lima

225 54 6
                                    


Riu menarik Rheane menjauh dari kantin. Istirahat kali ini dia sengaja menunggu Rheane di pintu utama kantin, menurut pengamatan yang Rachel lakukan selama ini, setiap hari lima menit sebelum istirahat di mulai pasti Rheane sudah pergi ke kantin. Dan ternyata benar.

Riu tidak peduli lagi dengan omelan heboh Rheane yang memintanya untuk berhenti. Lokasi sekitaran kantin masih tidak aman untuk berbincang, jadi Riu sengaja memilih parkiran belakang sekolah yang letaknya sebelah gudang.

"Dibayar berapa sampe ngomong boong?" tuding Riu langsung saja ketika mereka sudah sampai di parkiran. Hanya ada mereka berdua yang di parkiran luas ini, sampai-sampai suara Riu berdengung sedikit.

Rheane diam. Tidak mengerti maksud dari perkataan Riu. Siapa yang dibayar, siapa yang membayar, ngomong bohong soal apa. Riu aneh sekali sih.

"Retha nyuruh lu boong?"

Oh. Riu ternyata mau bahas masalah itu. Mungkin Riu masih tidak terima diskorsing karena ulah Margaretha.

Rheane malah tertawa. Membuat Riu menyergit berkali-kali lipat dalamnya. Kenapa semua orang hari ini terasa aneh sih, tadi pagi Refar yang dadakan sok tau nanya Riu suka Rafshan atau tidak, sekarang malah Rheane yang hanya tertawa cengengesan seperti kesurupan.

Duh, kayaknya Riu salah milih tempat parkiran. Bisa sajakan ada setan jimbul yang iseng masuk ke tubuh Rheane.

"Ne!" tegur Riu yang jadi ketakutan karena tawa Rheane tidak kunjung berhenti.

"Lu pikir lu sekeren itu ya sampe bisa bantuin gue dari Retha?"

Lah, ini kenapa Rheane malah jadi songong gini nadanya. Tatapan Rheane berubah menjadi sinis, berbeda sekali dengan tatapan patuh yang ia perlihatkan di depan Margaretha lusa lalu.

"Gue gak bantuin lu, gue cuman gak suka ada kekerasan," balas Riu ikutan songong. Bukan Riu namanya kalau tidak bisa membalas keburukan orang lain.

"Tapi lu juga bales pake kekerasan?"

Eh, bener juga sih. "Ya emang gitu, orang bego harus disadarin."

Rheane diam. Mungkin skakmat, mungkin juga tidak. Rheane malah mengitari badannya. Meskipun jago bela diri, Riu juga takut kalau berhadapan dengan orang kesurupan—eh kayaknya sih Rheane kesurupan.

"Ne, kenapa sih?!" bentak Riu sebal dengan kelakuan Rheane yang masih mengitari badannya, "jangan buat gue takut kalo gak mau gue tendang."

Rheane berhenti detik itu juga. "Oh, jadi cuman kekerasan doang yang lu bisa?"

Rheane menaikkan sebelah alisnya, memajukan wajahnya sampai hanya berjarak satu jengkal dari wajah Riu. Nadanya terdengar merendahkan. Kenapa malah jadi Riu yang terinterogasi begini, padahal niat awal Riu hanya ingin menanyakan baik-baik.

"Riu, Riu, gak selamanya hal kekerasan harus dibalas kekerasan," kata Rheane menggelengkan kepalanya, mundur selangkah sehingga jarak keduanya meregang, "gue gak disuruh bohong sama Retha, tapi gue sengaja bohong. Karena cara menusuk Retha itu bukan dengan pukulan tangan."

Rheane pergi begitu saja. Riu juga tidak ada niatan untuk menahan, enggan melanjutkan pembicaraan absurd. Bukannya menjawab jawaban dari sikap Rheane yang hany diam saja ini malah dia yang dibuat mikir sama perkataan Rheane barusan. Ah gatau ah!

Cape, Tau!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang