Tidak ada satu kata pun keluar dari mulut Bintang lagi. Dia hanya terisak pelan. Langit sangat ingin memeluk gadis di hadapannya dan enggan melepasnya jika air mata itu masih keluar dan isakan itu masih terdengar. Namun kali ini Langit takut, dia takut makin menyakiti gadis itu lagi. Melangkah mundur, Langit berbalik dan meninggalkan ruang UKS. Menginggalkan Bintang yang menatap punggung itu menjauh. Namun Langit telah salah, justru kata maaf dan pelukan itu selalu bisa meluluhkan dinding tebal di hati Bintang, melupakan semua sakit yang Langit berikan. Kini sakit itu semakin dalam. Dan Bintang juga telah salah mengira, dia pikir Langit benar-benar pergi jauh tanpa menghapus air matanya sedikitpun. Namun Langit tidak akan pernah meninggalkan Bintang begitu saja, hanya Bintang tidak tau itu. Langit berdiri di samping pintu UKS dan dahinya menempel pada tembok. Kepalan tangannya sudah menguat, menahan diri untuk tidak memukul tembok di depannya. Mendengar isakan itu makin menjadi, mata Langit yang merah akhirnya meneteskan air kristalnya tanpa diminta. Dia memikirkan berapa banyak luka yang telah dia berikan pada perempuan itu hingga isakan itu terdengar begitu menyakitkan baginya. Kata maaf selautan pun mungkin tidak akan cukup. Mengalahkan egonya, Bintang turun dari ranjang dan berjalan pelan keluar bermaksud mencari Langit. Langit benar, Bintang tidak akan bisa membenci laki-laki itu. Meski lukanya sedalam palung di lautan, maka cintanya sebanyak air hujan yang turun di sepanjang hidupnya, sebanyak butiran salju yang turun, sebanyak bunga yang mekar di musim semi. Sakitnya belum seberapa.
Saat sampai di depan pintu, Bintang mengedarkan pandangannya. Namun Langit belum sepenuhnya sadar jika Bintang sudah di depannya. Menatapnya dengan sisa air mata lalu memeluknya erat dan menumpahkan segalanya pada Langit. Laki-laki itu masih berdiri mematung dan tidak membalas pelukan Bintang. Membuat Bintang sadar dan melepaskan pelukan itu. Sebuah tamparan yang suaranya cukup menyakitkan telah Langit terima.
"Kenapa lo pergi?!"
"Lo pengecut Lang." Detik itu pula Langit memeluk Bintang sambil berbisik.
"Maaf."
"Jangan pernah ninggalin gue lagi Lang."
"Gue janji Bi, pegang janji gue."
"Lakuin Lang, karna gue udah nggak mau denger janji lo lagi." Langit semakin mengeratkan pelukannya sambil terus berkata maaf. Di sisi lain, setitik air mata jatuh di pipi Ryana saat melihat penyesalan Langit begitu dalam saat memeluk Bintang dengan mata merah seperti anak kecil yang menangis tensendu menyesali perbuatannya. Hati itu milik Bintang.
⭐⭐⭐
"Bi, makanan lo sampe dingin gitu. Mau gue suapin?" Bintang melirik pada laki-laki di seberang meja yang sedang menatapnya sayang sambil menyelipkan anak rambut ke belakang telinganya.
"Bb-bukan gitu maksud gue, oke, kata lo cewek nggak suka ditanya. Sini." Langit menarik piring dari hadapan Bintang dan menggulung-gulung spageti dengan garpu di tangannya.
"Sekarang makan." Bintang menurut meski dia sama sekali tidak ingin makan.
Sore itu Langit benar-benar berusaha memperbaiki semuanya. Setelah apa yang Bintang katakan, Langit benar-benar mengerti semua. Langit memang terlalu mementingkan kesenangannya yang justru membawanya melupakan janji-janjinya pada Bintang. Langit yang terlalu menganggap gampang semua masalah.
"Gue ada acara makan malam keluarga gue sama keluarga Evan." Langit berhenti menggulung spageti yang tinggal setengah porsi dan menatap Bintang lekat-lekat. Namun baru saja Langit membuka mulutnya ingin bicara, Bintang lebih dulu menimpalinya.
"Papah nggak nglarang gue pacaran Lang." Ucap Bintang pelan sambil tersenyum manis. Langit yang sangat mendengar kalimat itu segera membulatkan matanya dan berpindah duduk menjadi disamping Bintang.
KAMU SEDANG MEMBACA
BACKSTREET
Teen FictionAruna Langit Naryama dan Adara Bintang Prastika. "We are all broken."-Backstreet Ini bukan tentang bagaimana sahabat menjadi cinta, melaikan bagaimana 'mereka' menjalaninya. #romance #teenfiction #highschool