Part 8

47.8K 2.7K 6
                                    

Revisi : 23 April 2017

Aku terbangun saat sayup-sayup kudengar obrolan ibu dan bapak di ruang tengah yang langsung berhadapan dengain kamarku. Aku melirik jam weker di nakas, pukul 10 malam.

Apa yang diobrolkan bapak dan ibu selarut ini?

Aku beringsut turun dari ranjang, mengucek mataku perlahan. Aku merasa kering di tenggorokanku, aku haus. Ini kebiasaanku saat bangun tidur.

Aku mengambil segelas air yang memang selalu kusiapkan di meja sebelah tempat tidurku dan meminumnya. Merasakan air yang membasahi tenggorokanku.

"Bagaimana bisa? Kenapa mereka bisa seperti itu? Kenapa mereka bisa membuat fitnah seperti itu padamu?" Sayup suara ibu terdengar.

Suara ibu penuh dengan kegelisahan. Walau aku tak melihatnya aku bisa mendengar nada gelisah di suaranya

Aku terdiam. Fitnah apa yang menimpa bapak?

Aku membuka sedikit pintu kamarku dan aku melihat di celahnya. Aku melihat ibu dan bapak duduk diruang tengah dengan raut ketegangan diwajah mereka.

"Bapak juga gak tau bu. Tapi demi Allah bapak gak sedikitpun menyentuh apalagi mengambil cincin milik istrinya atasan bapak."

"Ya Allah. Bapak" ibu berucap frustasi.

"Dan mereka minta uang ganti rugi 10 juta." Wajah bapak menyendu.

"Hah?" Ibu kaget.

Perlahan ibu mengelus dadanya.

"Astagfirullah." ibu mendesah. Raut gelisah dan ketakutan di wajahnya sangat tampak. Ibu menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa, berulang ulang dari bibirnya mengucap istigfar.

"Jadi pak, gimana lagi kita sekarang?" Ibu terlihat pasrah.

"Bapak akan jual motor saja bu." bapak tak jauh beda dengan ibu.

"Motor tua itu gak seberapa harganya, gak akan melunasi ganti ruginya lagipula itu kendaraan bapak untuk ke tempat kerja." ibu melepas kalung emas yang selama ini tergantung di lehernya. "Biar kalung ibu saja yang digadai pak."

Bapak menghembuskan nafas berat turut menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi.

"Itu barang berharga bu, warisan orang tua ibu satu-satunya. Bapak tidak apa-apa kalau naik angkot ke tempat kerja."

"Gak papa pak, kan hanya digadai. Kalau udah ada uang bisa di tebus kembali." ibu menunduk, menatap sendu kalung emas di genggamannya.

Bapak mengusap wajahnya pelan dan mengucap istigfar.

Aku terdiam. Lalu dengan pelan ku tutup pintu kamarku. Aku terduduk di atas ranjang.

Masalah bapak, masalah ibu. Kesedihan bapak kesedihan ibu. Juga adalah kesakitanku. Bapak sedang difitnah dan mengharuskan dia membayar ganti rugi 10 juta.

Ya Allah, dimana kami bisa dapat uang sebanyak itu? Astagfirullah. Apa yang harus kulakukan?

Aku bingung. Aku takut.

.........

"Nis, gimana ujiannya hari ini?" Tanya Laila semangat. Kerudung yang dipakainya terlambai diterpa angin. Ia menatapku dengan senyuman lebar di wajahnya.

Annisa Humaira (Telah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang