Revisi : 23 April 2017
Terkadang aku berfikir tentang kehadiranku, tentang keberadaanku.
Apakah aku selalu ada di antara orang lain atau justru orang lain yang mengantarai aku. Pemikiran itu membuatku tidak nyaman atas situasi yang kerap terjadi padaku.
"Farhan, kau tau selama di Paris aku tuh kangen banget sama kamu makanya aku sering ngirimin pesan tapi gak dibalas." Aku terdiam menatap gadis yang duduk di kursi depan dengan manja.
Itu bukanlah Kania karena Kania terlihat kelelahan dan memilih istirahat. Maka dari itu gadis di depanku ini adalah gadis yang sama yang memeluk Farhan yang kutau bernama Laura. Pada akhirnya menemani Farhan mengantarku pulang atau mungkin memaksa Farhan untuk mengikutkannya mengantarku pulang. Uh.
Kata papa, Laura adalah sepupu Farhan jadi aku tak usah khawatir. Oke lupakan kata tak usah khawatir itu karena aku sendiri tak tau perasaan apa yang kurasakan pada pria ini.
Namun, sebenarnya yang membuatku tidak nyaman adalah pelukan dan kata-kata manja dari sepupu yang bukanlah makhrom! Pemikiran itu membuatku ingin sekali menegur. Astagfirullah, Apakah aku akan didengarkan?
"Aku sibuk Ra." kata Farhan singkat bahkan berkesan tak ikhlas menjawab atau cuma perasaanku saja yah? Ah sudahlah.
Entah kenapa aku merasa sedikit kesal pada Farhan.
"Kamu sibuk tapi masih bisa ngelamar orang." Laura mendelik melihatku dan karena suasana hatiku yang buruk aku membuang muka menatap keluar jendela, mengabaikannya. Biarkan sajalah.
Farhan tak menjawwab.
"Farhaannn" karena dicueki gadis itu mulai menarik-narik lengan Farhan dengan manja.
Aku beristighfar. Menarik nafas kemudian membuangnya perlahan. Ya Allah.. bisakah ini berlalu dengan cepat?
"Astaga Laura. Jangan lakukan itu. Bahaya!" Suara Farhan terdengar kesal. Alu tak bisa melihat wajah Farhan dari sini dan aku pun tak berniat melihatnya.
"Farhan, jangan cuekin aku!" Gadis itu merajuk masih dengan gaya manjanya menarik lengan Farhan.
Aku semakin merasa tidak nyaman.
"Farhan! Kalau masih dicuekin aku cium nih."
Alisku bertautan. Cukup sudah!!
"Berhenti" suaraku terdengar dingin. Aku saja hampir tak percaya kalau itu suaraku.
Gadis itu berbalik menatapku. Aku tak peduli.
"Annisa." suara Farhan terdengar lirih. Masih tetap menjalankan mobil yang sudah membuatku sangat tak nyaman di dalamnya.
"Berhenti kumohon." pintaku lebih tenang.
Akhirnya mobil itu berhenti juga. Farhan berbalik menatapku dengan wajah yang sendu tapi aku sudah tidak sanggup lagi. Merusak mata dan telinga dalam mobil ini? Aku menolak. Satu-satunya keinginanku sekarang adalah keluar dari mobil ini secepatnya.
"Aku turun disini saja." aku memakai tasku dengan cepat.
"Kenapa? Rumah kamu masih jauh. Aku antarin saja yah."
Aku menggeleng. "Gak usah, aku naik angkot ajah."
"Kamu cemburu yah?" Tanya gadis itu spontan. Wajahnya menatapku mengintimidasi.
Aku menggeleng, "Aku hanya berusaha menjaga diriku terutama mata dan telingaku dari perilaku zina."
Ia menatapku marah, "Dia itu sepupuku. Kamu kuno!"
Aku tersenyum tipis menatapnya, "Kamu gak tau yah? Sepupu itu bukan Makhrommu." kataku sebelum keluar dari mobil.
Sebelum keluar aku melihat Farhan menatapku memohon tapi tak kuindahkan. Maafkan aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Annisa Humaira (Telah Terbit)
RomanceAku ikhlas akan cinta yang tak tercapai Aku bersabar akan cobaan hati yang datang padaku Ini mungkin salahku karena terlalu tenggelam dalam cinta Ampunilah aku, ya Allah Kuserahkan hidup dan matiku padamu Kau sang penguasa takdir, jodooh dan rezeki ...