Epilog - Elena's POV

1.7K 47 15
                                    

Liat multimedia ya ^^ hehe

*******************************************************************************

Padahal aku sengaja menyempatkan diriku untuk kepulangan yang mendadak ke Indonesia. Tapi mengapa pertama kali yang kulihat adalah kejadian itu?? Ingin mati rasanya. Kepulanganku yang tertunda minggu lalu karena aku belum sempat bertemu mom, membuatku jadi ingin cepat pulang ketika sudah bertemu dengan mom. Dan hari ini, pagi-pagi buta, aku langsung pergi ke airport memesan tiket yang akan berangkat sebentar lagi. Aku tidak memberitahu siapapun atas kepulanganku ini, kecuali mom. Aku berniat memberikan surprise pada Kenny. Ternyata keputusanku salah. Harusnya aku tidak perlu kembali ke Jakarta. Hanya membuang sia-sia air mataku saja.

            Tapi memang dasar bodoh aku ini. Ketika melihat mereka berdua berpelukan di bawah hujan deras ini, dan melihat mereka berciuman di UKS, membuat hatiku tersayat. Aku menangis tanpa suara. Menahan suara tangisanku memang mudah, karena aku terbiasa melakukannya. Apalagi hujan yang deras ini semakin membuat tangisanku tidak terdengar. Padahal jantungku lemah, dan dokter memperingatkanku untuk tidak terlalu lelah dan depresi, juga untuk menjaga kesehatanku.

“Lo gak keujanan? Ini ujan gede banget loh.”Aku mendengar suara seseorang bicara padaku. Entah siapa dia. Aku tidak mengenal suaranya. Bahkan wajahnya. Wajah putih oriental dengan kacamata hitamnya yang modis membuat wajah itu terlihat tegas. Aku mengangkat wajahku agar ia bisa melihatnya. Wajahnya sempat terbelalak, namun tidak lama.

“Lo mau ke UKS?” UKS katanya? Aku menggeleng. Kemudian duduk di sebuah kursi panjang di bawah pohon.

“Jangan nangis… Cowok bukan cuma dia kok di dunia ini.” ujarnya tiba-tiba. Ucapannya membuatku terkejut. Bagaimana ia bisa tahu kalau aku baru saja patah hati??

“Gue sebenernya udah perhatiin lo dari lama. Nama gue Aditya Roesaldi. Panggil Aditya. Anak kelas 12 sekaligus ketua OSIS.” ujar pria itu memperkenalkan dirinya. Karena aku merasa tidak enak aku mencoba untuk memperkenalkan diriku balik, tetapi ia segera memotongnya.

“Gue tau. Elena kan? Anak pindahan dari AS? Gue udah bilang, gue udah perhatiin lo dari lama. Gak tau kenapa gue tertarik sama lo. Mungkin ini agak kecepetan, soalnya gue gak suka berbelit-belit dan ngelantur jadi to the point aja. Gue suka sama lo. Mau jadi cewek gue?” Wajah tegas itu membuatku luluh. Ucapannya yang begitu mengagetkan meluluhkan hatiku. Entah kenapa hatiku yang robek itu serasa seperti terjahit ulang dengan hampir sempurna.

“Lo gak perlu jawab sekarang. Ngomong-ngomong lo harus masuk nanti lo sakit.” Deg. Deg. Terdengar bunyi detak jantungku melemah. Aku merasa panik tapi tidak menunjukkannya pada Aditya. Tetapi tiba-tiba muka Aditya memucat saat melihatku.

“Jantung lo ada masalah???” Aku terkejut. Tetapi aku tidak berkutik. Jantungku rasanya seperti mau berhenti berdetak. Karena aku begitu tidak kuatnya hingga tiba-tiba aku sudah rebah di tanah.

***

5 tahun kemudian…

            Nafasku begitu terengah-engah. Rasanya sakit sekali. Jantungku rasanya sudah tidak kuat lagi. Harusnya aku tahu ini berbahaya bagiku. Padahal dokter sudah menyarankan untuk menggugurkan bayi ini apabila ingin diriku selamat, atau paling tidak bila aku ingin melahirkan bayi ini harus dengan operasi caesar. Tetapi entah kenapa, aku ingin melahirkan bayi ini normal. Mungkin karena kata orang kalau bayi dilahirkan normal bisa menambah kedekatan sang ibu dengan bayinya.

“Sedikit lagi, Bu. Ayo tarik nafas dalam-dalam, kemudian buang.”ujar seorang dokter yang menanganiku. Aku terus berusaha mengatur nafasku. Yang bisa kulakukan sekarang hanyalah berdoa semoga aku dan bayiku bisa selamat.

“Sakit, Dit…” keluhku setengah berteriak. Tetapi teriakanku lemah. Aku terus mencengkram lengan Aditya, yang sekarang adalah suamiku.

“Dikit lagi, Na. Udah setengah badan…” Aditya mengusap keningku. Membantuku agar aku tenang.

“AAHH!!!” Aku berusaha mengeluarkan seluruh tenagaku. Cengkramanku semakin kencang. Aku tahu Aditya pasti kesakitan, tetapi ia terlihat bersabar. Betapa beruntungnya aku memiliki dia.

“Ayo, Bu! Sedikit lagi!” Suara si dokter terdengar begitu bersemangat. Aku tahu aku tidak boleh menyerah. Kukerahkan seluruh kekuatanku agar bayi ini bisa keluar dengan selamat.

“Na! Anak kita udah keluar!” Kudengar seruan Aditya di sampingku. Aku terengah-engah. Selesai sudah perjuanganku. Tetapi aku belum dapat mengatur nafasku, dan jantungku mengapa bersuara begitu lemah??

“Liat, Na. Putri kita. Begitu cantik.” ujar Aditya yang sedang menggendong putrid kami. Tetapi aku tidak dapat melihat wajah bayi itu dengan jelas. Pandanganku agak kabur. Mungkin karena kau terlalu lelah.

“Iya…” jawabku lemas. “Dit… Aku mau tidur sebentar…” Ketika aku mengatakan hal tersebut, mata Aditya kelihatan langsung terbelalak.

“Na, jangan. Jangan tidur dulu. Liat putri kita, Na. Tunggu sebentar. Tunggu sampai dokter berhasil mengstabilkanmu.” Sepertinya Aditya berusaha menjaga aku agar tetap terbangun. Tetapi aku benar-benar kelelahan.

“Dit… Sebentar aja… 5 menit, Dit…” ujarku dengan nafas yang hampir habis karena kelelahan.

“Na, sekarang kita namain dia aja, ya. Jangan tidur, Na…”Nada suara Aditya terdengar aneh. Kedengaran sedih, dan putus asa.

“Kinara… Namanya Kinara… Udah ya, aku mau tidur…” Kemudian aku mencoba terlelap. Aku mendengar Aditya berseru-seru memanggil namaku. Untuk apa dia melakukan itu? Aku di sini, tidak akan ke mana-mana. Akhirnya aku mencoba membuka mataku untuk meyakinkan Aditya bahwa aku masih di sini. Akan tetapi… Mengapa semuanya masih gelap? Apa di sini mati lampu? Aku sudah membuka mataku loh. Aku mendengar Aditya menangis.

Nitttttttt…………………

            Bunyi apa itu? Bunyi yang panjang. Setahuku, bunyi itu hanya menandakan bahwa seseorang sudah mati. Sebab bunyi itu berasal dari alat pendeteksi detak jantung. Tunggu. Kalau alat itu sudah berbunyi, apakah artinya aku sudah meninggal..?

***************************************************************************************

Hai hai hai!! Hehe, ini epilog yang saya janjiin! ^^ Hope you like it XD Please vote and comment, makasih buat yang udah vote sama comment selama ini :* Just wait for the sequel ya :) 

Btw dibaca juga : 

- Inaudible World

(One shot) Ketika dunia sudah tidak lagi berbicara padamu... Rio, seorang anak SMA yang harus kehilangan pendengarannya karena suatu hal, dan karena itu ia telah menyebabkan mimpi orang yang ia sayangi hancur, juga mimpi orang-orang yang ada di dekatnya... 

Because We're Childhood Friends

Teman masa kecil, itulah satu-satunya dinding pemisah di antara Mikha, Erick, dan Rian. Cinta yang tumbuh di antara mereka tidak pernah bisa tumbuh jika masih ada dinding tersebut.  "Aku berharap persahabatan kami akan langgeng sampai selamanya. Seperti akhir di cerita-cerita dongeng. Together, happily ever after..." -Mikha "Gue cuma pengen menuhin harapannya Mikha, supaya persahabatan kami bertahan selamanya. Yang harus gue lakuin ya,cuma mendem cinta, rasa suka gue ke dia." -Rian "Setau gue kalo cinta udah masuk ke sebuah hubungan persahabatan, semuanya gak akan pernah sama lagi. Harapan Mikha supaya persahabatan kami langgeng mungkin gak akan terkabul. Logika gue sih bilang gitu." -Erick

Blue Sky and YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang