Bab 10 -Terkuaknya Rahasia bag 2-

2.3K 87 0
                                    


"Syifa, ajarin aku pake jilbab kayak gitu dong, keren deh kayaknya," Anna memelintir ujung hijab Syifa yang terurai. Ia tampak mengamati Syifa, mengikuti arah Jilbab Pashmina itu dililitkan.

"Bukan aku gak mau ajarin, tapi kalo kamu buka pasang jilbabnya mah sama aja. Pake terus dong kayak aku," ujar Syifa sambil meletakkan buku yang sedari tadi dibacanya. Ocehan Anna terasa mengganggunya, membuat ia terpaksa memilih untuk menghentikan kegiatan membacanya.

"Ya makanya ajarin dulu pake jilbabnya," bantah Anna. Syifa mengangkat sebelah alisnya, heran.

"Tutorial di youtube kan banyak,Cuy"

"Gak mau, mahal ih kalo streaming. Boros paket data jadinya. Mending aku minta ajarin kamu, gratis kan," seru Anna yang dibalas toyoran dari Syifa. " Ih, Syifa mah gitu orangnya,"

"Enak aja lu, kalo gitu aku minta traktir aja deh, Deal?" Seru Syifa sambil mengulurkan tangannya pada Anna. Namun Anna malah membalasnya dengan memanyunkan bibirnya dan memalingkan wajahnya. Syifa pun tertawa melihat tingkah sahabat barunya itu. "Ih, Anna mah gitu orangnya," sindir Syifa kemudian terkekeh lagi.

Sepintas ia melirik Yunda yang sedari tadi hanya diam. Tubuhnya menyandar pada dinding dan matanya terpejam. Bibirnya tampak seperti merapalkan sesuatu dan telinganya tersumbat handsfree.

Sejak kejadian kemarin, Yunda berubah drastis menjadi pendiam. Syifa masih enggan untuk bertanya, ia masih menunggu saat yang tepat untuk meminta penjelasan dari sahabatnya itu. Oh, apa mungkin Yunda sedang menjauhinya karena perintah Ayahnya kemarin? Syifa berpikir keras. Tapi rasanya tidak, saat mereka keluar dari kelas tadi, Anna langsung mengajak mereka ke kantin. Kalau Yunda memang berniat menghindar, seharusnya ia menolak secara halus, tapi ia malah mengikuti mereka ke kantin. Syifa makin penasaran, apa sebenarnya yang sedang disembunyikan Yunda darinya? Syifa mengakui kalau Yunda adalah penyimpan masalah paling ulung. Seperti saat itu, sekalipun sudah bersahabat dari SMP, Syifa baru tau kalau ibunda Yunda meninggal saat mereka duduk di bangku SMA. Syifa memang tergolong gadis yang cuek, tapi bukan berarti ia tidak peka terhadap sahabatnya. Yunda memang lebih pintar menyembunyikan masalah pribadinya, seperti saat ini.

"Yunda kamu ngapain?" Tanya Anna. Yunda tak bergeming. Ia tak tertidur, terlihat dari bibirnya yang masih komat-kamit. "Yundaaaaaa," seru Anna seraya mengguncang-guncangkan tubuh Yunda.

Gadis itu pun membuka matanya dan melihat sekitar dan kemudian memfokuskannya pada gadis bertubuh mungil di sampingnya. Ia menaikkan sebelah alisnya membuat Anna geram.

"Kamu lagi apa? Gak tidur kan? Kok mulutnya komat kamit gitu? Gak lagi mantrain aku kan?" Tanya Anna polos. Syifa yang mendengarnya terkekeh geli.

"Kalo gue emang pinter ngemantrain orang, satu-satunya orang yang bakal gue mantrain itu cuma si Theo, biar di suka sama lo," sahut Yunda cuek. Anna yang mendengarnya spontan kaget dan membekap mulut Yunda. Yunda berusaha berontak dan saat lepas dari bekapan Anna, ia tertawa pongah.

"Oh gitu, jadi kamu curhat sama Yunda trus ngerahasiain dari aku An? Kamu tenang aja, seleraku bukan berondong kok, aku gak bakal rebut Theo dari kamu," sindir Syifa yang membuat pipi Anna semakin memerah seperti kepiting rebus.

"Ihh, aku gak rahasiain dari kamu. Aku juga gak ada cerita ke siapapun. Yunda, kamu tau dari mana sih?" Tanya Anna dengan nada memaksa. Namun Yunda malah membalasnya dengan senyuman tipis. "Yundaaaaa," seru Anna lagi seraya mengguncang-guncangkan tubuh Yunda membuat tawa Yunda bergetar.

Syifa yang melihatnya ikut tertawa. Ia tau ada air mata di balik tawa yang keluarkan Yunda. Namun Yunda dengan pintarnya menyembunyikan itu hanya untuk mencairkan suasana. Sayangnya Syifa mengenal Yunda bukan baru kemarin, ia sudah lama mengenal Yunda. Dari semenjak mereka mengalami awal masa remaja sampai bisa dikategorikan dewasa. Ia memang bisa membohongi Anna yang baru mengenalnya, tapi tidak dengan Syifa. Yunda tak akan berhasil membohongi Syifa.

"Kalo kamu tadi gak lagi baca mantra? Trus tadi ngapain dong? Kok komat kamit?" Tanya Anna lagi, sepertinya dia masih penasaran.

"Kepo banget sih lo An," sahut Yunda cuek. Anna yang disebut kepo memanyunkan bibirnya. "Gue lagi dengerin murrotal, kebetulan ayat yang gue dengerin ini gue hafal, jadi gue ikutin deh," jawab Yunda akhirnya, setelah tak tahan dengan wajah kepo bin polos milik Anna. Anna memang setahun lebih muda dari Syifa dan Yunda. Pernah mengikuti kelas akselerasi saat SMA membuatnya dapat lulus lebih awal dari teman seumurannya. Maka tak heran jika ia menyimpan perasaan pada Theo yang notabenenya adalah adik kelas satu tingkat mereka.

"Keren tuh. Kamu hafal banyak ayat-ayat Al-Qur'an ya?" Tanya Anna lagi. Yunda hanya membalasnya dengan deheman pelan. "Kamu kok gak pake jilbab kayak Syifa juga sih?" Tanya Anna tiba-tiba. Sepertinya Anna memang dilahirkan sebagai seorang anak yang banyak bertanya. Bijak memang. Tapi pertanyaannya yang satu ini membuat Yunda terdiam. Syifa jadi semakin heran. Diakuinya ia juga sempat berpikiran seperti Anna, mengingat Yunda memiliki lebih banyak ilmu agama ketimbang dirinya. Yunda juga yang sering mengajarinya saat berhijrah, tapi kenapa ia tak berniat mengenakan hijab? Padahal ia sendiri pernah mengatakan bahwa seorang wanita muslim wajib hukumnya mengenakan jilbab.

"Gue ke toilet dulu ya," ujar Yunda tiba-tiba seraya bangkit dari duduknya. Ia melangkah dengan cepat bahkan setengah berlari meninggalkan Syifa dan Anna. Syifa jadi semakin curiga.

Yunda terus mempercepat langkahnya. Ia memasuki toilet dan berhenti depan kaca wastafel. Sembari membasuh wajahnya, ia menahan air matanya agar tidak keluar. Pertanyaan yang dilontarkan oleh Anna tadi kembali terngiang di telinganya. Ia mengurut pelipisnya pelan saat dirinya merasa tepukan di bahunya.

"Syifa?" Yunda kaget.

"Jangan pernah anggap aku sahabat lagi kalau kamu masih suka menyembunyikan sesuatu seperti ini," ujar Syifa to the point. Nafas Yunda seakan tercekat mendengar penuturan Syifa. Namun kali ini ia benar-benar sudah tidak tahan menghadapinya sendiri, ia langsung ambruk di pelukan Syifa dan menangis sejadi-jadinya. Ia menumpahkan segala keluh kesahnya pada sahabatnya itu.

"Jadi ayah kamu trauma?" Tanya Syifa saat Yunda menghentikan ceritanya. Yunda mengangguk pelan. Dulu, Sundari-Umi Yunda- adalah seorang wanita biasa yang tidak terlalu fanatik terhadap agama. Pakaiannyapun masih terbuka dan enggan mengenakan jilbab.
Namun, entah apa yang membuatnya tiba-tiba menjadi seorang wanita shalehah. Pakaiannya tertutup, syar'i. Namun dibalik sikap shalehahnya itu ada satu kejanggalan. Belakangan diketahui Sundari sudah tercuci otaknya oleh aliran sesat yang mengatas namakan islam. Begitu diketahui oleh banyak orang, Sundari segera dikucilkan, bahkan rumah tangganya dengan Prastyo nyaris hancur. Namun Prastyo percaya, Sundari bisa kembali seperti Sundari yamg dulu. Ia pun mengajak Sundari kabur dari tempat tinggalnya. Mereka merantau ke tempat yang tidak satupun warga disana yang mengenal mereka. Sayangnya, kepercayaan yang diberikan Prastyo tidak diindahkan oleh Sundari. Ia kembali melakukan hal aneh yang didapatnya dari aliran sesat tersebut. Warga setempat yang tadinya menerima kehadiran mereka dengan hangat seketika membenci mereka dan mengusir mereka dengan kejam. Sundari seperti orang frustasi saat itu. Saat tengah dihakimi warga, ia berlari sambil menggendong Yunda yang saat itu baru berumur empat tahun.

Dan kejadian itu tiba, Yunda nyaris tewas di tangan Uminya sendiri. Sundari percaya, jika saat itu Yunda meninggal dunia, putrinya itu akan masuk surga karena Yunda adalah seorang anak kecil yang belum mengetahui dunia dan belum memiliki dosa. Untung Prastyo datang tepat waktu dan Sundari akhirnya dimasukkan ke Rumah Sakit jiwa.

Sejak saat itu, Prastyo merasa trauma jika melihat wanita mengenakan jilbab terlebih yang menggunakan jilbab syar'i. Ia selalu menganggap wanita berjilbab adalah pengikut aliran sesat. Sedangkan Yunda, ia sendiri mulai menggeluti ilmu agama islam semenjak Uminya meninggal karena bunuh diri saat ia masih duduk di kelas 5 SD. Ia bertekad akan meluruskab pemahaman ayahnya yang salah dengan ilmu yang dipelajarinya. Bahwa islam bukanlah agama yang kejam, bukan agama teroris. Namun islam adalah agama Allah, agama yang baik, agama yang selalu mempermudah semua urusan, dan agama yang menjaga wanita dengan baik dan sebaik-baiknya.

"Aku pasti bantu kamu," unar Syifa tulus.

***

Hijrah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang