Canggung, malu dan terpukau saat melihat Farhan yang sedang duduk di hadapan kami dengan pakaiannya yang lebih santai dengan kaos berlengan pendek berwarna biru tua senada dengan celana santai di bawah lutut yang dipakainya. Terlihat berbeda dari biasanya yang suka memakai setelan jas yang rapi.
Ya Farhan hari ini datang kerumahku - lagi - untuk menjemputku. Untuk dipertemukan dengan ayahnya.
Walau sebenarnya bagaimana pun juga aku juga gugup dan tak percaya diri untuk bertemu dengan ayah Farhan ini.
"Bukankah lebih baik kalau papamu yang duluan kesini nak?" Tanya ibuku yang datang dan menyajikan teh hangat untuk Farhan.
Farhan tersenyum tipis. "Papa sibuk banget. Pagi dia ke kantor. Sore jagain mama di RS dan malam kerja lagi di ruang kerjanya di rumah. Ya kali ini mumpung mama lagi ada yang jagain jadi papa ngusulin buat ketemu Annisa di rumah saya saja."
Ibu hanya mengangguk.
"Kalian kesananya cuma berdua gitu?" Tanya ibu ragu.
Tiba-tiba dari arah pintu depan yang memang sengaja dibuka muncul seorang gadis mungil yang Masyaa Allah cantiknya dengan wajahnya yang cemberut.
Rambutnya yang bergelombang berwarna hitam sepinggang yang dihiasi dengan bando kain berwarna biru. Ia memakai dress biru selutut. Jika dilihat mungkin usianya 6 tahun.
"Kania." panggil Farhan.
"Kakak lama sekali. Aku hanya dibiarin sendirian dimobil." gadis yang bernama Kania itu berpangku tangan. Terlihat sangat manis.
Adiknya Farhan yah? Pantas mata kelabu itu mirip.
"Kakak udah ngajakin kamu masuk tadi." Farhan mendekati gadis mungil itu dan menarik tangannya untuk duduk di sofa ruang tamu.
"Kan kakak bilang bentaran doang." gadis yang telah duduk itu kembali cemberut. Bibirnya mengerucut lucu.
Farhan hanya tersenyum dan mengusap kepala gadis kecil itu.
"Ehem." aku berdehem dan kedua orang itu berbalik padaku.
Farhan menatapku dengan senyum minta maafnya dan gadis kecil itu juga menatapku dengan wajahnya yang kebingungan.
"Kakak ini siapa?" Tanya gadis kecil itu. Entah kenapa aku langsung teringat Laila melihatnya.
"Assalamualaikum. Namaku Annisa." aku tersenyum hangat.
Gadis itu manggut-manggut "Aku Kania"
Gadis itu terlihat serius mengamatiku. Duh kenapa aku jadi merasa terintimidasi oleh tatapan mata kelabunya yang terlihat polos.
Apa ini yang dinamakan cinta? Ehh salah. Maaf. Hehe"Kakak ini hidup?" Tanyanya. Aku berkedip bingung.
Apa aku terlihat seperti mayat?
Aku hanya mengangguk ragu.
"Kakak gak ada kesulitan hidup gitu?" Tanyanya lagi. Matanya memicing.
"Hah?" Aku bertambah bingung. Aku mengedarkan pandanganku pada ibu dan Farhan yang juga terlihat kebingungan.
Gadis itu menggembungkan pipinya yang bulat. "Maksud aku kakak gak kesulitan nafas? Kakak kan idungnya dikit" Tengg! Aku tertohok.
Dia.. anak ini.. sedang mengatai aku pesek kan? Untuk sesaat aku membeku di tempat.
"Kania.." peringat Farhan dengan suara baritonenya tapi aku tau ia sedang menahan tawa padaku yang masih merasa kesulitan menalari apa yang terjadi.
Sekejap aku merasa. Anak ini mengatai.. Pesek. Aku?
Aku melihat Farhan yang hampir kehabisan usaha menahan tawanya bahkan wajahnya telah memerah. Kami berpandangan dengan lucu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Annisa Humaira (Telah Terbit)
RomanceAku ikhlas akan cinta yang tak tercapai Aku bersabar akan cobaan hati yang datang padaku Ini mungkin salahku karena terlalu tenggelam dalam cinta Ampunilah aku, ya Allah Kuserahkan hidup dan matiku padamu Kau sang penguasa takdir, jodooh dan rezeki ...