Angin malam terus menimpa wajah Langit yang sedang melajukan motornya secepat yang dia bisa. Ini sudah hampir tengah malam dan Langit masih di jalanan. Dia tidak berniat pulang malam ini. Langit butuh waktu sendiri.
Menghentikan motornya, kaki Langit menapaki pasir putih nan lembut yang terasa dingin seperti angin yang berhembus. Langit berjalan hingga pesisir pantai, gelap. Tidak ada yang terlihat jelas di hadapannya kecuali bulan sabit dan ribuan bintang-bintang. Langit terduduk lesu.
"Harusnya gue sadar." Langit mengusap wajahnya kasar. Mengecek ponselnya, ada 37 panggilan tidak terjawab dari Bintang dan ibunya. Langit tidak berniat menelfon balik atau mengirim pesan bahwa dia baik-baik saja. Dia justru membuka grup chatnya dan menulis pesan disana.
Langit : gue tunggu ditempat biasa
GioStyles : kita udah disini nungguin lo
Melihat itu, Langit segera bergegas menuju club yang biasa mereka datangi. Tidak sampai lima belas menit, Langit sudah duduk di hadapan ketiga temannya. Langit sudah menghabiskan dua botol alkohol dan tidak ada satupun dari mereka yang menghentikannya.
"Kita yang bego apa Langit?" Dirga menyeletuk.
"Lo!" Haikal melemparkan bungkus rokok Langit yang sudah kosong.
"Lang, cukup. Kita pulang." Gio mengambil paksa botol Langit membuat laki-laki itu geram dan mencoba merebut kembali. Namun pikirannya yang sudah entah kemana membuatnya limbung dan hampir terjatuh. Haikal dan Dirga membawa Langit ke mobil Gio, dan Haikal yang membawa motor Langit.
Gio menjatuhkan tubuh Langit di kasur empuk dan mencopot sepatunya. Dirga entah sejak kapan sudah ikut menjatuhkan tubuhnya disamping Langit yang terus bergumam. Mata Langit yang merah terbuka dan dia terduduk.
"Gue salah apa sih?" nada bicara Langit terdengar begitu putus asa. Haikal yang baru saja masuk segera duduk di sofa menghadap Langit.
"Gue pernah nyakitin lo Bi?" lanjut Langit
"Apa gue nyebelin ya?""Nggak ada yang salah diantara lo berdua Lang. Gue udah ngomong sama Bintang, dia emang nggak tau soal itu." Gio memegang bahu Langit mantap.
"Gue pengen habisin brengsek itu tapi kenapa selangkahpun gue nggak mampu." Langit mengerang pelan.
"Gue yakin ini nggak akan ngerubah apapun antara lo sama Bintang." Haikal mencoba menyemangati.
"Nggak, gue nggak bisa." Langit mengucapkannya mantap.
***
Tangan Bintang masih digenggam kuat oleh Evan. Bintang yang melihat kepergian Langit segera menghempaskan tangannya dan menampar Evan keras.
"Puas?! Puas lo hancurin gue?!"
"Gue cuma nggak mau lo kenapa napa Bi."
"Omong kosong! Peduli apa lo? Lo bukan siapa-siapa Van, inget itu!"
"Lo udah gue anggep se__" Evan menghentikan ucapannya dan memejamkan matanya sesaat.
"Apa?! Lo sama sekali bukan siapa-siapa! Dan buat ucapan lo ke Langit, lo bajingan! Gue benci sama lo!" dengan itu Bintang pergi, meninggalkan Evan yang masih terdiam mendengar ucapan Bintang. Apa dia keterlaluan(?)
Bintang mencegat taxi dan pergi kerumah Langit sesegera mungkin. Namun kenyataannya Langit belum juga pulang. Bintang mencoba menghubungi Langit namun laki-laki itu sama sekali tidak menjawabnya. Bintang terduduk di sofa ruang tamu Langit. Dia sudah memberitahu ibunya bahwa dia menginap dirumah Kalea. Persetan dengan Evan. Dia tidak peduli lagi jika laki-laki itu memberitahukan semua pada ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BACKSTREET
Teen FictionAruna Langit Naryama dan Adara Bintang Prastika. "We are all broken."-Backstreet Ini bukan tentang bagaimana sahabat menjadi cinta, melaikan bagaimana 'mereka' menjalaninya. #romance #teenfiction #highschool