Rei dan Naira (II)

8.7K 513 8
                                    


Naira memasuki ruangan awal sebuah cafe. Cafe dengan dinding berwarna biru laut penuh dengan bingkai tulisan kaligrafi. Sepertinya pemilik cafe ini menyukai seni tulisan kaligrafi. Naira terus masuk menuju taman belakang cafe. Disana Rei sudah menunggunya.

Cafe ini adalah cafe dimana Rei memutuskan berlari dari Naira. Naira Pikir dari semua cafe di Bogor kenapa harus bertemu di cafe ini.  Naira melihat sosok laki-laki yang wajahnya bercahaya terkenal pantulan lampu diatasnya. Kenapa dia masih saja tersenyum dalam cahaya?

" Asalamualaikum Nai " Sapa Rei ketika Naira memilih duduk di depannya.

" Waalaikumsalam. Ada apa ya kamu ngajak saya ketemuan seperti ini? Ini tidak baik " Naira bersikap langsung pada intinya. Naira merubah panggilannya menjadi saya-kamu

" Aku tau. Ada hal penting yang ingin aku bicarakan. "

" Saya tau ada hal penting, makanya kamu sampai berani mengajak untuk bertemu."

" Hmmm...saya akan mengutarakan sesuatu tolong kamu jangan potong pembicaraanku ya. Aku ingin mengatakan semuanya tanpa terpotong apapun. "

" Baik " kata Naira.

Sejenak Rei memberatkan posisi duduknya. Menarik  nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan. Ia menatap Naira sekilas yang tidak membalas tatapannya.

" Aku mau minta maaf Nai. Aku merasa bersalah atas kelakuanku yang dulu. Aku memberi kamu harapan tapi aku yang mematahkannya. Aku merasa bersalah Nai. Aku merasa menjadi laki-laki pengecut. Kedekatan kita dan semuanya. Aku ingin minta maaf secepatnya sama kamu. Saat tau kamu menikah aku kaget banget. "

Naira terdiam mendengarkan perkataan Rei. Dia sebenarnya ingin memotong atau bahkan berlari dari sana. Dia tidak ingin membicarakan masa lalu. Namun egonya menyuruhnya tetap di tempat, mendengarkan dengan bijaksana membiarkan Rei menyelesaikan kalimatnya.

" Aku sudah tidak ada kesempatan untuk memperjuangkan kamu. Maaf aku harus membuka kisah lama tapi aku sungguh-sungguh mau minta maaf Nai. "

" Ini hal penting kata kamu? " tanya Naira sinis.

" Iya Nai. Bagi aku penting. Aku butuh kamu maafin aku. Karena...aku akan menikah Nai. "

" Wah..selamat ya Rei. Semoga kamu menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah. Aamiin. Saya udah maafin kamu dari lama. Saya merasa kita berdua saat itu salah. Saya salah karena berharap kepada manusia. Pantes saya jadi kecewa. Jadi kita saling memaafkan saja. " Ujar Naira tenang dan tulus.

" Aku ingin memulai kisah baru namun aku harus menutup kisah lama. Aku paham setiap perkataanmu. Terima Kasih Nai "

" Udah kan ini aja? Lain kali kamu bisa kirimin saya pesan atau telepon kalo cuma mau ngomong kaya gini. Ketemu sama kamu hanya bikin fitnah aja. Saya pergi ya. "

" Aku harus yakin kamu maafin aku Nai. Sekarang aku yakin kamu maafin aku. Karena aku melihat sorot mata kamu udah berubah. " Ucap Rei tegas. Ada yang tersembunyi dari kalimat Rei.

" Astagfirullah. Istigfar Rei. Saya pamit. Asalamualaikum " Naira lalu beranjak pergi dari hadapan Rei.

Rei hanya bisa menatap punggung Naira dari belakang hingga hilang di sudut tikungan. Rasanya sudah lama sekali ia tidak berbicara dengan Naira. Seseorang yang membuatnya jatuh cinta.

Sorot mata Naira sudah berubah. Tidak ada lagi Rei disana. Naira melihat Rei tidak seperti dulu lagi. Rei paham akan hal itu. Dari situ Rei yakin Naira sungguh-sungguh memaafkannya.

Rei dan Naira tidak pacaran. Mereka tidak pernah pacaran dengan siapapun. Rei menjadi akrab dengan Naira ketika mereka sama-sama hobi pergi ke toko buku. Sejak itu kedekatan mereka tidak biasa.

E.Y.ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang