Tripple Date - 9

71 7 1
                                    

    Lieca sudah menjejal mulutnya dengan berbagai makanan yang disodorkan Eza khusus untuknya, sungguh Lieca memang gemar makan. Tetapi, Eza berlebihan. Ia bukan beruang, yang memakan apapun. Tubuhnya memang bugar, tapi tidak gendut dan gembrot. Catat itu.

    "Eza stop it! Gue bukan beruang lo yang harus dikasih makan sebanyak ini!" Lieca menyetop tangan Eza untuk kembali menyodorkan kerak telur kemulutnya, ia sudah sangat kenyang. Suer ga boong.

    "Bilang aja gamau disuapin gue," ucap Eza, memutar laju tangannya kearah mulutnya, dan memakan makanan yang tadinya akan disodorkan pada Lieca, teman kencannya.

    Lieca memutar bola matanya, Eza salah mengartikan maksudnya.

    "Lo neraktir guenya ga kira kira, gue udah syukur dah.. Kita udah makan banyak banget Za.. Gue kenyang," Lieca menjelaskan maksudnya, Eza nyengir kuda menunjukan deretan giginya.

    "Katanya lo pengen ditraktir.. Ini gue traktir masih aja protes.."

     "Iya, tapi ya jangan semua yang lo liat trus lo beli! Gue ga sematre itu keles.."

     "Lo ga matre kok beruang.. Ulululululul" ucap Eza, meledek Lieca dengan sebutan beruang dan memainkan lidahnya sendiri. Bentuk mengejeknya.

     "Apa lo bilang? Beruang?" Lieca membulatkan matanya, marah.

      "Yes, your is bear to me" ucap Eza hiperbolis, tersenyum menggoda.

      "You wish," ucap Lieca memalingkan wajahnya, mendengus.

      Eza terkekeh dan mengacak ngacak rambut Lieca gemas, kalau tahu jalan dengan Lieca seseru ini. Ia ingin ajak gadis disebelahnya setiap hari, mengarungi tempat favorite nya. Lieca membuatnya tertawa sepanjang jalan, cewek disebelahnya ini ternyata jauh dari perkiraanya, Lieca cuek dengan tampilan. Tetapi, tidak semua yang dilewatinya dijalan tidak disapa Lieca, cewek disebelahnya menyapa tukang pos yang katanya—sudah dikenal. Kata Lieca, tukang pos itu sering kerumahnya mengirim paket pesanan Ibunya. Menjadikannya tidak enak hati bila tidak menyapa.

      "Pak Darmin! Selamat pagi Pak, wah.. Lagi nganter paket ya!"

      Eza harus menutup wajahnya, jelas tukang pos itu sedang tidak bertugas. Bahkan sedang membawa anak dan istrinya jalan-jalan, namun dengan bodoh entah mungkon tolol, Lieca berasumsi bahwa Pak Darmin—tukang pos, itu sedang bertugas dan membawa serta anak dan istrinya.

     "Mungkin saking sayangnya, jadi ikut dibawa.. Ga ada salahnya kan?" ujar Lieca saat itu.

     "Bukan berarti dia pake jaket bertugasnya dia lagi bertugas Ca.."

     "Asss! Bawel lo, suka suka gue dong." Eza tak membalas lagi, namun tak ayal mulutnya menggerutu tak bersuara. Lieca yang tahu itu, menoyor kepala Eza saat itu juga. Membuat Eza menggerung kesakitan.

     Ia tertawa membayangkan itu, hingga sampai sore mereka tak merasakan jenuh. Melakukan banyak hal, yang awalnya memalukan namun menjadi tak masalah dilakukan Eza.

    "Kenapa lo ketawa tawa?" ucap Lieca senewen, melihat Eza melamun sambil cengari-cengir. Lieca jadi takut, Eza kenapa-napa jalam bersamannya. Jangan jangan Eza tidak waras.

    "Sensi banget, emang salah ya gue ketawa?" tanya balik Eza.

    "Ya ga salah sih, cuman kalo ketawa ga ada yang lucu gitu kan serem.. Apalagi sendirian gitu ketawanya. Bisa bisa lo gue lempar ke RSJ." ucap Lieca, yang langsung saja dihadiahi kekehan tak bersuara dari Eza.

    "Lo ini," Eza menyentil poni Lieca gemas, membuat Lieca berkedip dan mendengus.

     "Lo ini apa?" dengan sikap senewennya, wajah Lieca menantang.

Three IdiotsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang