Setelah luamyan lama gak lanjut akhirnya bisa update juga :D Btw, part ini agak sedikit. Tapi gapapalah mohon maklum hehe :p
Dan buat readers yang udah comment terus vote, makasih banget!!! Lopelope so much lah! :* Jangan bosen baca yaa ;)
***********************************************************************************************
Aku memandang salju yang menutupi pepohonan dari jendela kamarku. Udara terasa sangat dingin, membuatku menggigil. Pemanas sudah kumatikan tadi, lampu ruangan pun tidak ada yang kunyalakan. Hanya sinar matahari yang tidak begitu terang yang bisa dijadikan penerang ruangan.
Aku sudah tidak peduli apapun. Biarkan saja aku mati kedinginan, pikirku sempit. Kulihat pisau silet kecil di sampingku. Apakah ini cukup besar dan tajam untuk memotong pembuluh nadiku? Kelas musim dingin tidak kudatangi, padahal hari ini adalah hari terakhir kelas tersebut. Namun aku tidak sanggup jika harus berhadapan dengan mereka. Mereka akan menyiksaku lagi. Sudah cukup rok kesayanganku kemarin mereka gunting. Sudah cukup kemarin buku pelajaranku dipenuhi tulisan ‘MATILAH! MATILAH!’ dalam bahasa inggris. Aku sudah muak.
Kuambil pisau silet itu perlahan. Aku gugup, aku takut. Tanganku gemetar. Kudekatkan ke arah pergelangan tanganku. Aku tidak sanggup lagi melanjutkannya. Kemudian kujatuhkan kembali pisau tersebut. Dan kemudian aku menangis. Aku merutuki nasibku. Mengapa aku harus hidup di dunia yang sekejam ini. Mengapa harus aku!??? Apa yang telah aku lakukan?? Apa salahku???
Lagi-lagi aku membulatkan tekadku untuk mengambil pisau silet tersebut. Sambil kutatap ke arah luar jendela. Salju terakhir yang akan kulihat. Pohon terakhir yang akan kulihat. Musim dingin terakhir yang akan kulewati. Payah, kenapa kau begitu cengeng? Kembali aku dekatkan pisau silet tersebut, lalu kucoba gesek perlahan ke kulitku. Mulai muncul sedikit darah. Sakit… Sakit sekali..!!
“Are you crazy or something?!” Kulihat siapa yang berdiri di depan pintu kamarku sambil berteriak seperti itu. Kenny?
“Why are you here…?..?” tanyaku dengan gemetar. Aku begitu ketakutan. Namun Kenny tidak menjawabku. Begitu aku mulai lengah, dirampasnya pisau silet tersebut dan segera ia buang ke luar jendela.
“Wh… What are you doing..?!” tanyaku kaget. Pisau itu hanyalah satu-satunya jalan aku bisa segera menghilang dari dunia ini.
“Kenapa kau begitu bodoh!? Apakah menurutmu, jika kau mati sekarang tidak aka nada yang merasa kehilangan? Tidak ada yang akan merasa sedih???” ujar Kenny membentakku.
“Kau tidak mengerti apa yang kurasakan! Apakah seumur hidupmu, kau pernah mengalami seperti yang kualami sekarang?! HAH?!” Aku membalas bentakan Kenny dengan membabi buta. Kenny terdiam. Aku merasa menang, keputusanku tidak salah bukan?
“Apakah kau pernah, dikhianati teman-temanmu?? Merasakan rasa kesepian yang begitu menyiksa?? Tanpa seorang pun disampingmu?! Jawab aku!?!?!”
“Aku sendirian! Kedua orang tuaku sama sekali tidak memperdulikan aku! Mereka bercerai tanpa menanyakan pendapatku. Aku bahkan baru tahu kalau mereka sudah bercerai 1 tahun setelah surat cerai ditandatangani kedua belah pihak.” Air mataku mengalir deras.
“Aku diambil oleh ibuku. Tapi ibuku bahkan terlalu sibuk mengurus pekerjaannya. Ketika aku ingin bercerita tentang suatu hal, ibu selalu sibuk dan bilang aku mengganggunya. Ketika ibu mulai jarang sekali pulang ke rumah aku terus meneleponnya, namun ia tidak mengangkat. Kucoba hubungi ayahku, dan apa kau tahu? Yang mengangkat adalah istri barunya. Dan wanita tersebut menyuruhku untuk tidak lagi mengganggu keluarganya.”
“Satu-satunya yang kupunya saat itu adalah teman. Namun aku tidak sengaja berbuat kesalahan. Mereka memusuhiku. Mereka hanya mau berteman denganku lagi jika aku bisa menyatakan cinta pada pria yang kusukai. Dan itu adalah kau! Hanya karena aku salah mengucapkan bahasa, dan kau menolakku. Mereka menindasku! Apa kau tahu betapa hancurnya aku?! Tanpa orang tua yang menyayangiku, melindungiku? Tanpa teman-teman yang menolongku, tanpa teman-teman yang menyemangatiku melewati segala masalah kehidupan?!” Akhirnya aku selesai mengeluarkan segala unek-unekku. Nafasku memburu. Benar-benar sudah lelah. Semuanya terasa seperti lepas. Aku merasa ringan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Sky and You
Teen FictionDi bawah langit biru, Rachel jadian dengan cinta pertamanya... Di bawah langit biru pula ia harus kehilangan cinta pertamanya... "Aku terlalu takut untuk kehilangan dia, tapi aku juga terlalu takut untuk jatuh cinta padanya..."