Revisi : 15 Mei 2017
Aku berbaring dengan tidak nyaman. Membolak-balikkan tubuhku dengan gelisah. Sudah sedari tadi aku seperti ini.
Tak bisa tidur dan tidak tenang.
Sejujurnya aku kebingungan, sangat. Otak dan segala pemikiran itu tak sedikitpun membiarkan aku tenang sehingga aku sulit untuk terlelap. Dengan kesal aku duduk di ranjang mengusap kasar wajah lesuhku.
Ah bagaimana aku bisa tidur?
Aku melihat jam weker yang ada di atas meja. Sudah jam 11 malam, jam tidurku seharusnya sudah lewat tapi walau mengantuk saat menutup mata, pikiran kacauku kembali datang dan menguasai kepalaku. Seperti ada pengganjal di kelopak mataku, aku pusing. Jam tidur yang telah lewat dari yang seharusnya membuat kepalaku semakin berdenyut-denyut.
Ah selalu seperti ini dari 2 hari yang lalu, aku selalu sulit untuk tidur karena kebanyakan berfikir.
Aku membaringkan kembali tubuhku, satu tanganku terangkat dan memijat pelan keningku yang berkerut menahan sakit, mataku terpejam rapat.
Sekejap pikiran itu kembali mengambil alih diriku lagi.
Kuliah di mesir, Gratis. Siapa yang bisa menolak? Hanya orang bodoh yang menolak kesempatan emas yang bahkan sudah ada di depan mata. Seharusnya tak boleh di sia-siakan, seharusnya ini menjadi kebahagiaan terbesar.
Ada hal yang mengganjal. Ada hal yang membuatku tidak segera mengatakan 'iya', menyetujuinya.
Hal itu karena Farhan Andriawan.
Aku rasanya khawatir. Sangat.
Saat aku telah sadar terhadap perasaanku sendiri, aku menjadi sedikit penakut untuk membuatnya menunggu lagi. Ah bukan juga karena aku ingin segera menikah dengannya, sungguh bukan itu. Ini lebih ke rasa kekhawatiran karena bisa jadi ia muak denganku dan mulai berfikir untuk pindah ke lain hati.
Aku sadari itu, walau sangat memalukan untuk mengakuinya bahkan untuk mengaku pada diriku sendiri. Setelah sekian lama bergulat dengan perasaanku, aku mengakuinya. Aku suka, sangat suka dia.
Tapi sungguh, sekarang haruskah aku pergi meninggalkannya dan membuat farhan kecewa lagi? Membuat ia terpuruk lagi setelah harapan yang telah ku berikan.
Aku tak mau. Aku tak bisa lagi menyakitinya. Bagaimana kalau kali ini ia benar-benar kecewa dan tak lagi ingin menggapaiku? Apa yang harus ku lakukan? Bagaimana ini? Ya Allah..
Aku menghela nafas berat. Ku tatap langit-langit kamarku.
Ah saat pikiran sedang kacau, saat aku sedang dirundung ketidakpastian, saat aku sangat membutuhkan petunjuk hanya yang satu itu yang bisa ku lakukan.
Istikharah. Ya, shalat untuk menemukan jawaban dari keragu-raguan, shalat yang insyaa Allah membimbing ke pilihan terbaik.
Aku bangkit dari ranjangku, melangkah mengerjap di kegelapan malam. Meraba dinding mencari jalan keluar kamarku dan masih seperti itu sampai aku menemukan dapur dan menyalakan lampu. Aku berwuduh. Setelah itu aku kembali ke kamar setelah mematikan lampu kembali.
Saat seperti inilah hatiku merasa lebih tenang dan terarah. Berharap lewat shalat dua rakaat yang kulakukan ini bisa membantuku petunjuk atas pernasalahanku. Berharap Allah memberiku petunjuk sebagai jawaban atas keraguan hatiku.
Di balik keheningan malam yang terasa pekat dingin membalut tubuhku aku meminta semoga apapun jawabannya nanti pastinya adalah yang terbaik.
Di balik keheningan malam yang terasa pekat dingin membalut hatiku aku kembali padamu Ya Allah bersujud hanya padamu agar kau ridhai keputusanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Annisa Humaira (Telah Terbit)
RomanceAku ikhlas akan cinta yang tak tercapai Aku bersabar akan cobaan hati yang datang padaku Ini mungkin salahku karena terlalu tenggelam dalam cinta Ampunilah aku, ya Allah Kuserahkan hidup dan matiku padamu Kau sang penguasa takdir, jodooh dan rezeki ...