Sudah seminggu sejak pulang dari rumah mama Naira menjadi lebih sering berpikir. Ia memikirkan dirinya yang ternyata belum banyak mengenal Galih. Bagaimana Galih ternyata mudah emosi namun dengan cepat berubah bisa mengendalikan amarah.
Bukan soal pelukan melainkan cinta Galih yang ternyata sebening kristal. Naira dapat melihatnya dengan jelas. Galih bisa saja marah melihat foto Naira dengan Rei. Tapi ternyata Galih memilih meredamnya. Galih tidak ingin melukai perasaan Naira dengan memarahinya.
Aku marah tapi tidak memarahimu.
Aku pendam dengan memelukmu.
Setiap pelukannmu meredam api amarahku.
Menghadirkan kesejukkan dalam hatiku.Allah hadirkan cinta bukan emosi.
Allah ajarkan sabar bukannya benci.
Saling mencinta adalah janji.
Untuk menggapai keberkahan hakiki.Naira jadi punya sebuah ide. Ide yang seharusnya ia lakukan sejak pernikahannya membaik. Lebih cepat ia laksanakan akan lebih baik untuk mereka berdua.
Di kantor Naira mencoba menelepon Galih.
Naira : "Asalamualaikum bang. Malam ini kita ketemu di cafe-bookstore ya. Cafe tempat kita bertemu pertama kali kalau kita setuju untuk menikah. Ada yang ingin aku sampaikan."
Galih : " Waalaikumsalam. Baiklah. Jam 7 ya. Aku rindu kamu."
Naira : " Hahaha gombal kamu. Asalamualaikum."
Galih : "Waalaikumsalam sayang."
Semburat senyum hadir di wajah Naira setelah selesai menelepon. Pikirannya tertuju pada idenya malam ini. Naira menyiapkan semuanya sendiri tanpa orang lain tahu idenya malam nanti.
***
Galih sampai lebih dulu di cafe-bookstore tempat dulu mereka bertemu. Galih melihat sekeliling, ia tetap merasa kagum dengan cafe itu. Sederhana namun sangat nyaman. Galih tersenyum kecil mengingat istrinya bisa menemukan tempat seperti itu.
Pikiran Galih beralih kepada kenangan bersama Naira di cafe-bookstore. Saat mereka berdua setuju untuk menikah. Ketika Naira yakin untuk menikah dengan Galih walau tanpa cinta. Galih masih mengingat semuanya dengan jelas.
Galih memilih tempat duduk seperti pertama kali mereka kesana. Kursi yang sama dan posisi yang sama, juga pesanan minuman yang sama. Tidak ada yang berubah dari cafe-bookstore itu. Perasaan Galih yang sudah berubah mencintai Naira jika dibandingkan waktu itu.
Hanya Naira yang tau kenapa ia ingin bertemu suaminya di cafe. Galih merasa Naira akan memberinya kejutan manis atau makan malam romantis. Sejak menikah mereka berdua belum pernah makan malam romantis diluar.
Sudah pukul 8 lewat tapi Naira belum juga datang. Galih masih sabar menunggu sambil memaikan smartphonenya. Minuman di gelasnya juga hampir habis.
Tepat pukul 9 Naira belum juga datang. Galih mengirimi Naira banyak pesan dan sudah beberapa kali meneleponnya namun tidak di angkat. Galih merasa janggal dengan sikap Naira. Seharusnya Naira sudah tiba dari jam 8 tadi.
Galih berpikiran apa mungkin Naira mengerjainya? Apa Naira lupa dengan janjinya? Apa Naira masih di kantor? Semua pertanyaan sekarang hadir di benak Galih.
Orang pertama yang ia hubungi sekarang adalah Gita.
" Asalamualaikum Git."
" Waalaikumsalam Ga, ada apa?"
" Naira udah pulang dari kantor?"
" Udah dari habis magrib tadi Ga, dia bilang mau ketemu lo diluar"
" Dia naik apa Git?"
" Naik motornya. Kenapa? Hafsyah ga ada sama lo?"
" Iya, dia belum datang ke cafe tempat kita janjian. Gw telepon ga diangkat. Tolong cari tau Naira dimana ya Git, kabarin gw kalo lo udah tau. "
" Oke gw coba cari tau ya."
Galih menjadi panik setelah tau Naira tidak bersama Gita dan ternyata sudah pergi menuju cafe. Tapi kemana Naira sekarang? Kenapa belum sampai juga? Kenapa Naira tidak bisa dihubungi?
Orang kedua yang ia hubungi adalah orang tua Naira.
" Asalamualaikum pa, ini Galih. Naira ada disana ga pa?" Tanya Galih dengan pembawaan tenang agar papa tidak tahu situasi saat ini.
" Waalaikumsalam. Ngga ada Ga. Kenapa? Naira tidak bersama kamu?"
Galih mencoba berpikir mencari alasan agar papa tidak khawatir.
" Oh, tadi Naira izin kalo sempat mau mampir ke rumah mama papa. Berarti Naira tidak jadi kesana pa malam ini. "
" Iya, mungkin karena sudah agak malam. Kamu tunggu saja. Naira pasti lagi di jalan."
" Iya pa. Galih hanya memastikan, Naira sedang dalam perjalanan."
Perjalanan kemana kamu Nai? Dalam hati Galih bertanya
" Kamu suami yang perhatian ya. Coba kamu telepon saja dia."
" Baik pa. Terima kasih ya pa. Asalamualaikum "
" Waalaikumsalam warahmatullahhi wabarakatuh"
Tidak ada di kantor dan tidak bersama Gita. Tidak juga bersama orang tuanya. Tidak mungkin Naira ke rumah Bunda. Karena Bunda pasti akan menelepon Galih untuk mengabari.
Jadi ada dimana Naira sekarang?
Galih semakin panik ketika telepon genggamnya mendadak mati. Telepon genggamnya ternyata kehabisan energi. Galih memilih pulang dari cafe lalu beranjak pergi. Ia berusaha tenang walau dengan pikiran yang tidak pasti.
***
Mulai dari part ini akan timbul letupan-letupan dalam pernikahan Nai-Ga.
Kemana sebenarnya Naira?
Apa yang Naira siapkan?
Apa yang ingin Naira sampaikan?Kita tunggu di part selanjutnya ya.
Hepi reading ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
E.Y.E
RomanceAku hanya memainkan peranku dengan baik. Menikah dengannya bukan tanpa pemikiran matang dan petunjuk dari Allah. Aku yakin tapi aku tidak mencintainya - BELUM. Naira Rosaline Hafsyah Dia wanita baik dan berjilbab - maksudku agamis, mungkin. Aku meni...