U.

162 27 5
                                    

"Apa masih jauh? Kau bilang sebentar?" ucap Calum tak sabaran. Ini sudah hampir pukul 7 p.m, mereka belum sampai juga.

"Aku bilang ini sangat jauh daripada lokasi lainnya, Cal. Cepat hubungi 911 dan jangan biarkan 911 menyalakan sirine ketika sampai di daerah ini. Kita juga ikut terbunuh." ucap Ashton tegas dan Calum mengikutinya.

---

Berbeda dengan Frieda. Gadis itu tak kuasa menahan tangisnya lagi. Ia tidak percaya jika ia harus mati ditangan kotor keparat itu. Liam dan Louis sudah mengikat Frieda ditiang rumah itu dan sudah membuka ikatan tali untuk menutup luka Frieda. Mereka bilang percuma saja jika Frieda memakainya, nantinya juga ia akan kehabisan darah dan mati. Perkataan itu membuat Frieda bergidik ngeri.

Ia hanya bisa berdoa dan berharap Tuhan mengabulkan doanya.

"Kau siap sayang?" ucap Harry sambil membawa pedangnya itu

"Aku tidak akan siap mati ditangan kotor dan menjijikkan milikmu, Harry." ucap Frieda penuh penekanan dan kebencian.

"Tetapi aku siap membunuhmu." ucap Harry sambil tersenyum licik.

"Dan aku siap menjadi pacar baru Calum." ucap Ralda sambil mengelus wajah Frieda yang pucat itu. Rasanya Frieda ingin menendang perut Ralda sekarang juga tapi tidak bisa, kakinya terikat.

Harry mengarahkan pedangnya ke arah paha kanan Frieda dan menggoreskan luka baru disana. Lalu ia mengarahkan pedangnya ke arah paha bawah sebelah kiri dan menggoreskan luka. Frieda mengeluh kesakitan. Ia tak kuasa lagi untuk menahan tangisnya.

Harry mengarahkan pedangnya ke arah leher Frieda dan hendak menggores luka disana. Digagalkan oleh dobrakan pintu dari Calum dan Ashton.

"C-Calum?" ucap Ralda kalap.

"Apa? Terkejut?" ucap Ashton dan Calum melepas ikatan tali pada tangan dan kaki Frieda.

"Ternyata gadis kecil kampungan ini menelponmu?" ucap Louis sambil menunjukkan ponsel Frieda yang tergeletak di dekat kursi.

"Iya dan aku memberi lokasi dimana dia berada." ucap seorang gadis. Siapa lagi jika bukan Vena.

"Kau?! Ikut membelanya, hah?!" ucap Ralda geram

"Ya, karena aku masih punya rasa peduli padanya. Karena dia juga milik Dad." ucap Vena santai. Ralda merebut pedang dari tangan Harry dan mengarahkan ke leher Vena, gadis 1 tahun lebih muda dari Frieda itu meneguk air ludahnya sendiri dengan susah payah.

"Sudah kubilang kan? Jika kau membongkar semua ini, aku akan membunuh juga." ucap Ralda tajam dan Nath memberi bogeman mentah ke wajahnya itu dan pedang yang berada ditangan Ralda terlempar ke sembarang arah. Ralda terpental ke dekat barang rongsokan itu.

"Kau wanita physychopat bodoh yang pernah kuketahui." ucap Nath dan berdiri di depan Vena guna untuk melindungi saudaranya itu.

Harry berlari menuju Ralda yang tersungkur di lantai. Mulut lelaki itu mengatub rapat dan tangannya mengusap wajah Ralda. Tatapan kekejiannya tersorot dari mata hijaunya itu. Ia mengeluarkan pisau dari sakunya. Dan membuang penutup pisaunya itu. Ia membalikkan tubuh besarnya itu dan menatap mata Nath.

"Bunuh saja aku. Jangan adik adikku." ucap Nath menantang. Frieda tak ingin saudara jauhnya itu mati di tangan Harry. Nath tidak salah apa apa.

Ashton dan Calum sedang asyik menghajar Liam dan Louis. Kemudian tangan dan kaki Liam dan Louis diikat agar tidak kemana mana.

"Kau ingin mati ya? Kenapa tidak bilang daritadi?" ucap Harry sambil berlari dan mengarahkan pisaunya di Nath.

"Akhhh, noo." rintih Frieda. Pisaunya tertancap di perutnya. Padahal niatnya hanya ingin memutar tangan Harry agar menusuk ke arah Harry. Tetapi takdir berkata lain.

"Akhirnya si kecil itu mati." ucap Ralda yang memegangi wajah lebabnya.

"FRIEDA!" teriak Calum dan berlari ke arah Frieda. Lelaki itu memeluk tubuh kecil Frieda, ia mencabut pisau itu dan membuangnya jauh jauh. Gadisnya terluka. Baginya ini semua salahnya. Ia tidak bisa menepati janjinya.

"Akan ada drama Korea disini. Who's next?" ucap Harry dan tersenyum licik. Lelaki berambut keriting itu mengambil pisau lagi di sakunya. Harry berjalan ke arah Calum yang tengah memeluk Frieda.

"Akan kita saksikan kematian kedua orang ini saja?" ucap Harry dan Calum tidak peduli hal itu.

"Harry, letakkan pisaumu itu!" seru Ashton

"Tidak, sebelum kalian semua mati." ucap Harry dan menggoreskan luka di lengan kanan Calum.

"Argh! Luka saja aku, jangan Frieda!" ucap Calum geram.

"Tapi gadismu itu akan mati, Calum." ucap Harry dengan suara seraknya dan siap menikam tubuh Calum. Ia mengangkat tangannya dan..

"Lokasi ini sudah di kepung oleh polisi. Para pelaku tolong angkat tangan kalian ke atas."

Mendengar suara itu, Harry membuang pisau itu jauh jauh dan dirinya gemetaran. Para polisi masuk ke dalam rumah tua itu dan Harry serta komplotannya itu mengangkat tangannya ke atas. Mereka tidak bisa kabur lagi. Keempat manusia itu digiring oleh polisi untuk masuk ke dalam mobil polisi dan akan diminta keterangan.

"Thank you, sir." ucap Ashton pada salah satu polisi disitu.

"Yeah, you're welcome." ucap opsir itu.

"Nak, kau bisa menolong temanmu itu ke tim medis. Besok kau bisa datang ke kantor polisi untuk kami mintai keterangan saksi mata." tambah opsir itu.

"Okay, thank you so much, sir" ucap Ashton sekali lagi.

Calum masih memeluk tubuh kecil Frieda. Ia tidak peduli kaos putihnya kotor terkena darah yang bercucuran. Abraham yang baru datang langsung melihat Frieda yang terkulai lemah. Lelaki berambut coklat itu membelai rambut pirang Frieda perlahan.

"C-Calum?" ucap Frieda pelan.

"Calum cepat bawa Frieda ke rumah sakit! Sebelum dia kehabisan darah!" ucap Abraham tegas.

"Cal, bawa Frieda ke ambulance!" teriak Ashton.

Calum tidak menjawab dan langsung menggendong Frieda dengan ala bridal style menuju ambulance. Ia dan Vena masuk ke dalam ambulance. Tubuh Vena bergetar hebat melihat darah yang terus bercucuran.

"C-Calum" ucap Frieda dengan bantuan alat pernafasan.

"Y-ya?" ucap Calum menahan tangis.

"A-aku mencintaimu. M-maafkan a-aku atas k-kesalahpahaman kemarin. N-Nath hanya s-saudara jauhku." ucap Frieda terbata bata. Ia menahan sakit yang luar biasa.

"Aku mengerti, Fri. Aku juga mencintaimu. Bertahanlah." ucap Calum diikuti aliran air matanya. Vena mengusap pundak Calum agar dirinya lebih tenang.

Frieda mulai kehilangan kesadarannya. Matanya terpejam tetapi denyutnya masih terasa. Isak Calum masih terdengar jelas di telinga Vena. Mereka berdua hanya bisa berdoa agar nyawa Frieda terselamatkan.

A/N: hola! Lagi gabut jadi update ehe :'3 keep vomments ok? Ok.
More chapter? Need 15+ votes. Tq.

Skategirl [On Editing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang