Bab 19

897 144 23
                                    

Hahaha. Lupa update ini, padahal udah ditulis..
Masih adakah yang baca?
Ngacuuunggggg...

Oh iya.. Jgn lupa cek video di youtubeku ya..
Siapa tahu ada yang bermanfaat untuk kalian... Okee

Tolong jangan menyerah walaupun banyak sekali duka di antara kita.

Mereka berempat akhirnya makan bersama di sebuah restoran selepas belanja beberapa keperluan pokok yang menurut Sendi seharusnya ada dalam setiap rumah.

Seperti halnya kebutuhan pokok, hingga buah-buahan, Sendi putuskan untuk membelinya agar bisa dipergunakan oleh Shaka dan Rara untuk beberapa hari ke depan.

"Makan yang banyak, Ra. Biar cepat pulih." Kata Sendi yang melihat Rara sedikit tidak napsu dengan menu yang dipesan.

Padahal semua yang dipesan adalah makanan enak dan bergizi. Hanya saja Rara masih terpaku dengan masalah mereka tadi, hingga napsu makannya benar-benar menghilang kali ini.

"Kamu juga, Bang. Makan yang banyak." Dengan tangannya sendiri, Sendi mengambilkan beberapa lauk untuk Shaka. Dia tahu mana makanan kesukaan putranya dan mana yang tidak.

Hingga Rara yang melihat adegan ini hanya bisa terdiam malu. Dia tahu seharusnya dirinya yang seperti ini. Peduli dengan suaminya sendiri. Tapi ternyata kondisinya masih sangat labil. Pikirannya masih sering berubah-ubah. Terkadang dia bisa memposisikan dirinya seperti seorang istri. Namun sering kali emosinya membuat Rara terlihat seperti anak kecil yang inginnya dimengerti saja.

Mungkin semuanya terlihat wajar. Karena usia Rara kini barulah 18 tahun. Diusia yang begitu muda menjalani biduk rumah tangga memang bukanlah hal mudah. Pasti ada saja kendalanya. Entah karena ego, atau karena hal-hal lainnya. Tapi seharusnya Shaka dan Rara tidak kalah dengan semua yang terjadi kini. Keduanya harus saling menguatkan bukan hanya ingin dilihat siapa yang paling kuat dalam perang hati.

"Kamu juga makan ini." Kata Shaka memindahkan beberapa lauk dari piringnya ke piring Rara.

Rara tertegun melihatnya. Wajah polos Shaka benar-benar menghipnotisnya hingga dirinya merasa sangat malu pada saat ini.

"Ra, bunda mau bicara sesuatu boleh?" tanya Sendi begitu tenang.

"Boleh, Bun."

"Bunda cuma mau minta tolong sama kamu, kalau Shaka banyak tingkah, kamu harusnya ingatkan dia. Dia memang nakal sedari dulu. Bunda tidak memungkiri hal itu. Tapi kenakalan itu bunda anggap sebagai proses kedewasaan dia. Sesekali boleh kamu ingetin dia kalau dia salah. Boleh banget kamu kasih tahu dia yang mana yang baik dan buruk atas segala sikap dia. Tapi saran bunda, kasih tahunya dengan cara baik-baik. Tidak perlu pakai emosi. Apalagi kamu tahu sendiri kan, Ra, laki-laki itu paling tinggi gengsinya. Mana mau mereka diarahkan sama orang lain, apalagi sama perempuan. Tapi kalau kamu kasih sarannya dengan kalimat yang baik, yang sopan, yang sabar, mereka pasti mendengarkanmu lebih dalam lagi. Bahkan gestur tubuhmu saja akan mereka pahami jika kamu memperlakukan dia dengan baik."

"Bunda tahu, Ra. Kalian sedang ada masalah. Bunda enggak akan ikut campur masalah kalian. Di sini bunda hanya akan memberikan saran. Saran agar kalian bisa saling memahami. Jadikan keributan yang terjadi di antara kalian seperti pupuk. Yang akan membuat ikatan kalian semakin kuat."

Meyelesaikan kalimatnya, Sendi menepuk lengan Shaka, seakan-akan memarahi putranya sendiri atas kelakuannya yang nakal.

"Kamu udah besar. Sudah menikah. Sudah punya istri yang cantik. Masa iya kamu kelakuannya enggak berubah-berubah. Ubah sedikit pola pikirmu, Nak. Bunda kasih tahu sekali lagi ya sama kamu, perempuan itu susah ditebak. Jadi kamu enggak perlu menebak apa keinginannya dari sikap yang dia tunjukkan. Karena bunda enggak ingin kamu jadi laki-laki hebat yang sibuk menebak sikap perempuan. Tapi bunda ingin kamu menjadi jauh lebih sabar, agar mau menunggu dan mendengarkan apa yang diinginkan oleh perempuan itu."

Merry Go-roundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang