Dear Tuhan, dia adalah calon ibu dari anak-anakku.. Shaka
1...
2...
3...
4...
5...
6...
7...
8...
Gendang telinga Shaka mulai terasa risih ketika mendengar urutan angka yang terus terdengar berulang-ulang saat ini. Dengan rasa kantuk yang masih menumpuk, kedua kelopak matanya mulai terbuka. Membiasakan diri dengan sinar matahari yang ia yakin masuk melalui sela-sela jendela kecil samping tempat tidur.
Hoaaammm...
Napas naga yang keluar dari mulutnya mulai mencemari udara pagi. Mematikan segala hewan-hewan microba kecil yang mungkin berterbangan di sekitarnya. Namun ia tidak peduli akan hal itu, yang lebih ia pedulikan adalah suara-suara seperti seseorang menghitung sesuatu sampai tidur indahnya terganggu.
Sambil mengusap sisa-sisa peninggalan semalam di sekitar bibir, langkah kakinya mulai berjalan ke luar dari kamar yang besarnya tidak seberapa. Hampir saja beberapa kali langkahnya tersandung karena kedua mata masih tidak bisa diajak kompromi sedikitpun.
Susah memang. Semua efek semalam. Kerja keras yang mendatangkan kegondokan hati. Kalau tahu malam impian Shaka seperti ini, lebih baik pernikahan ditunda saja seminggu lagi. Hingga musuh besar para lelaki itu menghilang dulu dari pandangan.
Yap. Semalam Rara kedatangan tamu bulanannya. Tamu yang tidak pernah Shaka harapkan mengunjungi disaat waktu tidak tepat.
Padahal semalam ia sudah seribu bujuk rayu dalam mendekati istrinya itu, namun memang nasib buruk sedang menghampirinya.
Setelah ia berganti baju semalam, dengan wajah tidak berdosa Rara memberitahu bila dia sedang diserang sampai berdarah-darah.
Nasib... nasib. Harus puasa lagi. Batin Shaka mengingat kekesalannya semalam.
Tapi dibalik kekecewaannya, tersimpan rasa perih melihat Rara kesakitan pada bagian perutnya. Mau tidak mau Shaka ikut begadang semalaman untuk mengusap perut Rara dengan minyak yang bisa menghangatkan.
Bila sebelum menikah, bahkan mengenalnya sampai belasan tahun, Shaka tidak pernah melihat Rara semenderita itu. Tetapi tadi malam, ia sangat bersyukur menikahinya. Bisa membantunya untuk mengurangi rasa sakit. Walau Shaka pun tidak yakin itu berpengaruh atau tidak.
Namun setidaknya Shaka sudah berusaha. Berusaha memahami kesakitan perempuan ketika datang bulan.
Suara-suara menghitung angka itu semakin dekat ketika langkahnya memasuki ruang tamu, yang sekaligus menjadi ruang keluarga, rumah ini. Maklum saja rumah ini hanya terdiri dari satu lantai. Di atas luas tanah 150m. Memang kalah jauh dengan rumah ayahnya atau rumah keluarga Rara. Tapi inilah rumah asli milik mereka, dimana ada dirinya sebagai kepala keluarga dan Rara adalah ibu rumah tangganya.
Langkah Shaka terhenti, tubuhnya mendadak kaku. Menatap sosok perempuan seperti hantu yang menakutkan. Bukan. Bukan karena hantu itu menyeramkan. Namun karena hantu itu berbahaya hingga hatinya dibuat berdetak tidak menentu.
Sungguh nasib buruk mulai menghantui Shaka kembali karena si 'tokek' mulai menunjukkan reaksi berlebih. Apalagi jika disuguhkan yang seperti ini.
Sumpah ini pertama kalinya Shaka mengetahui kebiasaan Rara. Bayangkan saja sekarang ini dia sedang melakukan senam yang entah apa namanya dengan menggunakan celana ketat yang super pendek sampai-sampai Shaka yakin ada bagian terjepit disana. Lalu bagian atasannya hanya menggunakan tshirt putih polos ukuran besar. Namun bukan itu fokus utamanya, melainkan tubuh putih mulusnya yang sudah banjir keringat menciptakan sensi lebih dimata Shaka pagi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Merry Go-round
Romance-SEQUEL KITA- Semua berjalan terlalu mulus diawal hingga terasa licin seperti kebanyakan sabun ketika dirimu ... hap.. hap.. Namun ternyata berawal dari kelicinan itu hingga mampu membuatku terpeleset sampai kehilangan segalanya. ******* Ini merupak...