona. Kau lah penyihir itu." tekan Gadis itu berapi api, sorot matanya tajam dan terbakar. Seperti kobaran api digersang nya hutan.

Three IdiotsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang