Part 4

60.5K 3.1K 8
                                    

Revisi : 22 april 2017

Padamu sang Calon pemimpinku.

Sekiranya jika ini yang terbaik.
Sekiranya jika kita memang adalah 2 takdir yang akan bersatu.
Sekiranya jika cinta yang akan membimbing kita untuk bertemu.

Izinkan aku wahai calon imamku, aku ingin menghindarimu.
Izinkan aku untuk mencegah fitnah yang akan datang menghampiri kita.
Izinkan aku untuk menjaga kehormatanku sebagai seorang muslimah.

Datangilah aku dalam keadaan yang lebih baik.
Dalam keadaanmu yang telah mempelajari tauhid dan akhlak.
Yang akan kujadikan contoh sebagai makmum dalam keluarga sederhana kita nantinya. Insyaa Allah.

.......

Seperti yang sudah kuduga, gosip itu menyebar cepat ke penjuru sekolah. Aku yang asalnya memang tak suka jadi bahan pembicaraan kini menjadi terkenal di kalangan banyak orang terutama siswi. Alhasil aku tak bisa ataupun aku tak mau keluar kelas kecuali ke masjid sekolah.

Ya, harus aku akui bahwa Farhan Andriawan adalah sosok yang amat tampan. Wajah blasterannya, mata kelabunya, dan tinggi badannya yang atletis pastilah telah menarik perhatian apalagi kaum hawa. Dan lihat, apa sekarang aku telah memujinya? Astagfirullah. Ini zina kecil dan aku harus menghindarinya.

"Annisa, yang kemarin itu siapa sih?"  Kamila menghampiriku, rambut panjang sepinggangnya ia biarkan terurai dan bau parfum yang langsung menyengat hidungku membuatku mengernyit tidak nyaman.

"Siapa?" Tanyaku, aku kembali fokus pada buku pelajaran di depanku mengingat beberapa hari lagi UAS akan datang.

"Duh Nis, ituloh si cowo ganteng yang ngomong sama kamu kemarin. Pacar kamu yah?"

Astagfirullah. "Kamu cari tau ajah sendiri yah. Dan alhamdulillah sampai sekarang aku bebas dari yang namanya pacaran" jawabku tegas, menatap tepat ke matanya.

"Dihh Annisa serius banget sih jawabnya. Pantesan kamu gak pacaran karena gak ada yang mau sama kamu mengingat kamu itu kuno." ia tertawa sinis.

"Alhamdulillah. Artinya aku terhindar dari laki-laki yang suka ngajak pacaran dan tidak bertanggung jawab Oh iya Kamila, Aku sedang belajar jadi apapun yang ingin kamu omongin sama aku bisa ditunda dulu yah." usirku secara halus.

Wajah Kamila memerah menahan marah dan malu. Aku tidak peduli. Aku memang seperti itu pada seorang perempuan yang membanggakan kemaksiatannya, mengira hal yang mereka lakukan adalah baik padahal mereka sendiri sudah pasti tau bahwa pacaran sebelum pernikahan adalah zina.

Aku menghela nafas, tak kusangka tadi aku menahan nafas karena amarah yang menggebu Kufokuskan kembali diriku pada buku yang sedari tadi kubaca. Menghiraukan segala macam caci maki yang pastinya akan menyakiti hatiku.

Hanya berdoa, Yaa Allah sabarkan aku.

......

Aku melihatnya di rumah.

Kak Adnan ada di rumah tepat saat aku telah memijakkan kakiku di pekarangan rumahku yang sederhana. Ia sedang duduk bersama bapak disana dengan cangkir berisi teh dan sebuah teko pendek di meja depan mereka sebagai pembatas.

Matanya menyipit dan suara tawanya yang merdu kala tertawa bersama bapak. Apa ini nyata?

"Assalamualaikum."

Perhatian bapak dan kak Adnan teralih padaku. "Walaikumsalam." jawab mereka serentak.

Kulihat sekilas senyum sendu di wajah kak Adnan sebelum aku berpamitan masuk ke dalam rumah. Tak bisa kubohongi bahwa jantungku menghianati diriku. Walau aku mencoba biasa saja tapi nyatanya jantungku masih berdebar atas dirinya. Ini butuh waktu. Aku sadar akan hal itu. Perasaanku itu tak akan lenyap begitu saja.

Annisa Humaira (Telah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang