Nayra membelalakan matanya ketika ia mendengar suara ponselnya berbunyi. Dengan malas ia bangkit dari ranjangnya. Diraihnya ponsel yang sudah berdering sejak tadi. Nayra berusaha menyeimbangkan tubuhnya, tapi baru saja ia menegakkan tubuhnya beberapa detik kemudian ia terhempas kembali ke tempat tidur. Ia merasa kepalanya bak jangkar raksasa yang sulit diangkat. Nayra merasakan sakit yang luar biasa hebatnya. Setelah itu ia tak ingat apa-apa lagi. Entah kenapa. Akhir-akhir ini ia merasa ada yang berbeda terhadap kepalanya. Nayra semakin terheran-heran karena hampir setiap hari ia merasakan pusing.
Ketika tiba di sekolah, Nayra menjadi teringat akan amplop yang ia temukan di rumah sakit kala itu. Ia berharap, mungkin dengan amplop itu, ia mendapat sedikit petunjuk tentang orang yang selama ini mengiriminya surat misterius. Ia bergegas mencari Tyo. Nayra menelusuri seluruh koridor sekolah, tapi yang ia temukan bukanlah Tyo. Melainkan sebuah pemandangan yang tak biasa dan tak pernah ia lihat sebelumnya. Nayra melihat ada seorang cowok duduk bersenda gurau dengan seorang cewek. Awalnya Nayra tak yakin dengan apa yang dilihatnya tapi semakin ia mendekat semakin ia tahu siapa dua orang itu. Dan rasa penasaran itu mendadak berubah menjadi sesuatu yang membuatnya sangat terkejut. Dalam jarak dua meter saja mereka sudah bisa mengetahui kehadiran Nayra.
"Nayra!" ujar cewek itu.
Nayra mencoba mengendalikan perasaannya sekuat tenaga. Ia sungguh tak dapat percaya akan yang terjadi saat ini.
"Nay, aku bisa jelasin ke kamu," kata si cowok itu. Mata Nayra mulai basah.
"Apa maksud kalian? Apa yang kalian lakukan di belakangku?"
"Tunggu dulu, Nay! Jangan salah paham dulu. Gue sama dia nggak ada hubungan apa-apa." Cewek itu berusaha meyakinkan Nayra.
"Nay, aku minta maaf sebelumnya. Aku selama ini dekat sama kamu karena aku mau kenal lebih jauh dengan Sinta. Karena sebenarnya..., aku suka sama sahabat kamu ini. Aku benar-benar minta maaf, aku tahu kalau aku salah. Tolong maafin aku ya, Nay!"
Nayra merasa ada petir besar yang sedang menyambarnya saat itu. Tapi rupanya tak ada setitik hujan pun yang turun, dan itu artinya bahwa yang ia hadapi adalah kenyataan. Nayra berusaha setabah mungkin.
"Nay, maafin gue. Karena gue benar-benar nggak tahu kalau Randy punya maksud begitu. Dan gue pun nggak pernah tahu kalau dia menyimpan perasaan sama gue. Tolong jangan benci gue gara-gara masalah ini, Nay!" ujar Sinta memohon pada Nayra.
"Ta, apa lo juga suka sama Randy?" Tiba-tiba pertanyaan itu meluncur dengan mudah dari bibir Nayra. Sinta terlihat sedikit terkejut dengan pertanyaan Nayra itu.
"Sekali lagi gue minta maaf, Nay. Sebenarnya gue juga menyimpan rasa kagum terhadap Randy, tapi gue tahu perasaan lo ke Randy dan gue memang nggak berharap banyak Randy bisa jadi pacar gue."
Tiba-tiba Tyo dan Icha datang dengan wajah penuh tanda tanya. Nayra tak mampu menyembunyikan kesedihannya. Sementara Randy dan Sinta tak bisa menutupi rasa bersalahnya. Wajah sedih Nayra membuat Tyo dan Icha semakin penasaran dan curiga jika ada sesuatu yang telah terjadi diantara mereka.
"Sebenarnya ini ada apa sih? Apa yang udah terjadi?" tanya Tyo penasaran.
"Jangan bikin gue takut dong! Please, jelasin ke gue dan Tyo apa yang udah terjadi," ucap Icha yang mulai panik.
"Biar gue yang jelasin semuanya," kata Sinta dengan lantangnya. "Nayra baru tahu sekarang, kalau ternyata selama ini Randy mendekati Nayra hanya untuk bisa dekat sama gue dan ternyata Randy juga suka sama gue. Tapi jujur, gue nggak merencanakan semua ini. Gue nggak mungkin nyakitin Nayra."
