Revisi : 29 Mei 2017
Berulang kali aku mendengar pepatah "bagaikan burung di sangkar emas."
Burung di sini sebagai pihak yang merasa dirugikan dan sangkar emas disalahkan karena mengurungnya.Sejujurnya, aku lebih kasihan pada nasib sangkar emas. Ia hanya ingin memiliki, ia hanya ingin melindungi, tapi mengapa ia harus dijadikan sebagai pihak yang salah? Ia memberikan tempat untuk sesuatu yang berharga. Apa gunanya sangkar emas tanpa cicit halus sang merpati? Eksistensi sangkar akan sia-sia, tak berguna tanpanya.
Namun, bagi sang burung sendiri merasa kesepian, ia mulai merindu.
Mungkinkah ia merindukan langit bebas biru cerah dengan awan tipisnya? Atau merindukan teman-temannya yang tertawa ceria bersama terbang ke sana ke mari? Atau sang burung justru merindukan sangkar sederhana tempatnya yang dulu?
Apakah sangkar emas ini memang seharusnya tak ada?
Aku ibarat sangkar emas yang kemudian menangisi kepergiannya setelah kulepaskan ia. Walau cuma sebentar ia bersamaku mengapa sakit yang berkecamuk ini rasanya akan mendarah daging seumur hidup?
Aku merasa ditinggalkan. Aku merasa tak berarti. Hanya hampa dan kesedihan. Tanpa cicit burung rapuh yang menenangkan itu lagi.
Apakah aku harus mencari penggantimu?
Sang burung cantikku. Merpati putihku, Annisa Humaira.
.........
KEPENTINGAN PENERBITAN, BEBERAPA PART DIHAPUS
Ailyn
KAMU SEDANG MEMBACA
Annisa Humaira (Telah Terbit)
RomanceAku ikhlas akan cinta yang tak tercapai Aku bersabar akan cobaan hati yang datang padaku Ini mungkin salahku karena terlalu tenggelam dalam cinta Ampunilah aku, ya Allah Kuserahkan hidup dan matiku padamu Kau sang penguasa takdir, jodooh dan rezeki ...