Rain - 6

51 8 4
                                    

"APA?!" bentak Lieca, terkaget dengan penuturan Nabella barusan.

"Biasa aja kali!" ucap Nabella, mendengus kesal karena telinganya sedari tadi bekerja keras menerima berbagai teriakan memekik.

"Lo yakin Bel?? Lo tau kan kalo Rista udah suka sama orang itu jadi gimana??? Apalagi kalau udah dikecewain. Dia bakal nangis bombay, ngurung dikamar, ga nafsu makan. Gamau diajak hangout, ngebatalin rencana kita.. Hualah kiamat bagi kita ini mah.." ucap Lieca, itu adalah fakta utama bila seorang Rista jatuh cinta. Apalagi kembali dikecewakan, Rista akan menjadi pemurung drastis.

"Tapi, kita gaboleh jahat lah Ca.. Ngelarang Rista jatuh cinta.. Dia juga kan manusia, yang punya hati. Bukan cuman pohon pisang yang cuman punya jantung buat hidup.." ucap Nabella dramatis, Lieca tak ayal mendengus kasar karena merasa gusar.

"Bukan gitu Bel.. Gue cuman khawatir.. Gue gamau, dia sakit hati lagi.. Nangis lagi.. Lo kayak gatau sahabat aja, sahabat itu berbeda raga tetapi satu jiwa. Jadi kalo sahabatnya sakit hati, sahabat yang lain juga bisa ngerasain.. Bisa ngerasahin sakitnya gimana.." ucap Lieca, menuturkan alasannya.

Nabella semakin murung, dia juga merasakan hal yang sama.

"Apalagi Akmal.. Akmal Bel! Akmal! Duh, lu tau lah pesona cowok itu gimana?!" bentak Lieca semakin frustasi, dia tidak peduli ucapannya mau didengar orang lain.

Karena posisi mereka, berada di area belakang sekolah. Tepat paling sepi dan tak terjamah.

"Kalo gitu, gue bakal berurusan sama Akmal.. Kalo dia berani nyakitin Rista! Awas aja.. Kita bakal bertindak kan Ca?? Gamungkin diem aja kan Ca??"

Lieca mengangguk namun wajahnya kentara murung.

"Ke kantin yuk, lo ga takut Eza nyariin lo ampe blingsatann?? Jhaaaa dia kayaknya tipe cowok pejuang cinta tuh Ca.." ucap Nabella, kembali menunjukan wajah jahilnya. Mentoel toel pipi Lieca jenaka.

"Apaansi, lo tau kan gue ga suka Eza. Gue males berurusan sama cowok. Dia sama kaya lo. Gila." sergah Lieca muak.

"Jhaaa, gausah sama samain gue" Nabella menyenggol bahu Lieca jahil. "Gaboleh terlalu nutup diri.. Jalanin aja, gue tau loh.. Kalo Eza itu serius sama lo.. Gue kan calon psikolog.. Tau sifat seseorang." lanjut Nabella, mulai mencampur adukan antara cita cita dan impiannya.

"Idie, so tau lo, lo itu cocoknya jadi dukun. Bukan psikolog." ucap Lieca, segera berlalu sebelum Nabella kembali meledeknya. Karena walau kesal, tak ayal pipinya bersemu mengingat nama Eza. Dan Lieca bisa akui, kemampuan Nabella mengetahui sifat seseorang jangan duragukan. Karena, pandangan Nabella tak pernah meleset.

•••••


"Gue seneng bisa belajar sama lo.. Lo asik juga ya ternyata.." tutur Akmal semanis madu, melihat dengan jelas wajah Rista bersemu merah.

"Biasa aja.. Yaudah, gue kekelas dulu ya.." ucap Rista, mengulum bibir hingga menimbulkan senyum menggemaskan.

Akmal berdecak dalam hati, mendapati senyum yang begitu polos dan lugu dimiliki Rista. Padahal, umur mereka akan beranjak delapan belas tahun. Jadi, untuk senyum lugu itu jarang dimiliki para perempuan seumuran mereka. Pemikiran Akmal salah besar. Rista memiliki kelebihan itu.

"Gue permisi dulu ya.. Udah mau Bel nih." ucap Rista, membuyarkan lamunan Akmal.

"Oh iya, makasih ya buat waktunya.." ucap Akmal, mempersilahkan Rista jalan mendahulinya.

Rista mengangguk, dan memulai langkahnya. Baru tiga langkah ditempuhnya, Akmal kembali memanggil namanya.

"Rista.." mau tak mau, Rista yang hampir klojotan harus berbalik lagi. Menahan nafas, menunggu Akmal kembali menyerukan suaranya.

Three IdiotsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang