Keesokan harinya seperti biasa Langit menunggu di samping gerbang perumahan tempat tinggal Bintang. Sambil menyilangkan satu kakinya ke atas lututnya, Langit menunggu sambil terus mengetukan jarinya pada tangki bensin di sampingnya.
"Ck, putri solo lama banget, nggak biasanya." Langit melirik jam di pegelangan tangannya dan kembali mencoba menghubungi Bintang. Namun nihil, Bintang memang nyaris tidak bisa dihubungi di pagi hari kecuali jika hari libur, itupun cukup siang. Wajah Langit yang sudah mendung seketika cerah melihat Bintang yang sedang berlari ke arahnya. Sambil menaikan satu alis tebalnya, Langit ingin sedikit bermain-main dengannya.
"Sorry gue telat, nyokap gue rese." Bintang berucap masih dengan nafas yang terputus putus. Langit hanya memandang gadis di depannya, wangi minyak telon bayi menyeruak di penciuman Langit, terlihat Bintang menggerai rambut panjangnya, jaket pemberiannya ada di tangan kanannya, pipi yang sedikit merah, alis yang tajam, dan mata kecoklatan yang jernih selalu membalas tatapan sayangnya. Seketika Langit membuang muka.
"Lang, bukan saatnya becanda. Ayo buruan!" Bintang melirik jam di pergelangan tangan kirinya, lalu mengguncang tubuh Langit dengan rusuh.
"Apa?" Langit kini menatap malas.
"Ayo berangkat." Kini Bintang yang memelas dengan mata membulat dan berkaca-kaca. Langit mencoba menahan senyumnya dengan kembali membuang muka. Alis Bintang makin menukik tajam, dengan sisa kesabaran, dia berbalik dan bermaksud menuju trotoar untuk mencari taxi. Namun belum sampai dua langkah, Langit segera turun dari motornya dan menarik tangan Bintang dengan cepat. Hingga kini Bintang dengan mudahnya ada di hadapan Langit dengan jarak yang begitu tipis di antara mereka. Bintang sedikit mendongak untuk melihat wajah dan senyum kemenangan Langit.
"Mau peluk, silahkan." Ucap Langit dengan ekspresi seolah menyerahkan diri. Bintang menyembunyikan senyumnya meski pipi merahnya tidak bisa berbohong. Namun, beberapa saat Bintang masih diam, Langit mengulurkan kedua tangannya kebelakang leher Bintang. Bintang justru kini menempelkan pipinya pada dada bidang milik Langit dan tersenyum malu-malu.
"Gue ngga niat peluk lo padahal." Ucap Langit santai, Bintang yang semula tersenyum, kini tersentak, hampir memukul Langit.
"Diem bentar." Suara Langit terdengar pelan namun tegas. Langit mengumpulkan rambut Bintang di tangan kirinya, kini Langit mengambil ikat rambut di pergelangan tangan Bintang dan mulai mengikat rambut Bintang menjadi satu. Menjadi kuncir kuda, meski tidak begitu rapih.
"Cantik pake bangetnya cuma buat gue." Setelah selesai, giliran tangan Bintang yang terulur untuk menyisir rambut Langit menjadi lebih rapih.
"Bad boynya cuma sama gue." Langit tersenyum ceria, untuk kesekian kali dia kembali jatuh cinta pada gadis dihadanpannya.
"Yuk berangkat, atau lo bakal telat."
"Lo juga."
"Lo yang terpenting. Cepet naik. Pake jaketnya. Benerin tuh roknya. Ntar ada yang liat lagi." Bintang memutar bola matanya dengan malas.
"Bawel."
"Makasih sayang." Langit sambil terkekeh pelan dan mulai melajukan motornya di kecepatan awal. Hingga sampai di jalan raya, dia mulai menaikkan kecepatannya, jika tidak Bintang akan terlambat. Mau tak mau, Bintang juga harus berpegangan erat pada laki-laki di depannya.
"Lang, jangan kenceng-kenceng, gue takut." Langit yang mendengar teriakan Bintang segera menurunkan kecepatannya, dia memang tidak pernah membawa Bintang secepat ini sebelumnya. Dan dia sadar Bintang memiliki resiko karena itu.
"Sialan." Justru Langit yang menggerutu saat melihat pintu gerbang sekolahan Bintang sudah tertutup rapat, sedangkan Bintang sendiri hanya mendengus pasrah.
KAMU SEDANG MEMBACA
BACKSTREET
Teen FictionAruna Langit Naryama dan Adara Bintang Prastika. "We are all broken."-Backstreet Ini bukan tentang bagaimana sahabat menjadi cinta, melaikan bagaimana 'mereka' menjalaninya. #romance #teenfiction #highschool