LLR - Part 22

111 15 33
                                    

~Hadapi masalah yang ada dihadapanmu~

***

Matahari masuk melalui celah-celah jendela. Membangunkan seseorang yang masih bertahan pada mimpinya.

Dhika mengerjap saat lensa matanya menangkap cahaya yang masuk melalui celah-celah jendela. Tubuhnya mengeliat. Matanya tertuju pada jam yang tergeletak di meja samping tempat tidurnya.

Dengan diri yang masih setengah terjaga, ia melihat jam itu. "What the.... Jam setengah enam. Aduh gue lupa sholat subuh." Dhika menyibak selimutnya dan berjalan ke kamar mandi.

Lima belas menit berlalu, kini Dhika keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit tubuhnya. Dhika berjalan ke arah lemarinya, mencari baju yang akan dikenakannya hari ini.

Pilihannya jatuh pada kaos putih dengan gambar kartun jepang yugi oh dan celana jeans hitam selutut. Dhika mengenakannya kemudian berjalan keluar kamar.

Dengan rambut yang masih basah dan acak-acakan, Dhika menuruni anak tangga satu per satu. Langkah Dhika terhenti di pertengahan saat matanya menangkap kedua orang tuanya dan seorang lelaki yang umurnya tak beda jauh dari kedua orang tuanya.

Lelaki itu menangkap keberadaan Dhika dan berjalan mendekat tak memperdulikan Rika dan Mahesa yang masih berbicara padanya. "Oh keponakanku sudah besar rupanya." Lelaki itu tersenyum sinis ke arah Dhika.

"Jika saja anakku masih hidup." Lelaki itu menggatung ucapannya. "Mungkin Mike senang melihat sepupu kesayangannya sudah besar,"Lelaki itu berbisik tepat di telinga Dhika.

Dhika mematung mendengar lelaki itu mengucapkan nama anaknya tepat di telinga Dhika. Membuat rasa bersalah itu kembali hadir.

"Aris, sebenernya maksud kedatanganmu ke sini untuk apa?" Ucap Mahesa

"Hanya ingin memberi selamat kepada keponakanku yang kabarnya sudah bertunangan," ujar lelaki itu.

"Seandainya anakku masih hidup mungkin kini dia sudah berkeluarga." Lelaki itu menatap Dhika. "Benar bukan Dhika?" Timpal lelaki itu.

Dhika mengepalkan tangannya. Buku-buku jarinya mulai memucat. Dhika menarik nafas panjang kemudian mengeluarkannya secara perlahan. Matanya terpejam.

Kalo gitu hadapin dia, jangan kayak gini. Kalimat itu tergiang di kepala Dhika.

"Mungkin," jawab Dhika. "Mungkin saja dia sudah punya anak." Dhika menatap lelaki itu.

"Tapi sayang kini dia sudah tiada. Hanya karena anak berumur lima tahun, dia pergi untuk selama-lamanya." Lelaki itu menyunggingkan senyum sinisnya.

Sepupu lo meninggal itu karena ditabrak orang. Dan artinya yang salah itu bukan lo Dhik tapi si penabrak.

"Dia meninggal karena tabrak lari, bukan karena Dhika." Lelaki itu menaikkan sebelah alisnya kemudian tertawa mendengar ucapan Dhika.

"Seandainya dia gak nyelametin kamu, mungkin sekarang dia masih hidup."

"Aris," panggil Mahesa dengan suara tegas.

"Itu takdir om, bagaimanapun caranya semua yang hidup pasti bakal meninggal. Bahkan benda mati aja bisa rusak." Dhika mengulang perkataan Kenny yang pernah diucapkan gadis itu untuknya.

Setelah mengucapkan itu, Dhika berjalan melewati omnya. Berjalan menuju sofa, mengambil jake setengah basahnya yang semalam ia taruh di situ kemudian berjalan menuju pintu.

"Dhika," panggil Rika.

Dhika menggubrisnya dan terus berjalan menuju motornya. Dia memakai jaketnya kemudian menyalakan mesin motornya, pergi keluar rumah membawa emosi dan penyesalan yang terus mengerayangi dirinya.

LOVE'S LIKE RAINBOW✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang