Part 2

8.6K 814 203
                                    

Jangan bandingkan fisik dan materi antar lelaki. Karena kami benci dengan semua perbandingan itu. Namun bila ingin tahu seberapa tulus cinta kami, bandingkan dengan kasarnya tangan kami yang terus kerja keras untuk membahagiakanmu seorang... Shaka

Sekembalinya Shaka dari mushola selepas sholat subuh tadi ia dikagetkan ketika melihat sosok Rara yang sudah rapi dengan pakaian semi formalnya. Tubuhnya yang kurus sudah tertutup gamis indah berwarna pink dengan hijab lebar. Seperti yang biasanya dipakai oleh Sendi, Bunda Shaka.

Jadi kangen Bunda? Apa kabarnya dia? Tanya hati Shaka.

Jujur saja Shaka akui Rara sangat cantik. Wajahnya berseri indah dengan kedua pipinya yang merona. Shaka tidak tahu Rara memakai perona pipi atau tidak, yang jelas bila semakin lama Shaka memandangnya membuat laki-laki itu gemas.

"Abang udah pulang?" songsong Rara sembari mencium punggung tangan Shaka. Perempuan itu langsung menarik Shaka menuju meja makan. Dimana sudah tersaji dua piring nasi uduk yang wanginya sangat memanggil-manggil perut Shaka untuk segera memakannya.

Tanpa pikir panjang, langsung saja Shaka mengambil posisi di hadapan makanan khas Jakarta itu dan melahapnya sampai tak tersisa.

Bisa Shaka lihat Rara menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkahnya pagi ini.

Dengan senyum yang tidak hilang di bibirnya, Rara berusaha melayani Shaka dengan baik. Meletakkan segelas air teh hangat yang Shaka tanggapi dengan kening berkerut, "Kok teh sih Ra? Abang kan maunya kopi."

"Kopi enggak bagus Bang buat kesehatan. Sengaja Rara selang-seling biar abang enggak terus menerus minum racun."

"RACUN?" teriak Shaka ketakutan.

Rara tertawa geli, kemudian menarik kursi makan yang berada di hadapan Shaka. Kedua tangannya menumpu di atas meja, lalu dengan sengaja kepalanya dia sandarkan pada tangannya tersebut. "Iya racun, memangnya Abang enggak tahu kalau kopi itu racun? Dengerin Rara ya Bang, kopi itu kalau Abang minumnya pagi sebelum makan atau sebelum minum air putih terlebih dahulu bisa menyebabkan keasaman lambung, dan menyebabkan kejang perut, kram, sembelit, serta diare, juga maag. Memangnya Abang mau sakit?"

Dasar perempuan, kalau belum bicara panjang lebar pasti rasanya belum puas. "Udah?"

"Ih, jadi enggak suka kalau Rara ngomong panjang lebar?" kan, mulai deh Shaka menjadi serba salah.

Inilah ujian pertama seorang suami kala menghadapi istri yang hormonnya sedang tidak stabil. Apa saja yang diucapkan pasti saja salah. Maunya perempuan itu apa?

Kalau mau dimengerti, semua orang juga mau dimengerti kali. Tapi harusnya sadar diri juga. Seberapa besar dirimu sudah mengerti orang lain. Barulah boleh merasa ingin dimengerti juga.

"Bukan gitu Ra."

"Terserah Abang aja."

Salah lagi..

Yang mengambil kesimpulan begitu cepat adalah perempuan. Tapi kalau hasil kesimpulannya itu tidak sesuai pilihan hatinya langsung saja marah-marah. Shaka sampai pusing harus berbuat apalagi.

Tuhan... harus bagaimana menghadapi makhluk terindah yang Kau ciptakan untuk mendampingi kami ini. Teriak hati Shaka sebagai seorang laki-laki dan sebagai seorang suami.

"Rara mau siap-siap dulu," serunya berjalan cepat menuju kamar mereka.

Shaka yang ditinggal sendiri, seolah tidak peduli dengan rajukan manja Rara. Pikirnya rasanya nasi uduk dihadapannya lebih menggoda iman dibandingkan harus capek-capek membujuk Rara. Nanti juga perempuan itu baik sendiri.

Merry Go-roundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang