Satu Kampung

11.3K 569 5
                                    

Akhirnya Galih mengajak Naira untuk mengobrol di taman meninggalkan Gilbran bersama orang tua mereka di dalam. Naira mengambil posisi di ujung kiri bangku taman yang panjang sedangkan Galih duduk di sisi kanan ujungnya. Bangku taman yang panjang membuat jarak mereka berjauhan.

" Jadi kamu akan menerima perjodohan ini? " Tanya Galih memulai obrolan. Galih menatap lurus kedepan tanpa menoleh ke kirinya. Galih menyenderkan punggungnya ke senderan bangku.

" Aku belum memberi keputusanku, bagaimana denganmu? Kamu menerima perjodohan ini? " Naira menjawab dengan datar, juga dengan menatap lurus ke depan tanpa menoleh ke kanannya.

Mereka saling mengobrol dengan ekspresi datar. Mereka sebenarnya malas membahas perjodohan ini.

" Aku menerima perjodohan ini. Walaupun aku belum ingin menikah. Aku belum siap untuk bertanggung jawab atas seseorang. " Ujar Galih

" Kenapa kamu menerima jika kamu tidak ingin menikah? " Tanya Naira heran. Akhirnya Naira menoleh ke arah Galih yang tetap menatap ke depan.

" Kamu tau perjodohan ini sudah menjadi tradisi dari suku kita. Kita yang terlahir berdarah Batak akan menikah dengan cara dijodohkan. Untuk alasan pelestarian ' Fam ', ' marga '. Kamu pahamlah. Sekarang atau nanti aku akan tetap dijodohkan." Jelas Galih panjang lebar.

" Kamu bisa menolaknya jika kamu belum siap. Menikah bukan perkara mudah." Naira menghela nafas. Menatap kembali kearah depan Sambil menyenderkan punggungnya.

" Aku merasa umurku masih terlalu muda untuk menyandang status suami. Tapi keluargaku merasa aku sudah pantas untuk menikah. Keluargaku adalah keluarga yang taat sama tradisi dan adat. Mereka menjodohkan kita karena kita sama-sama bersuku Batak dan berasal dari kampung yang sama. Aku tidak bisa menolaknya. " Suara Galih terdengar mengecil dan sendu.

" Iya, marga keluargamu yang akan lestari. Sedangkan margaku putus diaku karena aku perempuan. Aku bisa saja menolak perjodohan ini, orang tuaku tidak memaksaku. "

Galih lalu menoleh kearah Naira. Dipandangnya Naira cukup lekat. Galih pikir Naira tidak merepotkan seperti gadis Batak yang pernah dia temui. Keluarga Naira tidak memaksa perjodohan ini. Padahal mereka sama-sama Batak dan berasal dari kampung yang sama. Merupakan suatu hal yang baik sebenarnya.

" Lalu kamu mau menolak? Aku menerima perjodohan ini karena jika aku menolak, besok atau lusa orang tuaku akan mulai menjodohkanku lagi. Aku melihatmu bukanlah termasuk tipe gadis yang merepotkan." Galih tersenyum miring sambil mengatakannya.

" Maksudmu? " Tanya Naira sambil menyipitkan matanya melirik kearah Galih.

" Maksudku, kamu tidak terlihat tertarik padaku. Itu membuatku tidak repot untuk menghindar darimu. " Terang Galih.

Galih sudah berkali-kali dijodohkan oleh orang tuannya. Rata-rata gadis-gadis itu langsung setuju untuk menikah dengan Galih. Alasannya karena Galih tampan, bertubuh tegak, berasal dari keluarga yang cukup terpandang, juga memiliki tingkatan marga yang tinggi. Orang tua Galih juga dihormati karena memegang teguh adat dan tradisi suku mereka.

Galih melihat Naira berbeda. Naira gadis berjilbab pertama yang dijodohkan dengannya. Membuat Galih merasa tenang karena Naira merupakan gadis baik-baik. Setidaknya dia paham agama. Galih juga melihat Naira tidak tertarik sama sekali dengan dirinya. Galih berpikir menikah dengannya akan mudah.

" Aku juga sebenarnya lelah dengan perjodohan sesama suku ini. Baiklah beri aku waktu 1 bulan. Aku akan kasih keputusanku. " Kata Naira seperti menyerah karena keadaan.

" Deal." Ujar Galih sambil tersenyum. Nairapun tersenyum sedikit dari sudur bibirnya.

Dalam suku Batak. Pernikahan biasanya dirancang oleh orang tua. Mereka sangat detail soal bibit, bebet dan bobot calon menantunya. Mereka akan memilih dari keluarga terdekat dulu. Biasanya sepupu dengan sepupu.

E.Y.ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang