Bab 17 -Cintai Aku Karena Allah-

1.9K 85 9
                                    


Masa PPL sudah berakhir sejak sebulan yang lalu. Sejak kejadian itu, Ilham tak pernah lagi bertegur sapa dengan Syifa. Kalaupun bertemu, Syifa tampak seperti menghindar. Separah itukah kesalahannya? Apa tidak ada lagi kata maaf untuk Ilham?

Ilham benar-benar merasa menjadi seorang pendosa sekarang. Bahkan untuk meminta maaf pun susah. Entah mengapa setiap bertemu dengan Syifa kakinya mendadak kaku. Syifa yang sadar dengan keadaan pun seolah segera menghindari Ilham.

Ilham benar-benar ingin menebus kesalahannya. Tapi bagaimana caranya? Sedangkan Syifa seolah mendirikan tembok penghalang yang begitu tinggi nan tebal diantara mereka sehingga tak dapat ditembus oleh Ilham. Hal ini benar-benar membuat Ilham nyaris frustasi dan gila. Kalimat demi kalimat yang diucapkan Syifa kala itu terus mengiang di telinga Ilham bagaikan kaset rusak yang terus menerus berputar di kepalanya.

Ilham sudah mencoba membujuk Anna untuk mempertemukan mereka, namun Anna pun seolah mengerti keadaan Syifa dan selalu menolak permintaan Ilham.

"Bukankah setiap muslim wajib menjaga tali silaturahim? Lalu mengapa dia memutuskannya denganku?" Tanya Ilham pada Galih saat mereka tengah mengerjakan laporan PPL.

"Dia tidak akan begitu kalau kamu tidak membuat ulah terlebih dahulu," sahut Galih santai.

"Terkadang aku bingung dengan jalan pikir para wanita. Mereka terlalu mengandalkan perasaan ketimbang logika. Seharusnya Syifa memberiku kesempatan dan mendengarkan penjelasanku terlebih dahulu. Aku mungkin salah karena menanyakan hal yang tidak sopan. Tapi bisakah ia mendengarkanku?"

"Kau juga harus tau kalau wanita diciptakan dengan perasaan yang lebih peka dibanding laki-laki. Wajar kalau ia tersinggung, pertanyaanmu menyangkut kehormatannya sebagai perempuan. Dan satu lagi, pertanyaanmu bernada menuduh," sahut Galih lagi.

Ilham terdiam dan mendengarkan ucapan Galih dengan seksama. Kalau dipikir-pikir sikapnya saat itu memang benar-benar keterlaluan. Bagaimana kalimat semacam itu bisa terlontar dari bibirnya? Astaghfirullah. Ilham tak henti-hentinya mengucap istighfar.

Adzan dzuhur berkumandang. Ilham segera bergegas untuk menunaikan sholat dzuhur. Ia ingin mengadu dan memohon ampunan pada Allah atas kesalahannya pada gadis yang mulai mencuri perhatiannya. Tunggu, mencuri perhatian?

***

Syifa menyandarkan tubuhnya di dinding musholla. Dinding musholla yang dingin seolah menjalar ke tubuhnya dan membawa sensasi dingin.

Syifa memilih untuk tinggal di musholla saat Yunda dan Anna mengajaknya keluar. Yunda sudah mendengar semuanya. Awalnya ia ingin melabrak Ilham karena pertanyaan rendahnya itu. Namun ia sadar hal itu akan memperkeruh suasana. Ia memilih diam, dan jika saatnya tepat nanti, ia akan menuntut penjelasan dari Ilham.

Syifa mengambil salah satu Al-Qur'an yang letaknya tak jauh dari tempat ia duduk. Ia mulai membaca dan melantunkan ayat demi ayat kitab suci umat muslim itu. Ia sadar suaranya memang tak sebagus dan semerdu suara Ilham. Tapi ia selalu belajar dan belajar agar ia bisa membaca ayat-ayat suci itu dengan baik.

Syifa merasakan keteduhan setelah membaca Al-Qur'an. Diliriknya jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Lima menit lagi kelas akan dimulai. Syifa pun bergegas membereskan mukena yang dikenakannya beserta Al-Qur'an yang tadi dibacanya. Setelah selesai, ia pun segera beranjak dan menyusul Yunda dan Anna yang telah menunggunya.

***

Hari ini cuaca tampak mendung. Awan hitam sudah bergelayut sejak pagi. Melihat cuaca yang seakan tak mendukung, Galih pun memutuskan untuk berangkat ke kampus lebih awal hari ini. Selain ada jadwal bimbingan laporan PKL dengan dosen pembimbing, ia juga takut terjebak hujan yang mengakibatkan ia bisa saja terlambat datang ke kampus.

Hijrah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang