chapt 8

913 74 25
                                    

Dedi menatap Runa yg masih bergelung dalam selimut pagi ini. Ini akhir pekan dan jam sudah menunjuk pukul 8, tak biasanya Runa bermalas-malasan seperti ini. Ia bukan gadis pemalas, apalagi semenjak ia menjadi Ibu angkat Abi.

Beberapa hari lalu Ivon menghubunginya, ia memberi kabar tentang keadaan Runa yg tidak baik. Sebenarnya Dedi ingin langsung menemui Runa, tapi pekerjaannya belum selesai. Dan hanya weekend ini Dedi baru bisa mengunjunginya. Tapi weekend santai dalam bayangannya sirnah saat melihat Runa masih bergelung dalam selimut.

“Apa yg sebenarnya kau lakukan?!” bentak Dedi menyibak paksa selimut Runa.

Sifat bar-bar Dedi tak berubah, tapi itu cukup berhasil membuat Runa bangun dari kasurnya. Runa menatap Dedi marah, namun tak bisa membuat sepupunya itu takut. Kini Dedi yg justru menatap Runa penuh intimidasi, membuat Runa menciut.

“Apa yg terjadi? Katakan!” kata Dedi mengintrogasi. Singkat padat dan sangat jelas.

Dedi bukan tak merasa kasihan pada adik sepupunya ini, tapi Runa bukan orang yg sama. Runa lebih tertutup setelah putus dengan Tomi, disusul dengan kepergian Meta secara mendadak. Itu sebabnya Dedi bersikap keras hanya agar Runa bercerita. Jika tidak begini, sampe pohon duren berbunga toge -abaikan pribahasa ini- ia tak akan pernah bercerita.

“Aku sedang tak ingin membahasnya Ded!” Kata Runa lesu dan kembali merebahkan tubuhnya.

Sikap Runa semakin membuat Dedi yakin kalau sesuatu yg buruk sudah terjadi. Dedi tak bisa membiarkan Runa merusak hidupnya dengan bersikap begini. Apapun harus dia lakukan agar Runa bisa bangkit kembali.

“Baiklah kalau kau tidak mau cerita. Kita akan liburan ke Surabaya dan biarkan Tante Wulan yg mengurus Abi.” Tawar Dedi.

“Tidaaakk!!” pekik Runa terduduk dari tidurnya. Dedi tahu cara memaksa orang dengan benar.

“Jadi?"

“Baiklah kau menang.” Runa beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi untuk sekedar cuci muka dan gosok gigi.

Dedi sudah menunggu di teras dengan secangkir kopi dimeja. Tak lama Runa ikut duduk mengambil tempat disamping Dedi. Runa menaikkan kakinya dan memeluk lututnya pertanda kejadian ini sangat buruk baginya.

“Aku berusaha memaafkannya, melupakannya semampuku. Tapi secara kebetulan aku bertemu dengannya.” Kata Runa menarik nafas dalam sebelum melanjutkan ceritanya.

Sementara Dedi tak sama sekali berniat menyela ucapan Runa.

“Aku bertemu Tomi dikantor Deni beberapa hari lalu. Dia menyapaku tapi belum sempat kami bicara Deni sudah mengajakku pergi. Aku sangat takut, aku takut kalau ucapannya benar. Tentang dia yg akan menceraikan istrinya setelah bayinya lahir. Aku akan sangat merasa bersalah jika Tomi menelantarkan bayi dan istrinya hanya demi aku. Dan dia akan mengejarku demi mendapatkan cintaku lagi. Bahkan beberapa hari lalu dia datang ke galeryku.” Kata Runa cemas dan sedih.

Dedi bahkan bisa melihat kantung mata Runa, seperti ia tidak tidur berhari-hari.

“Si brengsek itu!” geram Dedi. “Apa kamu masih menyukainya?” tanya Dedi.

“Tidak, aku tak ingin bertemu atau berhubungan apapun dengan dia lagi.” Kata Runa menutup matanya lalu menghela nafas.

“Jangan berpikiran terlalu jauh, mungkin dia hanya menyapa saja dan minta maaf.” Kata Dedi mencoba menenangkan.

“Aku memaafkannya, tapi aku tak ingin bertemu dengannya lagi.” Kata Runa.

“Jangan begini lagi, jika ada masalah segera kabari aku. Kau tidak hidup sendiri, kau punya aku dan Abi yg slalu menyayangimu.” Kata Dedi menarik tubuh Runa dalam pelukannya. “Kurasa kau harus belajar membuka hati mulai sekarang.” Ucapnya disambut Runa yg hanya mengedikkan bahu.

SingleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang