Langit sadar akan sesuatu,
"Maaf." Bibirnya ingin mengatakan sesuatu namun seolah tertahan di tenggorokan. Jika benar, ini sudah yang kesekian kalinya Langit menyakiti Bintang tanpa laki-laki itu sadari. Langit pikir ini mudah, namun lagi-lagi dia tersadar, hal yang dia anggap mudah itulah yang telah menyakiti perempuan di depannya itu. Menghirup oksigen dalam-dalam, akhirnya Bintang menatap Langit. Laki-laki itu langsung bersuara.
"Gue tau gue bodoh karna lagi-lagi nyakitin lo tanpa gue sadari Bi, gue minta maaf, lagi." Lima detik berlalu, Bintang masih belum bersuara. Diam selagi memandangi goresan luka di buku-buku jari dan punggung tangan Langit yang belum dibersihkan, apalagi diobati. Karena kepala batunya menunggu Bintang yang mengobatinya. Melepas genggaman tangan Langit, Bintang beranjak meraih kotak P3K.
"Duduk yang bener Lang." Namun Langit hanya diam di atas karpet kesayangannya itu. Giliran Bintang yang ikut terduduk di hadapan Langit.
"Nggakpapa Lang." Langit sedikit mendongak melihat wajah perempuan di hadapannya yang sedang mencoba tersenyum.
"Lo emang the best!!" Detik selanjutnya Langit segera memeluk Bintang, membuat perempuan itu cepat-cepat menyingkirkan tangan Langit yang melilitnya.
"Lo dekil, bau juga."
"Lo bilang sekali lagi nggak bakalan gue lepas."
"Ampun boss." Bintang menyengir sambil menempelkan kapas beralkohol di pelipis Langit. Hingga tiga detik kemudian dia tersadar akan sesuatu.
"Aaaaa! Ini sakit kenapa lo teken!" Bintang justru menatap garang. Ini bukan luka karena terjatuh.
"Lo berantem?! Jawab! Cepet! Berantem sama siapa?!" Rajuk Bintang tak sabaran.
"Kata siapa gue berantem." Jawab Langit dengan wajah tanpa dosa dan teraniaya.
"Nggak usah pasang tampang bego lo! Nggak mempan! Berantem sama siapa?!"
"Arga." Balas Langit lima detik kemudian dengan lirih namun masih terdengar jelas oleh Bintang. Saat itu juga bola mata Bintang membulat sempurna.
"Apa ini gara-gara gue lagi?" Langit malah menatap geli.
"Nggak usah kepedean, lo kira masalah laki-laki cuma soal cewe?" Alhasil sebuah cubitan mampir tepat di pinggangnya. Bukan sakit sih, lebih kepada geli.
"Emang nggak seharusnya gue kawatirin lo." Sungut Bintang.
"Jangan gitu dong sayang, gue kan mancing lo biar kesini. Gue aja ngitung berapa waktu lo otw kesini."
"Berapa?" Jawab Bintang penasaran setengah gengsi.
"Sepuluh menit! Rekor baru loh Bi!" Perempuan itu hanya memutar bola matanya dengan malas dan lebih memilih meneteskan obat merah ke kapas di tangannya.
"Alis lo parah Lang." Ucap Bintang seraya berhati-hati membersihkan luka di alis kiri Langit.
"Lo harus tau, lo tuh bakat jadi dokter."
"Ya enak di lo, berobat kagak bayar."
"Kata siapa?! Gue juga bakal nebus obat dari resep lo pake duit bego." Bintang menghentikan aktifitasnya dan menghembuskan nafas sambil tersenyum.
"Jangan pernah sakit Lang." Mata teduh Langit berbinar senang.
"Liat lo sakit gue ilang Bi, jangan kawatir."
"Busuk!" Bintang kembali melanjutkan aktifitasnya. Diakhiri tawa mereka berdua.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
BACKSTREET
Teen FictionAruna Langit Naryama dan Adara Bintang Prastika. "We are all broken."-Backstreet Ini bukan tentang bagaimana sahabat menjadi cinta, melaikan bagaimana 'mereka' menjalaninya. #romance #teenfiction #highschool