chapt 3

1.2K 66 14
                                    

"Selamat pak atas grand opening Cafe di Bandung." Ucap Pak Harun salah satu orang kepercayaan Deni.

"Trimakasih untuk kerjasamanya." Sambut Deni menjabat tangan Pak Harun.

"Lalu, bagaimana dengan konsep Cafe di Malang dan Surabaya?" tanya Pak Harun membuka percakapan.

Pak Harun adalah orang kepercayaan dan rekan bisnis Deni. Tak diragukan tentang keahlian Pak Harun untuk menebak tempat yg strategis untuk dijadikan cabang baru. Bahkan berkat bantuan Pak Harun saat ini Deni sudah membuka 30 cabang yg tersebar diseluruh pulau jawa.

"Hal itu sudah saya bicarakan dengan Bima. Dan mungkin besok kami akan diskusi tentang furniture yg akan saya gunakan di dua Cafe tersebut." Jawab Deni kemudian memijat pelipisnya yg terasa berdenyut.

"Apa Bapak tidak ingin mengambil liburan seperti sebelumnya?" Tanya Pak Harun yg hafal dengan kebiasaan Deni.

"Anda selalu tahu apa yg saya butuhkan." Jawab Deni tersenyum penuh arti. "Tapi sepertinya saya harus menyelesaikan pekerjaan ini sebelum pergi liburan." Sambungnya.

"Baiklah terserah Anda saja, tapi saran saya sebaiknya Anda mengambil liburan beberapa hari. Kalau begitu saya permisi dulu." Kata Pak Harun kemudian undur diri.

Sebelum meninggalkan kantornya seperti biasa Anna sekretarisnya menbacakan agendanya untuk besok. Dan setelahnya Deni baru bisa meninggalkan kantornya.

Deni sampai di apartmentnya tepat pukul 7 setelah berhasil melewati macet yg menyiksa. Sudah sekitar 6 tahun Deni memutuskan untuk tinggal disebuah apartment yg dia beli dari hasil kerjanya. Dan disanalah dia menghabiskan malamnya yg sepi dengan menyendiri. Sesekali Deni memang berkunjung kerumah Dimas untuk bertemu dengan keponakannya Diki, itupun jika dia tak terlalu sibuk dengan kerjaannya.

Tiba-tiba ponselnya berdering, nama Dimas tertera dilayar. Dengan malas ia menjawab panggilan dari kakaknya. Deni cukup hafal jika kakaknya sudah menelphone pasti Mama dan Papa sedang dirumah.

"Hallo, ada apa mas?" tanya Deni malas.

"Jangan lupa besok mampir kerumah, Mama sama Papa ada dirumah. Sekalian kita makan malem bareng, udah lama juga kita nggak kumpul." Kata Dimas membuat semangat Deni musnah.

"Iya besok pulang dari kantor aku langsung kesana." Kata Deni segera mengakhiri panggilan.

Deni mendesah gusar, bukannya dia tak merasa bahagia tentang kedatangan kedua orangtuanya. Hanya saja Mama seringkali menanyakan hal yg sangat sensitif padanya. Mama sering mendesak Deni untuk segera menikah, bahkan cara yg dilakukan cenderung ekstrim.


Menjodohkan beberapa gadis atau sengaja mengundang Deni saat arisan hanya untuk mengenalkan Deni pada anak dari teman-temannya. Bahkan pernah Mamanya mendaftarkannya mengikuti kencan buta. Tapi untunglah Deni bisa menghindar karna alasan pekerjaan.

Jauh dalam hatinya sebenarnya Deni sangat ingin punya keluarga kecil dan bahagia seperti Dimas. Tapi bagaimana dia bisa mewujudkan itu semua jika sampai hari ini dia belum menemukan wanita yg tepat. Pernah beberapa kali dia dekat dengan wanita, tapi yg terjalin hanya sebuah pertemanan dan bukan hubungan serius.

* * *

Deni melajukan mobilnya menuju sebuah Cafe untuk bertemu dengan Bima. Mereka memang sudah membuat janji untuk diskusi tentang konsep Cafe.

"Pak apa Anda sudah sampai?" tanya Bima disebrang.

"Iya saya sudah didepan Cafe." Jawab Deni mengedarkan pandangan mencari sosok Bima.

"Pak!" panggil Bima yg baru keluar dari galery furniture yg berada tepat disampini Cafe.

"Lho kamu kok disana?" tanya Deni heran.

SingleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang