"Lang, lo nggak kangen apa sama gue. Jangan diem aja Lang, gue tau lo lagi becanda." Pertahanan Bintang kembali runtuh, dirinya terisak sambil menggenggam tangan Langit yang terasa dingin.
"M-maaf Lang, maaf lo jadi kaya gini. Gue disini sakit Lang liat lo kayak gini."
Pintu terbuka, Haikal, Dirga, dan Gio masuk membuat Bintang segera berdiri dan menghapus air matanya.
"Sorry kita ganggu."
"Nggak, gue tau kalian juga pengen liat keadaan Langit." Suara Bintang parau.
"Lo harus percaya, dia bakal bangun, dan yang pertama dia cari tuh lo." Gio mencoba menghibur Bintang, dan mungkin kenyataannya memang begitu.
"Gue jamin dia pengin bangun juga cuma mau liat lo lagi." Sambung Dirga menghibur pula, namun justru terdengar sadis.
"Paan sih Ga, kasian anak orang lagi kawatir." Tambah Haikal sembari duduk di sofa abu-abu yang menghadap ranjang Langit langsung.
"Mau tau sesuatu nggak?" Gio duduk di ujung ranjang Langit sambil memainkan kunci motornya dengan jari telunjuknya. Bintang mengangguk ingin mendengarkan.
"Lo harus bangga sama Langit, dia rela jatuh sampe kaya sekarat juga buat ngelindungin orang lain."
"Maksud lo?" Mata Bintang menyipit dan kini duduknya mengahadap Gio.
"Iya, Langit sebenernya ngindarin kecelakaan itu sendiri, dia hampir aja nabrak korban kecelakaan itu, tapi sayangnya dia juga ditabrak dari belakang, sama depan." Jantung Bintang berpacu dua kali lipat mendengarnya, genggaman tangannya juga mengerat pada Langit.
"Asal lo tau, dia bisa kok nglewatin ini. Gue percaya, kita percaya."
Sudah hampir sehari, namun Langit belum juga sadar. Hari ini Bintang sudah bersiap kembali ke rumah sakit, tidak mungkin dia menginap, meski dia sangat ingin. Jika bukan karena Kalea dan Mera yang juga ingin menjenguk Langit dan berkata untuk berangkat bersama, tidak mungkin Bintang masih berdiri di depan gerbang rumahnya menunggu mereka. Hanya menunggu mereka saja membuatnya tersiksa karena Bintang ingin segera tiba disana.
"Sorry,, sorry Bi, gue ngrayu nyokap dulu buat bawa mobil ini."
"Udah nggakpapa, yuk buruan."
"Siap boss."
"Bi, nih gue kata Dirga, Langit udah keluar dari masa kritisnya, tapi belum sadar." Ucap Mera membuat sesak di dada Bintang sedikit berkurang. Dia mencari handphonenya, pantas saja, benda itu pasti tertinggal di meja belajarnya karena baru dicas.
Bintang membawa bunga mawar putih di genggamannya yang ingin dia letakan di ruang inap Langit nanti. Langkahnya tergesa meninggalakan kedua sahabatnya di belakang.
"Loh kalian kok diluar? Langit kenapa?" Bintang was-was dan mengintip lewat kaca kecil di pintu ruangan.
"Dia siapa?" Tanya Bintang saat melihat seorang perempuan duduk membelakanginya di bangku yang biasa dia duduki jika sedang menunggui Langit.
"Bukan siapa-siapa."
"Temen sekolah."
"Ryana."
Ucap Haikal, Gio, dan Dirga bersamaan, namun selanjutnya saling memandang karena jawaban mereka masing-masih berbeda, tidak seperti biasanya."Dia temen sekolah Bi, cuma mau jenguk Langit." Jelas Haikal.
"Kenapa lo pada diluar?"
"Dia yang minta, pengin berdua katanya." Mata Haikal dan Gio melotot pada Dirga, laki-laki itu terlalu jujur jika bicara. Bintang mendengus kesal, memangnya siapa dia berani-beraninya mengambil kesempatan berdua saja dengan Langit. Saat Bintang membuka pintu, perempuan itu juga sedang berjalan ingin keluar. Mata mereka bertemu, tatapan Bintang yang tajam semakin menajam saat melihat perempuan itu. Setelah Ryana benar-benar keluar, Bintang meletakan bunganya di atas kaki Langit yang tertutup selimut. Dia meneliti Langit, khawatir perempuan tadi berniat jahat pada Langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
BACKSTREET
Teen FictionAruna Langit Naryama dan Adara Bintang Prastika. "We are all broken."-Backstreet Ini bukan tentang bagaimana sahabat menjadi cinta, melaikan bagaimana 'mereka' menjalaninya. #romance #teenfiction #highschool