"Kakak itu penyebab Kak Sinta pergi dari rumah. Kakak yang menyebabkan Kak Sinta harus mengemban beban lebih di luar kemampuannya. Kak Sinta selalu menangis di depan aku kalau dia lagi cerita tentang Kakak. Tapi rasanya kakak nggak pernah ngerti sama keadaan Kak Sinta. Padahal dibalik semua kebahagiaan kakak, itu semua adalah hasil perjuangan Kak Sinta yang nggak mau lihat Kak Nay sedih terus. Tapi balasan dari kakak itu nggak ada. Aku nggak mau lagi lihat Kak Sinta berhubungan sama kalian semua. Karena kalian semualah yang buat Kak Sinta menderita terus hanya karena memikirkan kebahagiaan orang lain yang diklaimnya sebagai sahabat sejati, sehidup semati. Aku nggak percaya ada sahabat sekejam kalian," ujar Sany dengan nada sedikit emosi.
"Sany, Sinta itu nggak pernah cerita apapun sama kita. Mana mungkin kita bisa tahu apa yang dia rasakan. Kakak juga sudah mencoba mengerti posisi dia."
"Itu hanya alasan kalian aja. Seorang Kak Sinta nggak mungkin mau bilang kalau dia itu lagi sedih. Katanya kakak sahabat dari kecil tapi sifat alamiah Kak Sinta aja nggak tahu. Harusnya kalian itu sadar, jangan hanya memikirkan diri sendiri. Kalian itu yang harusnya lebih tahu, karena semua hal yang dialami Kak Sinta itu adalah ulah kalian semua. Kalian itu sahabat yang nggak tahu diri ya..." Sany semakin sinis pada Nayra.
"CUKUP! CUKUP... Sany. Kakak nggak ngerti sama kamu. Kenapa kamu tega ngomong gitu sama Kak Nay. Sany, perlu kamu tahu satu hal. Kakak sayang banget sama kakak kamu, jadi nggak mungkin kalau kakak tega menyakiti dia," jerit Nayra. Tangisnya pun pecah bersamaan dengan luapan emosi yang sudah tak terbendung lagi.
"Tapi mana buktinya? Kak Sinta justru yang lebih menderita dari kalian. Kak Sinta yang jauh lebih sayang dan berani berkorban demi Kak Nay. Kakak nggak pernah berkorban apapun, kakak hanya bisa nangis. Dan Kak Sinta yang menyelesaikan masalah yang sebenarnya bukan masalah dia. Aku nggak tega lihat Kak Sinta sedih terus gara-gara mikirin kakak. Aku nggak mau Kak Sinta ketemu kalian lagi. Aku nggak relaa!!!!!" tangis Sany semakin menjadi-jadi. Di dalam hatinya hanya ada emosi yang selama ini tertahankan oleh adanya rasa menghormati terhadap sahabat kakaknya itu. Sany begitu depresi dengan permasalahan ini. Hati dan jiwanya bergejolak keras.
Namun, Nayra jauh lebih merasakan terluka. Jauh sekali di lubuk hatinya, ia begitu kecewa, marah dan sakit. Nayra tak sanggup menghadapi ini semua sendirian. Tapi ia masih mencerna kata-kata Sany. Ia benar-benar beruntung bisa bersahabat dengan Sinta yang sudah berkorban segalanya demi dirinya. Ia merasakan tubuhnya dingin. Ia merasa hatinya berteriak dan meronta-ronta. Ia butuh seorang yang menghangatkannya. Tiba-tiba ia merasa tubuhnya di peluk seseorang. Tyo. Dialah orang yang sudah menghangatkan tubuhnya. Tyo sungguh membuat hatinya nyaman. Tapi ini bukan saatnya untuk memikirkan perasaan yang tidak menentu.
"Sany, kakak mohon! Kakak mohon sama kamu. Kakak mohon jangan pisahkan kakak dengan kakak kamu. Tolong, Sany! Beri kakak petunjuk tentang keberadaan kakak kamu. Kakak mau ketemu sama dia. Kakak tahu kok kalau kamu juga sebenarnya kangen sama dia." Nayra masih menangis, tapi emosinya sudah menurun. Setidaknya mulai stabil. Kali ini Tante Sintya angkat bicara. Ia mencoba membujuk Sany. Remaja seusia Sany ini memang masih labil dan masih sulit mengendalikan emosinya apalagi terhadap masalah yang tidak seharusnya ia ikut terbawa.
"Sany, masih ingat kan yang tadi mama bilang? Sany nggak boleh dan nggak bisa memperlakukan Kak Nay seperti itu. Yang tahu pribadi Kak Nay itu kan Kak Sinta. Ini masalah mereka, Sayang. Ibu tahu maksud Sany, tapi nggak begini caranya. Biarlah mereka yang menyelesaikan masalah mereka sendiri. Sany hanya mendukung dengan baik dan mendoakannya."
Hatinya luluh. Sany memandang Nayra lekat-lekat. Pancaran kasih sayang mulai muncul dari sana. Nayra membalas tatapan Sany. Pandangan mereka bertemu kembali dalam kondisi hati yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Sany tengah mencari-cari dimana ketulusan orang yang ditatapnya itu menyayangi kakaknya. Nayra tak menyangka Sany mampu memandangnya seperti itu. Pandangan mata yang tidak sedang berpura-pura, pandangan mata seorang adik yang sayang kakaknya. Yang tak ingin kakaknya dilukai oleh siapapun. Ah, rasanya Nayra ingin memiliki seorang adik. Nayra mengerjapkan matanya. Membuat Sany tersadar akan lamunannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Tak ke Mana
RomancePenerbit: Media Pressindo Tahun : 2O13 aku pernah mencari-cari sampai tertelan lelah berkali-kali bermimpi tentang mereka dengan sedikit susah payah atau mengharapkan kasih mereka agar selalu siaga. mungkin aku tak menyadari, cinta takkan pernah kem...