-Seventeenth-(Kamu)

3.8K 461 9
                                        

(Namakamu) masih dengan setia memeluk buku diary milik Fakhri yang Iqbaal berikan padanya, tatapan mata (Namakamu) hanya lurus kedepan, diam tak ingin memecah keheningan.

"Gak usah sedih lagi," Iqbaal melirik (Namakamu) yang berada disampingnya.

(Namakamu) tidak membalas ucapan Iqbaal, dia hanya tersenyum tipis.

Iqbaal menghentikan mobilnya ketika sudah berada di depan rumah Steffi, dia membuka seatbelt dan cepat turun dari mobil untuk membukakan pintu.

Setelah pintu itu terbuka (Namakamu) keluar dengan senyum tipisnya yang terkesan dipaksakan. "Makasih," Ucapnya singkat.

Iqbaal tersenyum kikuk, "Jangan sedih lagi," ucap Iqbaal tangannya menepuk pundak (Namakamu) pelan.

(Namakamu) mengangguk, tapi ketika Iqbaal mendekatkan wajahnya dengan wajah dirinya dia jadi salah tingkah, mendadak jantungnya berpacu cepat, darah berdesir begitu cepat dalam tubunnya, pikirannya mulai kemana-mana. Tidak (Namakamu) tidak boleh kepedean mengira Iqbaal akan menciumnya, bisa saja kan dia ingin mengambil daun yang ada dirambut (Namakamu), atau mungkin ada kotoran di hidung (Namakamu)-_- atau mungkin--

Cup

Satu kecupan mendarat mulus di kening (Namakamu), hanya sebentar namun berefek dahsyat bagi jantung (Namakamu), detik itu juga jantungnya seakan ditarik dan diambil paksa begitu mengejutkan.

"Saya pulang ya." Iqbaal menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, kemudian cepat cepat berbalik dan melajukan mobilnys, meninggalkan (Namakamu) yang mematung ditempat sambil merasakan wajahnya terasa panas atau mungkin sudah merah padam.

"Cie pipinya merah kenapa?" Steffi muncul dibalik pintu rumah dan langsung menepuk bahu (Namakamu) pelan.

"Apaan sih Steff," (Namakamu) tersipu malu kemudian menepis tangan Steffi di pundaknya.

-------

Bastian sibuk sendiri dengan ponsel canggihnya, dia sampai lupa waktu, kalau seharusnya dia mengajar. Aldi yang ada di pintu kelas memandangi Bastian yang fokus menatap layar ponsel dengan serius.

"Bapak tinggal sebentar, dilanjut nulisnya, kalau bapak kembali harus selesai semua." Aldi berteriak pada muridnya yang berwajah dekil semua, bahkan ada yang sedari tadi mengeluarkan suara tidak enak; suara ingus yang dipaksa masuk kembali-_-

"Woiii,"Aldi menepuk kasar bahu Bastian membuat lelaki kurus itu hampir terjengkang, "ngapain sih?" Tanya Aldi mengintip ponsel Bastian sedikit.

"Nyari pokemon," jawabnya singkat tanpa berpaling dari layar ponsel.

"Pokemon apaan sih?" Aldi mulai kepo dia menatap ponsel Bastian yang menampilkan fitur Pokemon Go

"Gimana mainnya Bas?"

"Ohh nanti kalau ketemu pokemon tinggal di giniin," Bastian menekan layar panjang ke atas, "terus dapet deh pokemonnya."

Aldi hanya manggut-manggut sejujurnya ia tak mengerti apa yang Bastian maksud, akhirnya dia diam saja.

"Kira-kira nyari dimana ya Al?"

Aldi menjawab asal, "Disana kali Bas."

Mereka terus berjalan timur, ke barat, selatan ke utara tak juga aku berjumpa, eh malah nyanyi, maksudnya mereka tetap saja tidak menemukan mahluk bernama pokemon.

Bastian berhenti, "Wah ini nih pokemon Di," ucap Bastian membuat Aldi langsung melihat layar ponsel Bastian.

Benar saja, sebuah pokemon dengan jenis pikacu berwarna kuning sudah siap Bastian tangkap, Bastian mengerutkan kening, "Di itu kaki siapa?" Tanya Bastian ketika ponselnya menangkap kaki seseorang.

Heartbeat || idrTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang