Part 16

40.8K 2.4K 4
                                    

Revisi : 25 April 2017

"Aku tak mau berpikiran buruk padamu Annisa. Aku juga gak mau bilang kalau kamu mirip perempuan di luar sana yang cuma mau kekayaan doang tapi Annisa.." kak Maya memegang kedua bahuku membuatku mendongak menatap kedua matanya,  "Kau tak mencintainya. Kau mencintai Adnan. Aku tak mau sahabatku sakit hati hanya karena orang yang dilamarnya tak menyukainya." suara kak Maya naik setengah oktaf.

Seluruh tubuhku menegang. Mataku terbelalak. Rasanya aku tertampar pada perkataannya dan mencengkram erat perutku membuatku mual.

Mataku memanas. Apa ini arti dari kata kalau aku ini gadis murahan? Hanya karena aku tak mencintainya dan meminjam uang? Karena itu?

"A... aku." suaraku tercekat di kerongkongan.

Aku memejamkan mataku rapat. Kemudiam aku melepaskan pegangan kak Maya di bahuku dan menatapnya.

"Aku bukan gadis seperti itu. Aku hanya meminjam uang yang Insyaa Allah walau pun harus dicicil sekalipun pasti akan dibayar. Kak Maya salah besar menilaiku dan kumohon jangan membahas siapa yang mencintai siapa karena aku juga terluka lebih dari yang kakak tau" kak Maya terdiam.

"Pak berhenti disini." pintaku cepat pada supir taksi yang pasti telah mendengar semua percakapanku dan kak Maya. Yah sudahlah..

Aku tak ingin lemah lagi. Sudah cukup luka karena lelaki dan cinta. Rasanya aku ingin berhenti saja.

Aku turun dari taksi sebelum menutup pintunya aku menatap kak Maya yang masih terdiam menatapku. Aku akan menyelesaikan ini semua. "Aku tak tau apa yang dikatakan Laura pada kakak tapi kalau kakak memang menginginkannya aku akan meninggalkan sahabatmu itu, Farhan."

Kak Maya terbelalak saat aku telah menutup pintu taksi.

Aku pergi dari sana, aku akan berjalan kaki saja karena jaraknya juga sudah tidak terlalu jauh. Aku meninggalkan kak Maya disana bersama keputusanku.

Keputusan yang tidak terasa sudah sebulan terakhir ku pertimbangkan apa jawabannya. Hingga mendapat hasil seperti ini. Ini akan jadi keputusan yang terbaik, insyaa Allah.

Yah mungkin. Tapi kenapa...

Saat keputusan ini kuambil serasa ada kekosongan di hatiku?

......

Setelah shalat isya aku menelfon dia tapi tak kunjung diangkat. Berulangkali aku mendengar nada sambung yang berujung pada operator.

Dimana Farhan?

Aku memeluk lututku di atas ranjang dengan ponsel yang tergeletak di samping kakiku dan buku di depanku. Aku mencoba untuk fokus pada pelajaranku karena ujian nasional yang akan dimulai lusa tapi nyatanya otakku beputar pada hal lain dan tak bisa fokus.

Aku memikirkan kembali keputusan yang kini telah kutetapkan. Apakah ini yang terbaik? Akankah ini menyakitinya, mengecewakannya?

Mamanya Farhan. Bukankah Farhan mengatakan alasan ia memilihku karena mamanya? Tapi setelah kuberi keputusan ini bukankah ia masih bisa mencari pengganti yang lain? Yang mungkin sederajatlah dengan Farhan, kekayaannya. Perempuan yang tidak akan pernah meminjam uang padanya, perempuan yang tidak akan dikatai murahan.

Aku tersenyum kecut. Kenapa rasanya miris sekali?

Drrrrrrrttttt.... ponselku bergetar, ada pesan masuk. Buru-buru aku melihatnya berharap itu adalah darinya.

Ahh bukan, ini dari Laila. Ada sedikit rasa terkejut, senang dan kecewa di hatiku.

Tentang Laila, aku belum meminta maaf padanya.

Annisa Humaira (Telah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang