"Kenapa gue sama lo sih." Haikal mendadak cemberut, namun selang beberapa detik wajahnya kembali ceria.
"Awas lu nggak kerja." Langit memperingati.
"Lo ngomong asal bacot nggak ngrasa lo send..."
"Haikal! Silahkan jika ingin mengganggu, keluar saja." Suara Haikal yang meninggi memang membuat seluruh penghuni kelas mendengarnya.
***
Satu pesan masuk membuat ponsel Langit bergetar di laci mejanya.
Bintang : lang, keluar blm?
Langit : bentar lagi, udah rame?
Bintang : udah, tp nggakpapa lo sante aja, blm mulai
Langit : nah tuh udah bel, gue otewe
Bintang : tiati
Langit segera mengemasi alat tulisnya, meski yang dia keluarkan di jam terakhir ini hanya satu buku tulis. Tidak lupa Langit menyenggol bahu Gio yang duduk di sampingnya yang sedang tertidur.
"Yok!" Tanpa menunggu lama, Langit, Gio, Haikal, dan Dirga menuju parkiran di luar sekolah. Karena Langit sengaja membawa mobil hitamnya. Ini lebih praktis menurutnya.
Tidak sampai dua puluh menit, Langit dan ketiga sahabatnya sudah berada di bangku penonton. Berbeda dengan ketiga sabahatnya yang mulai antusias melihat para pemain basket sambil mengajukan taruhan, Langit justru masih mencari keberadaan Bintang.
Langit : lo dimana?
Bintang : yah gue aja liat lo:p
Langit : bi.
Bintang : arah jam 11
Detik itu pula mata mereka bertemu meski dengan jarak yang lumayan jauh. Langit meneliti penampilan Bintang yang semakin menawan, namun dia tidak suka dengan rok yang terlalu pendek itu.
Suara keras yang berasal dari mikrofon memutus kontak mata mereka. Namun Langit terus memandang kemanpun Bintang bergerak. Suara menggema se-antero gedung memekakan telinga. Langit belum pernah berada dalam situasi seperti ini sebelumnya, pernah namun tidak se-ramai ini. Jika saja bukan karena Bintang, menginjakan kaki di depan pintu masuk-pun Langit akan berpikir dua kali.
Sebelum perlombaan dimulai, cheerleader tampil sebagai pembuka. Ini yang Langit tunggu. Pandangannya hanya terpaku pada satu perempuan disana yang sedang menampilkan penampilan terbaiknya. Berbeda dengan Haikal dan Gio yang sedang bersiul siul sambil sesekali ikut menggerakan tubuh. Sedangkan Dirga juga sedang terfokus pada satu perempuan disana, Langit cukup tau itu.
Setelah berbaris sejajar dengan nafas yang memburu, mereka memberikan salam. Bintang menepi ke pinggir lapangan, karena pertandingan akan segera dimulai. Para pemain sudah memasuki lapangan dan melakukan gerakan-gerakan ringan sebagai pemanasan. Mereka juga men-shoot bola bergantian. Bintang lalu menghadap Langit. Dengan senang hati laki-laki itu menunjukan dua jempolnya pada Bintang. Perempuan itu tersenyum bangga. Namun belum sempat Bintang berbalik sempurna, sebuah bola memantul keras dan tepat mengenai tulang hidung dan dahinya. Langit yang melihat jelas apa yang terjadi, segera melompat melewati penonton lain di depannya. Bintang terjatuh sebelum Langit benar-banar sampai, Arga yang lebih dulu datang.
"Shitt!" Rutuk Langit pelan sambil menyingkirkan kerumunan dan tangan Arga yang ingin membawa Bintang ke tempat yang lebih aman.
"Bi, Bintang.." Langit menepuk pipi perempuan itu pelan, mencoba tenang meski jantungnya serasa ingin bebas dari tempat semestinya. Seketika darah keluar dari kedua lubang hidung Bintang. Membuat laki-laki yang akan menggedongnya keluar gedung makin panik.
KAMU SEDANG MEMBACA
BACKSTREET
Teen FictionAruna Langit Naryama dan Adara Bintang Prastika. "We are all broken."-Backstreet Ini bukan tentang bagaimana sahabat menjadi cinta, melaikan bagaimana 'mereka' menjalaninya. #romance #teenfiction #highschool