"Ini semua memang salah gue. Gue berhak kalian benci. Dan gue akan terima apapun resikonya. Gue juga tahu apa yang Nayra rasakan ke gue. Tapi sayangnya, rasa sayang gue ke Nayra hanya sebatas sahabat, nggak lebih. Jadi gue minta maaf banget atas ini semua."
"Gue benar-benar nggak menyangka sama yang Sinta dan Randy katakan," ujar Icha.
"Nay..." Tyo mendekati Nayra perlahan dan merangkul bahunya.
Nayra menghapus airmatanya yang hampir jatuh ke pipinya. "Gue nggak apa-apa kok. Kalian tenang aja, gue bisa terima ini semua. Apapun yang membuat sahabat gue bahagia, gue pasti ikut merasakan kebahagiaan itu." Tyo masih tak percaya dengan apa yang ia dengar, "lo yakin nggak apa-apa, Nay?" Nayra menggeleng kuat.
"Nay, lo nggak marah sama gue? Lo nggak membenci gue?" tanya Sinta.
Pertanyaan itu hanya dijawab Nayra dengan anggukan dan seulas senyuman.
"Kamu juga nggak membenci aku, Nay?" tanya Randy kali ini.
Lagi-lagi Nayra mengangguk pasti. "Kalian semua adalah sahabat terbaik dalam hidup gue. Kebahagiaan yang kalian rasakan, pastinya gue juga ikut merasakannya. Dan kita akan selalu menjaga persahabatan ini hingga ajal menjemput." Nayra mengedarkan pandangan kepada semua sahabatnya itu disertai dengan senyuman manis yang terlukis di wajah cantiknya. Randy dan Sinta merasa sangat lega atas jawaban Nayra itu. Tapi masih ada satu hal yang mengganjal di benak Nayra. Amplop. Ya, ia harus segera menanyakannya pada Tyo.
"Yo, gue mau sesuatu sama lo, tapi lo harus menjawabnya dengan jujur."
Tyo mengangguk. Nayra pun segera menunjukkan amplop merah muda yang ada pada genggamannya di hadapan Tyo.
"Apakah lo adalah pengirim surat ini yang sesungguhnya?"
Tyo terlihat tersentak. "Darimana lo dapat surat itu, Nay?"
"Gue menemukan ini di rumah sakit. Mungkin lo yang menjatuhkannya secara tidak sengaja. Tolong kasih penjelasan ke gue!"
"Iya, Nay. Memang selama ini gue yang mengirim surat-surat misterius itu ke lo. Gue merasa hanya dengan cara itu gue bisa leluasa mengungkapkan isi hati gue yang selama ini terpendam lama. Gue minta maaf kalau tindakan gue ini salah."
Randy, Sinta dan Icha tak menyangka bahwa dalang dibalik surat misterius itu adalah Tyo. Nayra berusaha keras mengatur pola pernapasannya. Ia sedang berusaha semaksimal mungkin untuk bisa mengendalikan perasaannya. Ia bingung harus bersikap seperti apa terhadap Tyo. Ditatapnya mata Tyo dalam-dalam, berharap ada petunjuk yang terpancar dari sorot mata itu.
"Yo, makasih banyak yaa..."
Perkataan Nayra membuat Tyo menganga tak percaya. "Lo nggak marah sama gue?" Nayra menggeleng kuat. Tyo tersenyum bahagia.
"Makasih atas semua yang udah lo berikan ke gue selama ini. Apapun itu bentuknya, gue nggak akan bisa membalas semua kebaikan lo dan juga... perasaan lo."
"Gue senang mendengarnya, Nay. Gue kira lo akan marah dan membenci gue selamanya."
"Gue nggak mungkin membenci orang yang udah berjasa banget untuk hidup gue. Dan sudah memberikan arti tersendiri dalam hidup gue."
Mereka semua tersenyum bahagia. Tak ada lagi kesedihan yang hinggap di wajah mereka. Nayra pun bisa menerima kenyataan yang ada. Suasana saat itu benar-benar membahagiakan bagi siapapun yang bisa merasakannya. Memang sesungguhnya kenyataan pahit itu lebih baik segera diungkap daripada disimpan terlalu lama. Dan kejujuran yang diakui dengan hati yang tulus tentunya akan menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri bagi orang yang mengakui ataupun yang mendengarnya.
E&F
"Kebahagiaan itu akan berlangsung lama jika kita mampu menjaganya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Tak ke Mana
RomancePenerbit: Media Pressindo Tahun : 2O13 aku pernah mencari-cari sampai tertelan lelah berkali-kali bermimpi tentang mereka dengan sedikit susah payah atau mengharapkan kasih mereka agar selalu siaga. mungkin aku tak menyadari, cinta takkan pernah kem...