Revisi : 23 April 2017
Aku termenung di depan meja kerjaku mengabaikan dokumen yang menganggur di hadapanku dengan secangkir kopi di sampingnya.
Pikiranku benar-benar kacau atas permintaan mama kemarin sore. Yang menyakitkan karena mama mengatakan ini mungkin menjadi keinginan terakhirnya.
Keinginannya melihat anaknya menikah..
Yang benar saja, menikah? Pada usiaku yang baru 22 tahun ini?
Sejujurnya aku belum berpikir tentang pernikahan, aku lebih tertarik dengan bagaimana caranya mengembangkan perusahaan papa.
Aku mungkin beruntung karena bisa lebih cepat lulus sekolah dan kuliah tapi apa aku juga harus dengan cepat melakukan pernikahan?
Apalagi aku bahkan tidak berniat untuk menjalin hubungan cinta-cintaan dengan perempuan, contohnya pacaran. Dan seumur hidupku aku baru dekat dengan mama, Kania adikku, Laura sepupuku dan Maya sahabat kecilku yang sudah sangat lama tak bertemu dan yang lainnya hanya sebatas partner kerja atau teman waktu menimba ilmu dulu. Jadi bagaimana dengan itu semua caraku mencari calon istri?!
Aku menghela nafas berat, menyandarkan tubuhku pada kursi yang kutempati.
Yang mau padaku banyak. Hei aku tak narsis, ini sesuai kenyataan karena walau sudah kuacuhkan masih saja ada perempuan yang mendekatiku dengan genit, ini juga bahkan termasuk Laura yang sekarang ada di Paris.
Yang paling sulit, mencari calon istri tidak bisa segampang membalikkan telapak tangan tentu saja dan aku hanya ingin berkomitmen sekali saja dan itu untuk seumur hidup.
Keinginanku pun, aku tak ingin perempuan mendekatiku hanya karena paras ataupun kekayaan yang kupunya, aku ingin mereka menerimaku karena aku adalah aku dengan banyak kekuranganku.
Secara tak terduga aku jadi memikirkan kejadian kemarin.
Tentang seorang gadis yang tak sengaja menabrakku. Gadis yang terus menunduk, bukan mereka yang menatapku dengan damba. Gadis yang mengabaikan pesona, bukan gadis yang mendekati dengan kata-kata mesra. Gadis yang langsung pamit untuk pergi, mengabaikan aku.
Untuk pertama kalinya aku diabaikan.
Namun, untuk pertama kalinya pula aku hanyut dalam pesona mata hitam teduhnya, walau tak berapa lama aku menatapnya.
Apa ini cinta?
Apa ini rasa yang telah banyak dikatakan orang?
Cinta pandangan pertama?
Aku menyesap sedikit cairan kopi dalam gelasku dan menaruh gelas itu kembali di tempatnya. Aku menatap langit-langit ruanganku sebelum menggelengkan kepalaku pelan.
Cinta pandangan pertama? Omong kosong! Aku tak pernah percaya.
Aku termenung. Annisa Humaira yah.
Entah kenapa melihat dia dari pertemuan pertama kami kemarin membuatku sangat penasaran.
......
Aku menunggunya terus-menerus selama seminggu ini di tempat yang sama kami bertemu, ia terus menundukkan pandangan jika bertemu pandang denganku. Lalu bertindak seolah tak mengenalku, ataukah jangan-jangan ia sudah melupakanku?
Aku harus membuktikannya dulu.
Aku tersenyum manis saat pandangan kami bertemu, ia langsung membuang mukanya ke samping menolak menatapku.
Aku sedikitpun tak kecewa karena akhirnya aku tau ia pasti masih mengenalku lewat tatapan mata dan rona merah dipipinya itu walau hanya kulihat sekilas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Annisa Humaira (Telah Terbit)
RomanceAku ikhlas akan cinta yang tak tercapai Aku bersabar akan cobaan hati yang datang padaku Ini mungkin salahku karena terlalu tenggelam dalam cinta Ampunilah aku, ya Allah Kuserahkan hidup dan matiku padamu Kau sang penguasa takdir, jodooh dan rezeki ...