TERUNGKAP

41 0 0
                                    

Nayra melempar tasnya ke lantai dan membanting pintu kamarnya. Entah kenapa ia merasa begitu benci dan marah terhadap mamanya sendiri. Ia begitu kesal. Nayra terus-terusan menangis ketika tahu bahwa mamanya memang membohonginya. Nayra tak menyangka mamanya akan berbuat setega itu. Sejak dulu, Nayra memang paling benci tentang kebohongan.

"Nay, maafin mama. Mama akan jelasin semuanya ke kamu, mama janji. Tapi buka pintunya dulu dong," bujuk mamanya.

Nayra masih tetap pada posisi tengkurapnya di ranjang. Ia masih belum bisa menghapus air matanya. Tapi sejenak Nayra berpikir, mungkin memang mamanya memberinya kesempatan untuk mengetahui yang sebenarnya terjadi. Nayra segera beranjak dari ranjang dan membuka pintu.

"Mama tahu kamu pasti melakukannya."

Nayra tak menghiraukan ucapan mamanya, ia berbalik dan kembali duduk di tepi ranjangnya. Disusul mamanya yang juga duduk di hadapannya. Nayra memasang telinga sebagus mungkin. Ia menyibakkan rambutnya ke belakang telinganya. Siap untuk mendengar semua hal yang baik atau sekalipun yang buruk. Dan cerita pun dimulai.

"Nay, mama minta maaf tentang papa kamu. Mama nggak ada maksud membohongi kamu. Mama akui, papa kamu memang masih ada di kota ini. Tapi mama mencoba untuk tidak lagi berhubungan dengannya. Kamu pasti sudah tahu bagaimana perlakuan papamu terhadap mama tempo dulu. Mama masih merasakan sakit hingga sekarang. Mama takut kalau dia mengambil kamu, Sayang." Mamanya mulai terisak, "mama nggak mau kehilangan kamu."

"Ma, Nayra nggak akan diambil siapa-siapa. Nayra akan terus sama mama." Nayra mengelus bahu mamanya.

"Tapi papamu itu orang yang keras. Dia belum mengenali kamu, anak kandungnya sendiri. Mama memikirkan kemungkinan terburuk, dia akan mengambil kamu dengan alasan belum pernah bertemu."

"Tapi Nayra nggak akan mau ikut papa. Nayra hanya ingin tahu seperti apa sosok papa Nayra, Ma. Nayra cuma mau kayak anak lain yang dengan bangga menceritakan orangtua mereka. Walaupun itu tidak mungkin terjadi pada Nayra. Tapi setidaknya, Nayra tahu siapa papa Nayra."

"Ya, mama akan pertemukan kamu. Tapi nanti setelah mama tahu dia tinggal dimana." Mama menghapus air matanya.

Nayra merasa tak tega jika harus terus mendesak mamanya untuk memberitahu dimana keberadaan papanya. Nayra cukupa terdiam saat mamanya menjanjikan akan mempertemukan dirinya dengan sang papa. Tapi, masih ada yang mengganjal di hati Nayra.

"Ma, masih ada satu pertanyaan lagi."

Mamanya menoleh,"apa?"

"Kenapa Nayra nggak masuk selama tiga hari? Dan Nayra nggak bisa mengingat semua kejadian yang terjadi selama tiga hari yang lalu. Apa yang Nayra derita sih, Ma? Nayra sering tersiksa dengan sakit di kepala Nayra yang tak kunjung sembuh tapi justru semakin sering kambuh."

Mamanya terdiam. Menunduk. Dalam nuraninya ia berkata tak sanggup dan tak tega jika akhirnya Nayra mengetahui yang sebenarnya. Air matanya mulai mengalir di pipinya.

"Ma, jawab Nayra. Kok mama malah nangis?"

Mamanya tak menjawab pertanyaan Nayra. Ia justru pergi meninggalkan Nayra sendirian dalam tanya. Sekembalinya, mamanya membawa amplop cokelat dan diserahkan kepada Nayra.

"Sebelum kamu membacanya, mama minta maaf sama kamu, Sayang."

"Ini apa, Ma?"

"Semua pertanyaan tentang sakit kamu akan terjawab melalui isi dari amplop itu."

Karena rasa penasaran yang tinggi. Tanpa basa-basi lagi Nayra membuka amplop itu. Ditariknya secarik kertas dari dalam amplop itu dengan perlahan-lahan dan terlihat sebuah tulisan besar yang diblok. Dibacanya tulisan yang berada paling atas kertas itu, yang lebih pantas disebut sebagai kop surat. Tulisan pada kop surat itu membuat Nayra terkejut dan tak mempu membendung air mata yang hampir keluar. Tertulis sebuah nama rumah sakit beserta alamat dan nomor teleponnya. Nayra ingat, itu adalah rumah sakit tempatnya seringkali dirawat.

Cinta Tak ke ManaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang